Sejumlah kalangan menyambut baik terbitnya Instruksi Presiden 8 Tahun 2018. Harapannya, jadi awal menata ulang pengelolaan sumber daya alam, khususnya terkait perkebunan sawit.
JAKARTA, KOMPAS - Instruksi ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 September 2018. Regulasi itu mengatur tentang penundaan dan evaluasi perizinan serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Khalisah Khalid, Kamis (20/9/2018), menyambut baik Inpres 8/2018 itu. Namun, Walhi mendorong agar Inpres diikuti penegakan hukum. Walhi juga mendesak keterbukaan proses dan informasi terkait perizinan dengan membuka partisipasi aktif publik.
Secara terpisah, Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch, juga mengapresiasi terbitnya Inpres itu sebagai bagian perubahan tata kelola perkebunan sawit. Ia berharap Inpres itu sinergis dengan kebijakan lain. Implementasi di tingkat tapak juga harus terlaksana dan terpantau agar tata kelola perkebunan sawit yang lebih baik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), Joko Supriyono menyatakan, Gapki pernah terlibat dalam pembahasan draf Inpres itu. “Semangatnya tidak hanya terkait moratorium, melainkan bagaimana mengevaluasi izin yang sudah ada agar produktivitas tetap terjaga,” ujarnya.
Inpres itu diharapkan menjadi payung hukum dalam mengatasi tumpang tindih perizinan di kawasan hutan. Joko menilai, upaya meningkatkan produktivitas tetap perlu karena kelapa sawit merupakan komoditas strategis yang berkontribusi terhadap ekspor dan devisa. “Kalau (Inpres) hanya mengatur moratorium, kita bisa kehilangan peluang,” katanya.
Pelepasan kawasan
Terkait ketentuan penundaan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit bagi permohonan baru, menurut Joko, pelepasan kawasan hutan untuk permohonan baru perlu memperhatikan banyak faktor. Contohnya, masalah definisi hutan atau kawasan hutan.
Dalam Inpres itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diinstruksikan menunda pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan bagi permohonan baru; permohonan yang telah diajukan, tetapi belum melengkapi persyaratan atau telah memenuhi persyaratan tetapi berada pada kawasan yang masih produktif; permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip, tetapi belum ditata batas dan berada pada kawasan hutan yang masih produktif.
Sementara Wakil Ketua 1 Dewan Masyarakat Sawit Indonesia, Sahat M Sinaga berpendapat, Inpres 8/2018 seharusnya memberikan jaminan pemerataan lahan bagi petani. "Peraturan ini harus ditaati oleh pemerintah daerah (pemda). Jangan sampai pemda memberikan izin lahan untuk perkebunan ke perusahaan-perusahaan," ujarnya.
Para petani sawit swadaya berharap mendapat kepastian hak atas lahannya. Legalitas lahan jadi problem krusial di lapangan. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau, Gulat Manurung berharap, instruksi tersebut memberi kepastian bagi petani terkait lahan. Menurut dia, instruksi itu jadi bagian dari usaha merapikan administrasi lahan.