KUTA, KOMPAS – Tercapainya pertumbuhan penduduk seimbang pada 2020 akan mempermudah pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030. Karena itu, pelaksanaan program kependudukan bisa diintegrasikan dengan program pembangunan manusia yang ada di berbagai kementerian dan lembaga lain.
Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nofrijal di sela Konferensi Internasional Tingkat Menteri dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular di Kuta, Bali, Kamis (20/9/2018), mengatakan pembangunan kependudukan lebih menekankan pada pengelolaan pertumbuhan penduduk atau bersifat kuantitatif.
Sementara Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan penduduk yang ukurannya lebih bersifat kualitatif. Kesejahteraan seluruh masyarakat itu bisa dicapai dengan indikator yang luas, mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, pengurangan kemiskinan hingga pelestarian lingkungan.
"BKKBN berusaha mengkorelasikan dan menyeimbangkan antara pembangunan untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang dengan target SDGs," katanya.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sudah menargetkan penduduk Indonesia tumbuh seimbang pada 2020 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,0 persen, dan tingkat fertilitas atau jumlah rata-rata anak yang dimiliki perempuan (TFR) secara nasional mencapai 2,1 anak. Proyeksi Penduduk 2015-2045 berdasar Survei Penduduk Antarsensus (Supas) 2015 menunjukkan pada 2017, pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,1 persen dan TFR 2,17 anak.
Sementara itu, target SDG pada 2030 yang terkait pembangunan kependudukan antara lain menekan angka kematian ibu melahirkan yang mencapai 359.000 per 100.000 kelahiran hidup pada 2012 menjadi 70.000 per 100.000 kelahiran hidup pada 2030. Sedangkan pada periode sama, kematian bayi baru lahir atau neonatal turun dari 19 bayi menjadi 12 bayi per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita turun dari 40 balita jadi 25 balita per 1.000 kelahiran hidup.
"Jika penduduk tumbuh seimbang bisa dicapai, maka target SDGs akan lebih mudah dicapai," tambah Widyaiswara Ahli Utama BKKBN yang juga mantan Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto.
Penduduk yang tumbuh seimbang akan membuat proses pengasuhan dan pendidikan anak menjadi lebih baik. Hal itu membuat peluang melahirkan generasinya berikutnya yang berkualitas menjadi lebih besar. Jika TFR masih lebih dari 2,1 atau batas seimbang itu, slogan SDGs yang menginginkan tidak ada satu pun warga yang tertinggal dalam pembangunan pada 2030 akan sulit digapai.
Sebaliknya jika TFR dibawah 2,1 seperti yang dialami negara maju dan sejumlah provinsi Indonesia, target SDGs memang akan lebih cepat dicapai. Namun setelah itu, beban penduduk usia produktif akan melonjak akibat meningkatnya penduduk lanjut usia (lansia). Kondisi itu bisa menurunkan kesejahteraan penduduk, padahal itu adalah tujuan utama SDGs.
Kampung KB
Menurut Nofrijal, salah satu upaya integrasi pembangunan kependudukan dan program SDGs yang dilakukan BKKBN adalah melalui program Kampung KB. Program yang menyasar daerah legok atau daerah miskin dan tertinggal dengan capaian program KB yang rendah itu memadukan program kependudukan, KB dan pembangunan keluarga sekaligus.
"Kampung KB akan jadi miniatur intervensi program kependudukan dengan program lainnya," katanya.
Karena itu, Kampung KB bukan hanya untuk mendorong kepesertaan KB dan penggunaan alat kontrasepsi semata, tapi juga melaksanakan program 1.000 hari pertama agar bayi yang lahir berkualitas dan mengurangi prevalensi anak pendek atau stunting, program bina keluarga balita, remaja dan lansia, hingga menggerakkan ekonomi masyarakat berdasar potensi yang dimiliki.
Dengan metode integrasi itu diharapkan jumlah penduduk dapat dikendalikan dan secara bersamaan kualitas kesejahteraan penduduk pun bisa ditingkatkan.
Agar integrasi program kependudukan dam target SDG bisa dijalankan secara bersamaan, lanjut Wendy, upaya penyadaran masyarakat tentang pentingnya penduduk tumbuh seimbang perlu terus dilakukan. Terus menurunnya tingkat fertilitas di sejumlah provinsi hingga dibawah batas seimbang, seperti di DI Yogyakarta, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Bali perlu ditahan bahkan dinaikkan agar tidak makin turun seperti di negara-negara maju atau sejumlah negara ASEAN seperti Singapura.
"Kuatnya budaya agama di Indonesia yang menekankan pentingnya berkeluarga dan meneruskan keturunan diyakini tidak akan membuat penurunan fertilitas di Indonesia setajam di negara maju," katanya. Namun, Indonesia tetap perlu bersiap menghadapi situasi terburuk dan mengantisipasinya sejak dini hingga bonus demografi bisa dinikmati lebih lama.