Bersama Sahabat Menuju Garis Finis
Kristiawan (39) mengikuti lomba lari yang tidak biasa, Minggu (23/9/2018) pagi. Ia berlari sejauh 2,7 kilometer dengan kostum berbentuk botol minuman. Memang berat dan melelahkan, tetapi ia tidak merasa sendirian ketika berlari menuju ke garis finis.
Begitulah pengalaman Kristiawan ketika mengikuti lomba lari estafet Jakarta Kizuna Ekiden 2018 yang berlangsung di jalanan sekitar pusat perbelanjaan Plaza Senayan, Jakarta, Minggu mulai pukul 06.30. Lomba lari yang diselenggarakan harian Kompas dan surat kabar Jepang, Mainichi Shimbun, ini merupakan acara tahunan yang digelar sejak 2014.
Di antara 1.600 pelari yang mayoritas pelari amatir dalam lomba itu, tubuh Kristiawan hanya terlihat pada bagian wajah, kedua lengannya, dan kaki mulai dari lutut ke bawah, karena tertutup kostum botol itu. Selama berlari, ia berusaha keras menahan beban kostum, menggerakkan kaki, serta mengatur napas. Semua harus dilakukan secara bersamaan.
Tantangan bertambah berat karena Kristiawan merupakan pelari terakhir di timnya. Ia harus berlari ketika sinar matahari perlahan mulai terasa menyengat dan membuat kostumnya bertambah panas. ”Saat masuk rute lari di sekitar Jalan New Delhi, sudah mulai lemas. Beruntung saya didampingi rekan-rekan dan juga Bando-san, bahkan hingga finis,” tutur Kristiawan.
Bando, yang bernama lengkap Yoshihiro Bando (52), adalah Presiden Direktur PT Amerta Indah Otsuka, bos Kristiawan. Perusahaan tersebut memproduksi makanan dan minuman sehingga tak heran jika kostum yang dipilih adalah botol dari salah satu produk minumannya, sekaligus untuk berpromosi.
Di tim Otsuka ini, Bando menjadi pelari pertama. Saat Kristiawan beraksi sebagai pelari keempat atau terakhir, Bando ikut menemani anak buahnya itu. Dukungan Bando dan rekan-rekan lainnya membuat Kristiawan sedikit bisa melupakan rasa lelahnya, apalagi para suporter juga terus menyuntikkan semangat dari pinggir lintasan.
Semangat kerja sama
Ekiden, lomba lari estafet yang berawal di Jepang sejak tahun 1917, untuk memperingati pindahnya ibu kota Jepang dari Kyoto ke Tokyo itu, memang lekat dengan nilai-nilai persahabatan dan kerja sama. Salah satu ciri khasnya adalah penggunaan tasuki atau selempang warna putih, untuk menggantikan tongkat estafet.
Dalam Jakarta Kizuna Ekiden 2018 ini, ribuan pelari tersebut terbagi dalam 400 tim. Setiap tim diperkuat empat pelari yang secara akumulatif menempuh jarak 10,8 km. Artinya, setiap pelari harus menempuh jarak sekitar 2,7 km.
Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan agar semua pelari dalam sebuah tim berhasil memasuki garis finis. Motivasi dan saran dari rekan satu tim juga sangat berguna.
”Saya mengingat pesan Nakagawa-san, tak perlu mengejar waktu, yang penting sampai ke garis finis,” kata Anggun Astrini (29) seusai berlari di giliran pertama. Akihiko Nakagawa adalah rekan Anggun, pelari kedua.
Faktor kerja sama pula yang digarisbawahi Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii. Menurut Ishii, lomba ini terutama berguna untuk mempertemukan dan memberi pemahaman generasi muda dari kedua bangsa, ihwal hubungan kerja sama saling menguntungkan yang dijalin.
Apalagi, tahun ini bertepatan dengan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang.
Ishii menambahkan, generasi muda bisa memperkuat hubungan dua arah yang saling membantu. Hal ini terutama dikaitkan dengan gelombang revolusi industri 4.0, dengan ciri data raksasa dan kecerdasan buatan, yang mewujud dalam sistem cyber physical sebagai penghelanya.
Dia melihat, pada era revolusi industri 4.0, separuh dari korporasi Jepang akan melanjutkan praktik secara relatif sama seperti kini, terutama terkait kebutuhan infrastruktur dan industri berorientasi ekspor di Indonesia.
Ishii menegaskan, untuk Pemerintah RI, Jepang akan memprioritaskan tiga hal: investasi, ekspor, dan (pendidikan) vokasi. ”Ini tiga prioritas (yang) sangat penting, dan kami senang membantunya,” ujar Ishii.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir melepas para pelari merasa optimistis, bergabungnya Indonesia dan Jepang dalam satu tim estafet menandai eratnya hubungan kedua negara. Menurut Anies, kegiatan lari estafet harus bisa membagi peran dengan baik. ”Saya bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengucapkan terima kasih kepada Kompas Group yang konsisten menjaga persahabatan Indonesia-Jepang,” kata Anies menjelang pelepasan peserta lari.
Selain Anies, peserta juga dilepas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, dan Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo. Eko berharap lomba ini semakin memberi pemahaman bahwa hubungan pembangunan dan segala sesuatunya itu tak bisa sekaligus, tetapi secara berkesinambungan, secara estafet.
Dominasi Tim Denso
Tahun ini, lomba kembali dimenangi oleh tim Denso yang beranggotakan Feri Adriansyah, Kadrin, Kamarudin, dan satu warga Jepang, Y Ishimaru. Artinya, Denso sukses menjadi juara sebanyak lima kali, sejak tahun pertama lomba digelar.
Kali ini tim Denso mencatat waktu 35 menit dan 47 detik untuk melahap rute 10,8 km. ”Saya selalu ikut setiap tahun, tetapi juga merasa kekuatan lawan juga bertambah berat,” kata Kadrin, yang merupakan atlet asal Bima, Nusa Tenggara Barat.
Peringkat kedua diraih tim Toyota Motor Manufacturing Indonesia dengan waktu 36 menit dan 8 detik. Tim Panin Daiichi di posisi ketiga, dengan waktu 37 menit dan 11 detik.
Perhelatan 2018 juga dimeriahkan sejumlah pelari tamu, yakni selebritas Yuki Kato dan Haruka Nakagawa. Selain mereka, juga pesepak bola asal Jepang yang tergabung di PSMS Medan, Shohei Matsunaga, dan mantan kapten tim nasional sepak bola Indonesia, Ponaryo Astaman. (DEN/INK/E10/E19)