Pesta Kriya Gombong, Wahana Apresiasi dan Edukasi Karya Lokal
Oleh
Megandika Wicaksono
·4 menit baca
Di era gawai kini, kian sedikit anak-anak mau belepotan, kotor, dan berlumpur. Prakarya dan keterampilan kriya makin tersisih gim online. Padahal, dari keterampilan kriya, seperti membuat gerabah dan menganyam, sensor motorik dan kreativitas anak dipertajam.
Keprihatinan itu kiranya yang melandasi digelarnya pesta kriya di Roemah Martha Tilaar, Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Jumat (21/9/2018) hingga Minggu (23/9/2018). Ajang ini jadi wahana perkenalan produk sekaligus edukasi terhadap masyarakat, terutama anak-anak mengenai proses produksi.
Di halaman belakang yang teduh dengan pepohonan, tampak Rafit (9) dan Agil (9) meremas-remas tanah liat. Jemari mereka belepotan sembari menekan-nekan gumpalan tanah liat lembek di atas perkakas yang disebut perbot untuk memutar dan membentuk aneka gerabah. Mereka duduk mendengarkan arahan Sarmo (53), perajin gerabah dari Desa Gerbangsari, Kecamatan Klirong.
Tidak lama kemudian, mulailah terbentuk piring ukuran kecil yang biasa dipakai untuk wadah sambal. Kendati masih belum sempurna, wajah anak-anak itu tampak ceria dan kagum melihat hasil yang diperoleh.
”Senang bisa belajar membentuk tanah liat,” ujar Agil yang mengisi hari libur bersama teman-temannya untuk berkunjung ke pesta kriya tersebut.
Di sudut lain, sejumlah pelajar SMP tampak duduk bersila memperhatikan M Suwoto yang sedang menggerakkan miniatur atau alat peraga alat tenun bukan mesin. Tidak hanya melihat, para pelajar itu pun coba mempraktikkan bagaimana cara memasukkan benang dan merapikannya.
Suwoto, yang merupakan perajin anyaman pandan, tengah berkreasi menenun pandan. ”Saya berharap produk unggulan pandan yang ada di Kecamatan Karanggayam, Karanganyar, Sempor, dan Gombong ini tidak punah,” tuturnya.
Menurut Suwoto, produksi anyaman pandan itu tidaklah sekadar bisnis semata, tetapi juga memiliki aspek lingkungan dan sosial. ”Saat industri anyaman pandan ini lestari, maka tanaman ini juga terjaga. Dampaknya lingkungan pun ikut terjaga karena tanaman pandan dapat mencegah erosi tanah. Untuk sosial, ibu-ibu rumah tangga juga dapat penghasilan,” ujarnya.
Baik Sarmo maupun Suwoto tampak sabar dan senang dapat berbagi keterampilan kepada pengunjung. Tidak hanya anak-anak, ibu-ibu yang mengantar pun turut mencoba. Sejumlah produk jadi juga dipajang dan dijual. Sarmo, misalnya, menjual aneka gerabah mulai dari piring kecil, asbak, hingga vas bunga. Harganya mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 150.000. Suwoto pun memamerkan produksi anyaman pandan berupa tas, wadah tisu, dan topi. Harganya mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 125.000.
Pemberdayaan
Tidak hanya gerabah dan anyaman pandan, di kompleks Roemah Martha Tilaar juga ditampilkan kerajinan membatik, pengolahan ayam tulang lunak, budidaya jamur, melukis, hingga cara membuat kue. Pada gerai Nyong Bakery, anak-anak diperkenankan memakai topi chef kemudian diajari menghiasi kue dengan krim aneka warna.
Pengunjung tampak senang dan antusias mencoba aneka proses produksi yang digelar. Bahkan, sejumlah permainan tradisional juga disiapkan dan dijual seperti gasing, yoyo, hulahup, dan otok-otok.
Ketua Panitia Pesta Kriya Annisa Qurani mengatakan, pergelaran pesta pada tahun keempat ini mengedepankan aspek edukasi bagi pengunjung. Hal ini juga memacu pelaku usaha berkreasi secara kreatif. Selama tiga hari, setidaknya sekitar 2.500 orang berkunjung.
”Pendekatannya tidak melulu dari hasil atau produk yang sudah jadi, tetapi pengunjung diajak melihat dan menghargai proses pembuatan sebuah karya,” tutur Annisa.
Penguatan merek
Kepala Roemah Martha Tilaar Sigit Asmodiwongso menyampaikan, pesta kriya yang digelar bersama Forum UMKM Online Kebumen ini bukan sekadar pameran atau ajang pajang barang, apalagi memindahkan lapak. Pesta Kriya adalah wahana bagi pengunjung menilik perjalanan sebuah produk dan tempat menggali inspirasi pelaku usaha. ”Ada 19 pelaku usaha yang terlibat dalam pesta kriya ini,” tutur Sigit.
Sigit menuturkan, kendala pelaku usaha beragam, mulai dari manajemen produksi, keberlanjutan produksi, dan pemasaran. ”Pesta ini memperkuat merek teman-teman dan memberi ruang mereka mengomunikasikan produk ke publik. Ini juga jadi sarana meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk-produk lokal,” katanya.
Menurut Sigit, Gombong dan Kebumen yang saat ini dirasa belum menjadi destinasi utama wisata perlu memperkuat berbagai potensinya. ”Kebumen belum menjadi tujuan wisata yang utama, tetapi masih sekunder. Namun, meski jadi ampiran (persinggahan), jadilah ampiran yang berkualitas,” tuturnya.
Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Kabupaten Kebumen Yunita Prasetyani mengapresiasi pesta kriya tersebut. Menurut Yunita, di Kebumen saat ini ada sekitar 43.000 UMKM dan masih 90 persen di antaranya masuk skala usaha kecil dan mikro.
”Ajang semacam ini menggairahkan masyarakat lokal dan juga Kebumen secara umum. Potensi unngulan di Kebumen antara lain olahan makanan, kerajinan tangan, genteng, dan batu mulia,” kata Yunita.