Warung Cokelat
Gerimis baru reda. Bau tanah dan rerumputan basah seolah beradu dengan aroma kopi. Kedua aroma itu dominan menyeruak dan memenuhi halaman depan Bentara Budaya Jakarta, Kamis (20/9/2018) malam. Di panggung, entakan drum dan denting gitar dari band Cokelat perlahan terdengar.
Sebelumnya muncul kekhawatiran rencana konser yang dirancang dekat dan intim dengan para penggemar itu bakal tertunda lama atau bahkan batal lantaran gerimis yang turun sejam terakhir. Para penonton tampak mencari tempat berteduh di sekitar lokasi.
Konser bertajuk ”Ngopi Bareng Cokelat” tadi akhirnya langsung dimulai begitu rintik hujan mereda. Para penggemar Cokelat kembali duduk di kursi-kursi kayu panjang basah yang dipasang dekat dengan panggung setinggi setengah meteran.
Sebelum konser mulai, Chandra Hendrawan Johan alias Che, vokalis band Cupumanik, bermonolog di atas panggung sebagai pembuka. Membahas berbagai hal, terutama terkait bagaimana masyarakat modern semakin lama tak lagi berinteraksi sosial secara fisik lantaran sangat tergantung pada kecanggihan gawai dan media sosial.
Basis Cokelat, Ronny Febry Nugroho, saat di atas panggung dan ketika ditemui seusai acara menyebut konser mereka kali ini dirancang untuk menjadi sebuah momen perjumpaan fisik yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas mengopi bersama.
Layaknya antar-teman lama, pertemuan diisi dengan perbincangan tentang banyak hal, begitu pula dengan konser ”Ngopi Bareng Cokelat” ini. Satu gerai kecil bahkan didirikan tak jauh dari area panggung, di mana para penonton bisa mencicipi sekadar segelas kopi panas yang diracik secara manual (manual brewing).
”Bertemu dan bisa duduk bareng, berbincang, apalagi sambil mengopi begini adalah kesempatan langka. Kami sudah sedemikian kangen bertemu teman-teman kami. Ada banyak cerita yang ingin disampaikan. Buat kami, momen dan cara yang paling cocok, ya, sambil ngopi begini,” ujar Ronny.
Sebelum menetapkan format konser seperti itu, Ronny mengaku bahkan sempat browsing-browsing soal ngopi. Dari pencarian digitalnya itu, dia berkesimpulan, ngopi adalah tradisi khas yang melekat dengan budaya masyarakat Indonesia di daerah mana pun.
Mengopi mampu mengeratkan hubungan dan tali silaturahmi antar-teman, sahabat, keluarga, dan handai tolan. Semua itu tak akan pernah bisa tergantikan, bahkan secanggih apa pun perkembangan teknologi informasi, gawai, dan media sosial yang ada saat ini.
Para sahabat
Ada banyak hal coba disampaikan Cokelat kepada para sahabat penggemarnya dari atas panggung. Mulai dari meluncurkan materi lagu singel terbaru mereka, ”Peralihan Hati”, hingga pengumuman resmi bergabungnya Axel Andaviar sebagai penggebuk drum permanen di Cokelat.
Lagu singel ”Peralihan Hati” adalah singel keempat yang diluncurkan Cokelat sejak tahun lalu. Menurut rencana, keempat singel itu akan menjadi bagian dari sembilan lagu di album kesembilan Cokelat yang akan diluncurkan dalam waktu dekat. Axel dan sang produser, Irwan Simanjuntak, berkontribusi banyak dalam singel ”Peralihan Hati”.
Dengan keberadaan Axel, formasi Cokelat kembali lengkap berisi empat personel seperti sejak awal band itu didirikan di Bandung, 22 tahun lalu. Sejak lebih dari dua dekade itu Cokelat kerap bongkar pasang personel. Sekitar enam tahun lalu, Jackline Rossy didapuk menjadi vokalis Cokelat.
Tembang lawas andalan ”Segitiga” dari album keempat yang dirilis 15 tahun lalu menggebrak menjadi lagu pembuka di konser sambil ngopi itu. Diikuti kemudian dengan singel ”Dikhianati” yang dirilis tahun lalu bersama dua singel lain, ”Garuda” dan ”Cinta Matiku”.
Perubahan aransemen dan nuansa yang coba dibawakan serta dihadirkan lewat lagu-lagu Cokelat kali ini lumayan terasa. Pada lagu keempat yang dibawakan, ”Jauh”, Febri dan sang gitaris, Edwin Marshal Sjarif, mengaransemen dan menginterpretasikan ulang lagu itu menjadi sedikit lebih jazzy walau tetap mendayu-dayu dan melankolis.
Namun, memang tetap ada sedikit perasaan masygul yang masih tersisa, terutama bagi mereka yang memang mengikuti perjalanan karier Cokelat sejak formasi awal. Beberapa hit lawas Cokelat masih kental terasa lekat dan identik dengan warna suara vokalis pertamanya, Kikan Namara.
Sebut saja lagu seperti ”Jauh”, ”Karma”, dan ”Bendera” yang kali ini juga dibawakan di atas panggung. Namun, warna suara Jackline yang terdengar lebih ringan dan tetap punya kekhasan tak dapat dimungkiri juga muncul dan memberi nuansa berbeda saat membawakan singel ”Peralihan Hati” yang liriknya juga dia tulis sendiri.
Lagu tersebut juga digarap dengan pendekatan berbeda, terutama dengan memasukkan unsur instrumen musik ”kekinian”, alat musik penyintesis (synthesizer) yang dimainkan sang produser, Irwan Simanjuntak.
Secara tema, singel terbaru Cokelat kali ini masih tak jauh-jauh dari perkara romansa dan pertarungan hati. Jackline menyebut, lagu itu berkisah tentang kondisi seseorang yang belum lama berpisah dengan kekasih hatinya, kemudian tengah berupaya menata ulang kembali hati dan kehidupannya. Sementara pada saat sama, datang orang lain menawarkan hubungan baru.
Yang juga menarik dalam konser kali ini, Cokelat terlihat tetap berupaya mempertahankan identitas sekaligus ciri khasnya sebagai band rock yang kental menyuarakan pesan damai serta rasa cinta Tanah Air dan kebanggaan terhadap bangsa dan negara.