Debu Vulkanik Gunung Anak Krakatau Mengarah ke Barat Lampung
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang meningkat sejak Jumat (21/9/2018) menjadi pantauan utama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Sepanjang Jumat hingga Sabtu (22/9/2018) dini hari, gunung berapi aktif yang terletak di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, itu mengeluarkan 44 kali letusan.
Letusan itu turut menyebarkan debu vulkanik yang membahayakan kesehatan warga. Data terbaru yang dihasilkan menurut citra satelit cuaca BMKG menunjukkan, pada Senin (24/9/2018) pukul 10.00 hingga 12.00 WIB, persebaran debu vulkanik Gunung Anak Krakatau menuju arah barat hingga barat laut Provinsi Lampung.
Wilayah yang berisiko besar terdampak sebaran debu vulkanik antara lain Kecamatan Kotaagung dan pantai wisata Teluk Kiluan. Kedua wilayah itu masuk Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
Wilayah yang berisiko besar terdampak sebaran debu vulkanik antara lain Kecamatan Kotaagung dan pantai wisata Teluk Kiluan. Kedua wilayah itu masuk Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
Kepala Sub-Bidang Pengelolaan Citra Satelit Cuaca BMKG Asri Susilawati mengimbau masyarakat yang beraktivitas di kedua wilayah tersebut waspada. Selain itu, lanjutnya, warga perlu mengenakan masker untuk mencegah gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh partikel debu vulkanik.
”Sebab, partikel debu vulkanik ini berbahaya dan mengganggu kesehatan. Dibandingkan partikel asap, partikel debu vulkanik itu lebih tajam,” ujar Asri.
Ia menambahkan, partikel debu vulkanik juga dapat mengganggu penerbangan karena berdasarkan penelitian, partikel debu itu dapat menyebabkan kaca depan pesawat terbang tergores dan rusak.
Ke depan, aktivitas Gunung Anak Krakatau akan terus dipantau dan pihaknya akan memperbarui data hasil pantauan setiap 3 jam. Hal ini sejalan dengan pantauan terhadap aktivitas gunung berapi lain yang tengah meningkat pula aktivitasnya, yakni Gunung Dukono di Pulau Halmahera, juga Gunung Agung di Bali.
Pantauan itu, kata Asri, dilakukan dengan sistem deteksi metode RGB Analysis menggunakan citra dari satelit cuaca Himawari 8. Satelit ini berada di ketinggian 36.000 km di atas permukaan bumi dan berfungsi untuk memantau kondisi awan dan persebaran debu vulkanik.
Menurut Asri, diversi debu vulkanik Gunung Anak Krakatau dapat berubah arah, bergantung pada kecepatan dan arah angin.
Sementara menurut Kepala Sub-Bidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra, debu vulkanik dipastikan belum mengarah ke pusat Kota Bandar Lampung sehingga tidak mengganggu aktivitas warga di sana. Adapun kondisi cuaca di wilayah Lampung selatan masih cerah, dengan potensi hujan yang mulai meningkat pada sore hingga malam hari.
”Di sana, dalam pantauan cuaca menunjukkan sudah muncul potensi hujan sore hingga malam hari. Pagi sampai siang cuaca cerah. Hujan tentu dapat membersihkan debu vulkanik yang mengotori area di sana ya,” tutur Agie berharap.
Dengan data prakiraan cuaca dan pantauan debu vulkanik itu, BMKG akan berusaha mendukung informasi pencegahan dampak kerugian di masyarakat. (ROBERTUS RONY SETIAWAN)