Dugaan Unsur Kelalaian Petugas Diselidiki
JAKARTA, KOMPAS—Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya memeriksa anggota Kepolisian Resor Kepulauan Seribu guna menyelidiki ada-tidaknya unsur kelalaian dari kaburnya 20 tahanan polres tersebut pada Jumat (21/9/2018) lalu. Bukan sekali ini saja terdapat tahanan polres di bawah Polda Metro Jaya yang kabur.
Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya. Kepala Polres Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Victor Siagian mengatakan, pemeriksaan masih berjalan dan belum ada kesimpulan yang menyatakan terdapat kelalaian atau tidak. “Saya pun melakukan pemeriksaan. Jika ada anggota yang lalai, akan saya tindak,” tutur dia pada Minggu (23/9/2018).
Victor berpendapat, tidak ada masalah dari kondisi lingkungan sekitar Markas Perwakilan Polres Seribu di Cilincing, Jakarta Utara—lokasi penahanan para tahanan polres—yang mengakibatkan tahanan mudah kabur. Warga pun dinilai senang dengan kehadiran anggota Polres Kepulauan Seribu di sana karena meningkatkan keamanan wilayah. Namun, ia mengakui, memang terdapat keterbatasan dari sisi fasilitas gedung untuk menjalankan fungsi markas.
Markas perwakilan itu berada di Jalan Baru Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, yang berdampingan dengan toko-toko dan rumah-rumah penduduk. Lebar jalan akses ke markas sekitar empat meter, serta tergolong ramai oleh aktivitas perdagangan dan jasa. Laut berjarak sekitar 300 meter di utara markas perwakilan polres.
Sebanyak 20 tahanan Polres Kepulauan Seribu kabur pada Jumat (21/9/2018) sekitar pukul 16.00. Mereka semua merupakan tahanan terkait kasus penyalahgunaan narkotika. Kaburnya para tahanan ini berawal dari saat anggota Satuan Perawatan dan Barang Bukti, Brigadir Dua Nanda Agustian, mengantar tahanan Afroni menjalani tes urine.
Saat Nanda membawa kembali Afroni ke ruang tahanan, tiba-tiba tahanan di dalam mendorong dan memukul Nanda, lantas melarikan diri ke luar markas, ke berbagai arah. Ada tujuh orang yang berhasil ditangkap sesaat setelah mereka kabur.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kepulauan Seribu Inspektur Satu Fahmi Amarullah menuturkan, Afroni baru saja ditangkap pada Kamis (20/9/2018) malam karena kasus narkoba, dan polisi melakukan pengembangan kasus hingga pagi hari. Sesuai prosedur, Afroni lantas menjalani tes urine.
Yeni (50), seorang pemilik warung makan yang berjarak sekitar 20 meter dari markas perwakilan polres, menceritakan, ia pada Jumat sore kaget mendengar suara tembakan senjata di lingkungan tempat tinggalnya. Karena penasaran, ia lantas keluar rumah dan melihat polisi sedang mengejar-ngejar sejumlah orang. “Saya pikir sedang ada tawuran. Biasa kan polisi suka menghalau kalau ada yang tawuran,” tuturnya.
Ia kemudian baru tahu bahwa polisi sedang berupaya menangkap para tahanan yang kabur. Yeni sempat melihat seorang polisi yang didorong tahanan hingga jatuh saat proses pengejaran. Polisi tersebut lantas meletupkan tembakan peringatan.
Tiga tertangkap
Fahmi mengatakan, untuk mengejar para tahanan yang masih buron, terdapat tim gabungan yang terdiri dari anggota Polda Metro Jaya, Polres Kepulauan Seribu, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polres Pelabuhan Tanjung Priok. Hasilnya, kepolisian berdasarkan informasi hingga Minggu siang menangkap lagi tiga tahanan sehingga total sepuluh dari 20 tahanan yang kabur sudah diringkus.
