Serangan pada parade militer Garda Revolusi Iran memicu kemarahan Iran. Teheran menduga, musuh-musuh Iran berada di balik serangan itu.
KAIRO, KOMPAS Parade militer tahunan yang digelar Garda Revolusi Iran dalam rangka memperingati perang Irak-Iran (1980-1988) di kota Ahvaz, ibu kota Provinsi Khuzestan di barat daya Iran, Sabtu (22/9/2018), diserang orang bersenjata. Setidaknya 29 orang tewas dan 57 orang terluka. Sebelumnya, stasiun televisi Al Jazeera melaporkan, sedikitnya 24 orang tewas dan 53 orang luka-luka dalam serangan itu.
Deputi Gubernur Provinsi Khuzestan Ali Hoseinzadeh mengklaim, dua pelaku serangan bersenjata tewas dalam baku tembak dengan aparat keamanan dan dua orang lainnya ditangkap.
Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) melalui media mereka, Amaq, mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Namun, klaim tersebut dibantah oleh juru bicara militer Iran. Pihak militer menduga, serangan itu terkait dengan AS dan Israel.
Dua pelaku serangan bersenjata tewas dalam baku tembak dengan aparat keamanan dan dua orang lainnya ditangkap.
Klaim lain diserukan oleh Gerakan Perlawanan Arab untuk Pembebasan Ahvaz (ASMLA) pimpinan Habib Jabr al-Kaabi. Mereka mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. ASMLA didirikan tahun 1999 oleh Habib Jabr al-Kaabi yang masih keluarga keturunan penguasa wilayah Khuzestan, Sheikh Khazal al-Kaabi, yang ditangkap dan dibunuh Shah Iran Reza Pahlevi pada 1936.
Sebagaimana pihak militer, Menlu Iran Javad Zarif menuduh negara regional yang didukung AS berada di balik serangan itu. Zarif menyebut pelaku serangan itu direkrut, dilatih, dan dibiayai oleh rezim asing. Ia berjanji, Iran akan segera membalas serangan tersebut.
Presiden Iran Hassan Rouhani pun berang atas serangan itu. ”Tanggapan Republik Islam Iran terhadap ancaman terkecil akan menghancurkan,” kata Rouhani. ”Mereka yang memberikan dukungan intelijen dan propaganda kepada teroris ini harus menjawabnya.”
Sebagaimana diketahui, negara regional yang menjadi musuh bebuyutan Iran saat ini adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Bahrain. Iran kini terlibat perang proksi dengan Arab Saudi dan UEA di Yaman, Lebanon, dan Suriah.
Basis separatis
Kota Ahvaz dan Provinsi Khuzestan dikenal berpenduduk mayoritas Arab. Provinsi itu dikenal pula sebagai basis gerakan separatis komunitas Arab melawan Teheran.
Pada era perang Irak-Iran, Presiden Irak Saddam Hussein memilih kota Ahvaz dan Provinsi Khuzestan sebagai target pertama serangan Irak dengan harapan penduduk Arab di wilayah itu mengangkat senjata bersama pasukan Irak melawan Iran. Pada era perang Irak-Iran, pasukan Irak sempat menduduki wilayah Khuzestan dalam waktu lama.
Banyak warga Arab di Ahvaz dan Khuzestan masih menganggap wilayah itu sebagai wilayah Arab, bukan Iran. Warga Arab menyebut Provinsi Khuzestan dengan nama Provinsi Arabistan.
Banyak warga Arab di Ahvaz dan Khuzestan masih menganggap wilayah itu sebagai wilayah Arab, bukan Iran.
Dalam catatan sejarah, pasukan Shah Iran Reza Pehlevi menduduki Provinsi Khuzestan pada 20 April 1925 dan menangkap penguasa wilayah itu—warga Arab—Sheikh Khazal al-Kaabi. Sheikh Khazal al- Kaabi dan sejumlah pengikutnya tewas di penjara Teheran pada 1936. Faktor utama yang mendorong Shah Iran menduduki Khuzestan adalah penemuan sumber minyak di wilayah itu pada 1908.
Sejak tahun 1930-an, telah muncul gerakan separatis Arab melawan Teheran, menyusul tewasnya Sheikh Khazal al-Kaabi. Saat itu gerakan menuntut kemerdekaan wilayah Arabistan, digerakkan pengikut Sheikh Khazal al-Kaabi.
Bersamaan dengan itu, Teheran memindah secara paksa penduduk Arab yang saat itu adalah mayoritas di Provinsi Khuzestan ke wilayah lain di Iran. Dalam waktu yang sama, Pemerintah Teheran memindah warga Persia ke wilayah Khuzestan untuk mengubah komposisi penduduk sehingga jumlah warga Arab dan Persia di wilayah itu berimbang.
Teheran memindah secara paksa penduduk Arab yang saat itu adalah mayoritas di Provinsi Khuzestan ke wilayah lain di Iran.
Sejak era itu muncul berbagai gerakan, seperti Partai Arab al-Saada pada 1946. Mereka menuntut kemerdekaan kota Ahvaz dan wilayah Khuzestan. Pada 1956, muncul Front Pembebasan Arabistan (ALF).
Pada 1964, muncul Front Nasional Pembebasan Arabistan, lalu Front Pembebasan Ahvaz, dan Gerakan Revolusi pembebasan Arabistan pada 1968. Pada 1999, lahir ASMLA.
Aksi bersenjata yang sering terjadi di Khuzestan biasanya bisa ditumpas dengan cepat oleh Garda Revolusi Iran.