Dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bersama para pemimpin parpol dan caleg serta Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman dan Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan melepaskan burung dara saat Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Dalam acara yang juga dihadiri wakil partai politik dan sejumlah caleg tersebut dideklarasikan kampanye antipolitisasi SARA, antipolitik uang, dan antihoaks.
l
JAKARTA, KOMPAS — Para pendukung dan sukarelawan diajak untuk terus menjaga komitmen dalam berkampanye, khususnya di media sosial. Upaya itu untuk mewujudkan Pemilu 2019 yang damai dan menyejukkan.
Pengamat politik dari Univesitas Paramadina, Hendri Satrio, di Jakarta, Minggu (23/9/2018) malam, mengatakan, saat kampanye nanti kekhawatiran justru muncul dari para sukarelawan dan pendukung yang saling beradu argumen.
Sebaiknya, saat berbicara tentang politik itu dari mulut sampai dagu saja, jangan sampai ke hati.
”Kalau hati sampai terluka dalam, itu justru akan membuat suasana semakin panas sehingga ujaran kebencian akan semakin banyak bermunculan,” ujarnya.
Sebelumnya, Minggu (23/9/2018), Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi membuka deklarasi kampanye damai Pemilu 2019 di kawasan Tugu Monumen Nasional di Jakarta.
Terdapat tiga butir ikrar deklarasi kampanye damai yang dibacakan oleh Ketua KPU dan Badan Pengawas Pemilu. Butir ikrar itu tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
Butir-butir ikrar tersebut adalah peserta pemilu diminta untuk mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Selanjutnya, melaksanakan kampanye pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoaks, ataupun politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan politik uang. Lalu, melaksanakan kampanye berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Kompas.id, 23/9/2018)
Sejumlah tantangan pemilu tahun depan akan dihadapi seluruh masyarakat Indonesia. Misalnya, residu pemilu tahun 2014 dan 2017 yang masih pekat justru akan membuat suasana kontestasi ke depan semakin panas. Sebaiknya residu tersebut tidak diangkat kembali karena dianggap sudah berbeda pasar.
”Tim kampanye kedua kubu harus bisa mengontrol para pemilihnya agar tidak mengujarkan kebencian,” kata Hendri.
Selain itu, Hendri menilai, jumlah sukarelawan yang lebih besar dibandingkan tim kampanye menunjukkan bahwa mereka cenderung cair dan tidak terlihat. Hal itu menjadi tantangan yang akan dihadapi oleh setiap kubu.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Lena Maryana Mukti, mengatakan, pihaknya telah membentuk tim Divisi Relawan.
Divisi itu akan berkoordinasi dengan semua sukarelawan dan memberikan arahan agar kampanye pemilu harus santun supaya dapat menarik simpati publik. ”Kami upayakan dengan mengedukasi publik untuk tidak melakukan apa yang dilarang.”
Sementara itu, juru bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Sandiaga, Dahnil Simanjuntak, menyampaikan, pihaknya akan memproduksi ajakan-ajakan persuasif yang telah dilakukan oleh pasangan yang diusung untuk meningkatkan elektabilitas.
Kekhawatiran lain bermunculan, misalnya pengaruh invisible hand yang memiliki infrastuktur dan suprastuktur cukup dan kuat dalam menyebarkan kabar hoaks.
Para sukarelawan dan pendukung diajak untuk menjaga kualitas demokrasi dan tidak bawa perasaan (baper).
”Jangan sampai gara-gara jempol tangan, Indonesia menjadi terpecah. Semua sukarelawan dan pendukung harus ikut menjaga agar kampanye damai terwujud,” ujar Hendri. (MELATI MEWANGI)