Mereka yang baru-baru ini ditangkap yaitu Muhamad Kurnain alias Jul (36) pada Sabtu (22/9/2018) di Kampung Baru, Cagar Alam, Sawangan, Depok, serta Humaini (21) di Serang, Banten, dan Lukman Hakim (29) di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, hari Minggu.
Mereka yang masih bersembunyi adalah Muslimin alias Muslim bin Mamat (22), Rizki Maulana (20), Mohammad Kanualdi (18), Wandi alias Bob (27), dan Muhammad Arkiki (21). Selain itu, ada juga Junaedi (25), Joko Purwanto alias Joko bin Sardi (34), Hamzah Ramadhan Lubis alias Adit bin Ahmat Juli (31), Nasiul Umam bin Junaedi (27), dan Iswandi (40).
Victor menuturkan, kepolisian belum berhenti mencari. “Ini kami belum pulang, belum istirahat, masih di lapangan. Masih kami cari terus,” kata dia.
Sementara itu, Victor meminta maaf kepada Harian Kompas terkait adanya upaya sejumlah orang berpakaian sipil yang mengaku dari Polres Kepulauan Seribu untuk menghalang-halangi peliputan wartawan Kompas pada Sabtu lalu di rumah-rumah warga sekitar markas perwakilan. “Namanya anggota, mungkin lagi emosi, situasi (tekanan) lagi tinggi. Saya ini pun hampir tiap menit ditelpon wartawan, jadi ya makluminlah,” ucapnya.
Ia meminta wartawan langsung menghubungi dia ketika ada anggotanya yang diduga menghalangi tugas jurnalistik. Dengan demikian, ia bisa langsung menegur anggota tersebut.
Dalam liputan hari Minggu, wartawan Kompas relatif leluasa bertanya-tanya kepada warga di sekitar markas perwakilan. Fahmi pun bersedia menemui awak media yang menunggunya di depan markas.
Sebelum kasus tahanan kabur dari Markas Perwakilan Polres Kepulauan Seribu, Polres Metropolitan Jakarta Timur mengalami hal serupa tiga bulan lalu. Tahanan kasus narkoba berinisial AK (19) dan JM alias Jejen (36) kabur pada Jumat (22/6/2018) dari Markas Polres Metro Jakarta Timur di Jatinegara, Jakarta Timur.
Kedua tahanan ketika itu diduga menggunakan palu dan paku untuk menjebol dinding ruang tahanan di lantai lima gedung Polres Metro Jakarta Timur. Alat kemungkinan dibawa oleh pembesuk tahanan. Polisi meringkus AK pada hari yang sama saat berada di balik tembok, di antara kompleks Polres dengan kantor pegadaian dan rumah warga.
Dari kasus di Polres Metro Jakarta Timur, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono juga menyebutkan, Bid Propam menyelidiki dugaan kelalaian petugas penjaga tahanan mengingat penjebolan dinding bisa berjalan lancar hingga AK dan JM bisa keluar.
Di tahun lalu, delapan tahanan di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Barat kabur pada Sabtu (16/9/2017) sekitar pukul 03.30. Modusnya, menggergaji 16 besi teralis. (JOG)
Masih Diselidiki Propam
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono kemarin mengungkapkan, Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya masih menyelidiki unsur kelalaian petugas dalam insiden kaburnya para tahanan.
"Nanti Propam yang mengecek unsur kelalaian. Sekarang penyelidikan Propam masih berjalan," ujarnya.
Argo menuturkan, penyerangan oleh para tahanan terhadap petugas juga masih diselidiki Propam. Propam menyelidiki kronologis kejadian tersebut dan mengecek penyerangan seperti apa yang dilakukan para tahanan.
Mengenai tindakan beberapa orang berpakaian preman mengaku anggota Polri yang menghalangi wartawan saat meliput kaburnya para tahanan, Argo mengaku belum mendapat informasi.
"Sudah lapor atau belum? Kami belum tahu kejadiannya di mana," katanya.
Menurut Argo, saksi ahli yang nanti menentukan apakah tindakan tersebut termasuk menghalangi tugas wartawan.
Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pers dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. (WAD)