PALANGKARAYA, KOMPAS — Dalam 24 jam terakhir, jumlah titik panas di Kalimantan Tengah mencapai 301 titik dan 126 titik di antaranya titik api. Hal itu terjadi bersamaan dengan peristiwa equinox.
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalteng, sejak Sabtu (22/9/2018) pagi hingga Minggu (23/9/2018) pagi, titik panas tersebar di 14 kabupaten/kota dengan jumlah 301 titik. Rinciannya adalah 27 titik dengan kepercayaan 51-60 persen, 56 titik dengan kepercayaan 61-70 persen, 50 titik dengan 71-80 persen, dan 126 titik dengan tingkat kepercayaan 81-100 persen.
Peningkatan jumlah titik api tersebut terjadi bersamaan dengan peristiwa equinox atau fenomena alam saat matahari melintasi garis khatulistiwa. Fenomena ini secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun.
Prakirawan BMKG Palangkaraya, Roland Binery, mengungkapkan, equinox terjadi pada 21 Maret lalu dan terjadi lagi hari ini. Meskipun demikian, equinox tidak berhubungan langsung dengan panas bumi sehingga tidak seperti peristiwa el nino tahun 2015 yang menyebabkan kemarau panjang dan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan.
”Equinox merupakan kondisi alamiah, tidak menyebabkan panas ekstrem dan tidak berdampak pada manusia. Saat equinox berlangsung, durasi siang dan malam relatif hampir sama,” kata Roland di Palangkaraya, Minggu siang.
Roland menjelaskan, titik api bermunculan karena saat ini pada bulan September merupakan puncak musim kemarau di Kalteng dan beberapa daerah lain di Indonesia. Meskipun demikian, masih ada hujan di bulan ini.
”Meski kemaraunya lebih kering dari dua tahun sebelumnya, tetapi masih ada hujan dengan intesitas rendah,” kata Roland.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Darliansjah mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan dilakukan oleh manusia terjadi hampir setiap akhir pekan. Banyak titik api bermunculan pada hari Sabtu dan Minggu.
”Modusnya memang seperti itu. Patroli kami tingkatkan dan juga koordinasi dengan daerah lain,” kata Darliansjah.
Dia menambahkan, pihaknya sudah mengajukan penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) kepada pemerintah pusat, tetapi belum disetujui.
”Namun, kalau melihat cuaca, sulit juga membuat TMC kalau awannya tidak ada. Itu kan tidak bisa sembarangan,” kata Darliansjah.