KUALA LUMPUR, KAMIS - Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak (65) terancam penjara hingga akhir hayat. Masa penjara yang begitu lama merupakan total ancaman hukuman dari 32 dakwaan yang dijatuhkan kepadanya.
Dakwaan terbaru dibacakan jaksa pada Kamis (20/9/2018) di Pengadilan Kuala Lumpur. Jaksa menjatuhkan empat dakwaan penyalahgunaan kewenangan dan penerimaan gratifikasi 2,28 miliar ringgit. Najib juga didakwa terlibat 21 tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai 4,3 miliar ringgit. Semua gratifikasi dan TPPU terkait lembaga investasi Pemerintah Malaysia, 1MDB. Najib diancam hukuman 20 tahun penjara untuk setiap dakwaan penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi serta 5 tahun penjara setiap TPPU.
Sebelum ini, Najib sudah berhadapan dengan tiga dakwaan penyalahgunaan wewenang dan empat dakwaan TPPU. Dakwaan-dakwaan itu dijatuhkan secara terpisah pada Juli dan Agustus 2018. Dalam kedua sidang itu, Najib dinyatakan menerima gratifikasi dan terlibat TPPU senilai 42 juta ringgit. Semuanya terkait dugaan korupsi di SRC International, anak usaha 1MDB.
Untuk sidang kali ini, Najib ditahan sebelum dan setelah sidang. Namun, Najib bisa bebas jika sudah membayar sedikitnya 1 juta ringgit (Rp 3,6 miliar) dari 3,5 juta ringgit uang jaminan. Uang jaminan 1 juta ringgit harus dibayar pada Jumat (21/9), sementara sisanya dapat dicicil sampai 28 September 2018.
Dalam sidang Juli, Najib ditahan sebelum sidang, tetapi ia akhirnya bebas setelah membayar jaminan sebesar 1 juta ringgit. Dalam sidang Agustus, Najib juga tidak ditahan. Uang jaminan yang dibayar Najib masih berlaku untuk menghindarkannya dari tahanan.
Lebih penting
Dakwaan-dakwaan terbaru terhadap Najib sekarang lebih penting dibandingkan dengan tujuh dakwaan sebelumnya. Kali ini jaksa sudah memasuki tahap kunci dari skandal 1MDB.
Jaksa menyebut Najib memanfaatkan posisinya sebagai perdana menteri, menteri keuangan, dan pemimpin 1MDB untuk mendapat miliaran ringgit. Semua uang itu diterimanya pada periode 2011 hingga 2014.
Dalam dakwaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang dinyatakan ada gratifikasi yang diterima selama pembentukan 1MDB. Uang itu diterima lewat sejumlah rekening.
Dalam dakwaan TPPU, belasan kali disebut Tanore Corporation. Perusahaan itu disebut dalam dokumen penyelidikan Departemen Kehakiman Amerika Serikat. Dokumen yang dibocorkan Xavier Justo pada 2015 juga menyinggungnya.
Justo adalah mantan Direktur PetroSaudi, mitra SRC International pada bisnis energi. Dokumen yang dibocorkannya memicu penyelidikan dugaan korupsi 1MDB di sejumlah negara.
Dalam dokumen Justo, seperti diungkap dalam laporan The Wall Street Journal dan sejumlah media lain, disebut Tanore Finance menerima 1,2 juta dollar AS dari hasil penjualan obligasi 1MDB. Obligasi senilai 3 juta dollar AS diterbitkan untuk mendanai pembangunan menara dan perkantoran Tun Razak Exchange (TRX) di Kuala Lumpur.
Departemen Kehakiman AS menyebut tidak ada hubungan apa pun antara 1MDB dan Tanore Finance. Perusahaan tersebut diduga milik Low Tae Jho alias Jho Low alias Eric Tan, manajer investasi asal Malaysia yang diduga mengotaki korupsi 1MDB.
Dalam dokumen bocoran Justo dan dikutip sejumlah media itu disebut 681 juta dollar AS dikirim kepada ”orang penting nomor satu di Malaysia”. Sejumlah pihak menduga istilah tersebut merujuk kepada Najib.
Sejak berita soal transfer 681 juta dollar AS itu mencuat, Najib berulang kali membantah melakukan kesalahan. Ia mengaku menerima ratusan juta dollar AS dari keluarga Kerajaan Arab Saudi sebagai penghargaan atas jasanya di dunia Islam.
Sementara dalam salah satu unggahan di media sosialnya, ia bahkan menyebut dana itu diberikan Arab Saudi untuk mencegah perubahan penguasa di Malaysia.
Seusai sidang pembacaan dakwaan, kemarin, Najib kepada wartawan mengatakan, ”Tuduhan yang dibacakan pada hari ini akan memberi saya kesempatan untuk membersihkan nama saya bahwa saya bukan pencuri.”