JAKARTA, KOMPAS - Naiknya tarif cukai tidak mesti diikuti oleh meningkatnya rokok ilegal. Dengan penegakan hukum yang kuat rokok ilegal justru bisa menurun.
Kenaikan rata-rata tarif cukai dari tahun 2017 ke 2018 lebih kurang sebesar 10 persen. Naiknya cukai rokok itu tidak sejalan dengan peredaran rokok ilegal yang dari tahun 2016 hingga sekarang justru menurun sekitar 5 persen.
Hal ini ditunjukkan oleh data yang dihimpun lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta melalui Survei Cukai Rokok Ilegal 2018 yang dipaparkan di Kementerian Keuangan, Kamis (20/9/2018).
Hasil perhitungan survei tersebut menunjukkan, persentase pelanggaran yang dilakukan industri rokok secara nasional adalah 7,04 persen. Artinya, dari 100 bungkus rokok yang dijumpai di warung-warung terdapat 7,04 bungkus rokok yang melanggar.
Angka rokok ilegal tahun 2018 itu lebih kecil dari tahun 2016 yang mencapai 12,1 persen. Pelanggaran tersebut meliputi salah personalisasi, salah peruntukan, bekas, palsu, dan polos. Salah personalisasi adalah rokok produsen tertentu yang ditempeli pita cukai dari pabrik lain sementara salah peruntukan adalah rokok yang ditempeli pita cukai yang harganya lebih murah.
Adapun pelanggaran bekas ialah rokok ditempeli pita cukai bekas rokok lain, pelanggaran palsu ialah rokok dengan pita cukai palsu, dan polos adalah rokok yang tidak menggunakan pita cukai.
Di antara jenis pelanggaran tersebut pelanggaran polos atau rokok yang tanpa pita cukai sama sekali adalah yang terbanyak. Setelah dihitung lebih jauh, potensi penerimaan negara yang hilang akibat pelanggaran tahun 2018 adalah Rp 909 miliar hingga Rp 980 miliar.
Pengendalian konsumsi rokok
Peneliti P2EB, Arti Adji, menyampaikan, meski belum dievaluasi secara ilmiah turunnya persentase pelanggaran secara nasional mengindikasikan penegakan hukum yang kuat telah berdampak positif.
Cukai rokok adalah instrumen pengendalian konsumsi rokok yang berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Besarnya rokok ilegal menurunkan efektivitas pengendalian konsumsi rokok.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, menyatakan, dari tahun 2015 pihaknya telah mengintensifkan penindakan. Penindakan terutama difokuskan pada daerah-daerah yang menjadi lokasi produksi, jalur distribusi, dan pemasaran rokok ilegal. Tahun 2018 ini, sebanyak 55 orang telah dibawa ke meja hijau karena memperjualbelikan rokok ilegal.
Heru menyadari, penerapan cukai rokok bertujuan mengurangi konsumsi. Untuk itu, dari sisi bea cukai, ini diterjemahkan dengan menindak rokok ilegal yang harganya pasti lebih murah dari rokok bercukai.
Tahun 2015 Ditjen Bea Cukai melakukan 1.232 penindakan, kemudian naik menjadi 2.374 penindakan tahun 2016, naik lagi jadi 3.966 penindakan tahun 2017, dan 4.092 penindakan tahun 2018 ini.
"Memang dampak dari meningkatnya penindakan belum begitu terasa di tahun 2016. Terlihat rokok ilegal masih 12,1 persen. Tapi setelah itu terus turun," kata Heru.
Ketika Ditjen Bea Cukai melakukan survei rokok ilegal sendiri tahun 2017 persentasenya sudah turun dari 12,1 persen jadi 10,9 persen. Survei P2EB UGM tahun 2018 kian memperkuat bukti penurunannya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie, menuturkan, rokok ilegal yang beredar harganya jauh lebih murah dibandingkan rokok yang memiliki pita cukai. Karena itu rokok menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat miskin dan anak-anak.
Dengan begitu, penindakan rokok ilegal diharapkan semakin mengurangi akses masyarakat terhadap rokok. Karena harganya yang murah rokok menjadi terjangkau sehingga tidak heran prevalensi perokok pada usia muda justru terus naik.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim, menuturkan, rokok ilegal tidak membayar cukai kepada negara. Ini tidak adil bagi industri rokok yang membayar cukai. "Semoga penindakan oleh bea cukai bisa berfek jera," ujarnya.
Rochim menambahkan, jika dimungkinkan, dari sisi industri, tarif cukai rokok tidak naik. Apalagi dalam tiga tahun terakhir produksi rokok terus menurun.