Setelah pertemuan bilateral Korea Selatan dan Korea Utara, Amerika Serikat siap berdialog lagi dengan Korea Utara. Korea Utara juga ingin segera berbicara dengan AS seiring dengan fokus Pyongyang pada ekonomi negaranya.
WASHINGTON, RABU Satu hari setelah pertemuan bilateral di antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Pemerintah Amerika Serikat langsung menyatakan siap kembali berdialog dengan Korut secepatnya. Amerika Serikat memperkirakan, perundingan dengan Korut terkait isu perlucutan nuklir akan tuntas pada Januari 2021.
Pernyataan ini dikemukakan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington DC, AS, Rabu (19/9/2018). Untuk memulai kembali dialog itu, Pompeo mengajak Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho untuk bertemu di New York, AS, di sela-sela Sidang Umum PBB, pekan depan. Pompeo juga mengajak perwakilan Korut bertemu dengan Utusan Khusus AS untuk Korut di Vienna, Austria, dalam waktu dekat.
Bagi Pompeo, keputusan Kim melucuti nuklir sekaligus mengundang tim pengawas dari luar sudah merupakan langkah konkret Korut menuju perlucutan nuklir sepenuhnya. ”Ini menjadi alasan AS untuk segera berdialog lagi untuk mengubah hubungan AS dan Korut,” kata Pompeo dalam pernyataan tertulisnya.
Presiden AS Donald Trump menilai, hubungan AS-Korut kini membaik dibanding masa kepemimpinan presiden AS sebelumnya. Saat itu, AS bahkan seperti hendak memulai perang dengan Korut.
”Sekarang kita melihat perkembangan positif. Yang terpenting tidak ada uji nuklir dan rudal. Hubungan kita ini, setidaknya secara pribadi, sangat baik. Jauh lebih tenang sekarang,” kata Trump di Gedung Putih.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan perlunya langkah konkret menindaklanjuti komitmen Korut untuk menutup lokasi uji rudal dengan pantauan pengawas dari luar. Ketika Korut menghancurkan salah satu lokasi uji nuklir, Mei lalu, Guterres mengaku tidak bisa percaya karena tidak ada pemantau internasional di lokasi untuk memverifikasi.
Kali ini, Guterres menawarkan bantuan untuk sepenuhnya melenyapkan senjata nuklir dari Semenanjung Korea. ”Sudah saatnya seluruh kekuatan dunia bersatu,” ujarnya.
Meski sudah ada kabar baik dari hasil pertemuan Moon dan Kim, AS tetap menyatakan akan mempertahankan sanksi yang dijatuhkan kepada Korut sampai terbukti Korut menghancurkan seluruh senjata nuklirnya.
Sangsi
Janji Korut menghancurkan lokasi uji nuklir rupanya belum bisa meyakinkan publik di AS. Bahkan, sejumlah pejabat di AS curiga, Korut masih mempunyai lokasi uji nuklir rahasia lainnya selain kompleks Yongbyon yang dijanjikan ditutup. Namun, Korsel menduga, prioritas dan keinginan Korut kemungkinan berbeda dengan prioritas dan keinginan AS, Korsel, ataupun komunitas internasional lain.
”Ini seperti paket dialog yang tidak hanya membicarakan perlucutan nuklir di Yongbyon dan Tongchang-ri yang menjadi prioritas tuntutan AS, tetapi juga masalah normalisasi hubungan, mengakhiri perang Korea, dan mencabut sanksi yang menjadi kepentingan Korut,” kata salah satu pejabat Korsel yang tidak mau disebutkan namanya.
Meski sudah ada jaminan dari Moon dan janji Kim, AS masih skeptis. Dua pejabat senior AS yang ikut merumuskan kebijakan AS-Korut khawatir, Kim sedang menggoyang hubungan AS dan Korsel. Pada pertemuan Moon dan Kim, mereka sepakat membuka kembali kerja sama ekonomi, termasuk membangun jalan dan rel kereta antara kedua negara. Mereka juga sepakat membuka kembali pabrik bersama di Kaesong.
Para pejabat AS itu juga menduga, Kim berusaha melepaskan tekanan ekonomi oleh komunitas internasional. Kim juga diduga berusaha mengurangi pasukan AS yang bertugas di Korsel melalui perbaikan hubungan dengan Korsel. Saat ini terdapat 28.500 tentara AS yang bertugas di Korsel.
”Korut belum menunjukkan komitmen langkah yang akan melucuti nuklir selamanya,” kata salah satu pejabat AS.