Juara China Terbuka, Awal Perjalanan Panjang Anthony
Changzhou, Minggu--Untuk menjadi yang terbaik harus mengalahkan yang terbaik. Itulah yang dilakukan Anthony Sinisuka Ginting saat menjuarai China Terbuka. Namun, perjalanannya untuk konsisten bersaing pada level elite masih panjang.
Anthony, satu-satunya wakil Indonesia pada final China Terbuka di Olympic Sports Center Xincheng Gymnasium, Changzhou, China, Minggu (23/9/2018), menang atas Kento Momota (Jepang), 23-21, 21-19. Anthony menjadi tunggal putra Indonesia pertama yang menjadi jaura China Terbuka setelah Alan Budikusuma pada 1994.
Sukses ini menjadi gelar ketiga Anthony dari tiga final yang diikutinya pada turnamen internasional level senior. Pada 2017, dia menjadi yang terbaik di Korea Terbuka setelah mengalahkan rekan sepelatnas, Jonatan Christie, di final. Awal tahun ini, Anthony menambah gelar dari Indonesia Masters.
Namun, gelar juara China Terbuka menjadi yang paling tinggi bagi atlet berusia 22 tahun tersebut. Turnamen ini adalah satu dari tiga turnamen BWF World Tour Super 1000, selain Indonesia Terbuka dan All England, yang hanya satu level di bawah kejuaraan dunia dan Olimpiade.
Trofi, yang diterima dari Presiden BWF Poul Erik Hoyer, lebih dari lambang juara. Anthony mendapatkannya setelah mengalahkan atlet-atlet "kelas berat" sejak babak pertama hingga final. Dia menyisihkan 4 juara dunia terakhir dan peraih emas tiga Olimpiade terakhir: Lin Dan (juara dunia 2011 dan 2013, medali emas Olimpiade Beijing 2008 dan London 2012), Chen Long (juara dunia 2014-2015 dan medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016), Viktor Axelsen (juara dunia 2017 dan tunggal putra nomor satu dunia saat ini), serta Momota (juara dunia 2018). Hasil ini dilengkapi revans atas Chou Tien Chen, pebulu tangkis Taiwan yang mengalahkan Anthony pada semifinal Asian Games 2018.
Saat mengalahkan Momota, atlet dari klub SGS PLN Bandung ini tetap tenang meski pertandingan berlangsung ketat dan kerap tertinggal dalam pengumpulan angka. Pada gim pertama misalnya, sempat tertinggal hingga 14-19, Anthony memperketat pertahanan dan merebut enam angka beruntun menjadi 20-19.
Melewati dua kali deuce, gim pertama ditutup Anthony lewat permainan reli yang menarik. Saat empat kali smesnya dikembalikan Momota, Anthony mengarahkan kok ke dekat net. Momota pun menjatuhkan diri untuk menjangkaunya. Anthony yang telah menunggu di depan dengan cepat mengarahkan kok ke bidang lapangan kosong.
Pada gim kedua, Anthony terus tertinggal dan bisa unggul pada skor 18-17. Ketenangannya sepanjang pertandingan berubah saat dia meraih match point, 20-19. Anthony, yang mendapat dukungan penonton tuan rumah dengan teriakan "Ginting, jia you!", mengepalkan tangan kiri ketika smes silangnya tak dapat dikembalikan Momota.
Pukulan drop shot yang membuat kok jatuh pelan, tipis di dalam garis tepi, tak terjangkau Momota dan menjadi penentu kemenangan Anthony. Dia menjatuhkan diri di lapangan sambil mengangkat kedua tangannya, sedangkan pelatih Hendry Saputra Ho terlihat berdoa mengucap syukur. Anthony membayar medali perunggu Asian Games 2018 dengan gelar juara China Terbuka.
"Dari Asian Games, saya belajar untuk menikmati pertandingan. Itu sangat penting. Dalam masa persiapan, fisik juga sangat diperhatikan karena kita tidak pernah tahu akan berhadapan dengan siapa. Kalau bertemu lawan berat, otomatis fisik harus sangat prima hingga final," tutur Anthony.
Saat Asian Games, Anthony juga sudah membuat kejutan dengan mengalahkan Momota dan Chen Long sebelum dihentikan Chou pada semifinal. Hendry menilai, selain fisik dan teknik, perkembangan mental menjadi kunci keberhasilan Anthony. "Dia sudah bisa mengatasi pikiran-pikiran yang sering membuatnya ragu," kata Hendry.
Jalan panjang
Penampilan Anthony mendapat pujian dari idola dan seniornya di SGS, Taufik Hidayat. Melalui akun Instagram, Taufik memuji permainan Anthony yang seperti menari di lapangan. Taufik juga mengingatkan agar pemain yang menjadi anggota pelatnas sejak 2013 itu tak cepat puas karena masih banyak pertandingan berat menanti.
Munculnya Anthony sebagai juara China Terbuka dan Jonatan yang mendapat medali emas Asian Games melegakan Alan Budikusuma. Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini juga mengingatkan bahwa kerja keras harus dilanjutkan untuk mewujudkan target medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti berkomentar, gelar juara yang diraih Anthony menjadi bagian dari pembinaan jangka panjang. Susy menilai, Anthony dan Jonatan berada dalam proses peningkatan dalam kematangan.
"Mereka menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, kini saatnya masuk level elite dunia. PBSI harus tetap bekerja keras untuk menjaga performa atlet dalam mewujudkan target pada kejuaraan-kejuaraan penting seperti olimpiade," kata Susy.
Jika Anthony dan kawan-kawan bisa menjaga konsistensi permainan mereka dalam persaingan level elite, Indonesia pun tak harus hanya bergantung pada nomor ganda putra, terutama dari Kevin Sanjaya Sukmuljo/Marcus Fernaldi Gideon.
Karena negara lain pun telah menghasilkan pemain baru yang berjaya di level dunia, seperti China di nomor ganda campuran. Dua peringkat teratas dunia saat ini dikuasai China, termasuk Zheng Siwei/Huang Yaqiong yang menjuarai China Terbuka.
Adapun Jepang sukses dengan regenerasi ganda putri, dengan lima pasangan berada di 10 besar dunia. Dua di antaranya tampil pada final di Changzhou, Ayaka Takahashi/Misaki Martsutomo dan Mayu Mataumoto/Wakana Nagahara. Takahashi/Matsumoto memenangi final tersebut.
Dua nomor lain, tunggal putri dan ganda putra, dijuarai pemain Eropa, masing-masing oleh Carolina Marin (Spanyol) dan Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen (Denmark).