Pemerintah Perlu Sediakan Ruang Publik untuk Seniman Mural
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus vandalisme yang berupa grafiti di kereta mass rapid transit diharapkan menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat. Selain edukasi, diharapkan pemerintah menyediakan ruang bagi pencinta grafiti atau mural untuk mengekspresikan seni.
Jumat (21/9/2018) pekan lalu, petugas keamanan PT MRT Jakarta menemukan vandalisme di dinding kereta pada pukul 07.30. Bentuk vandalisme ini berupa coretan grafiti yang berwarna ungu, hijau, dan merah muda. Grafiti itu tidak begitu jelas bunyinya, tetapi panjang tulisannya sekitar 2 meter dengan tinggi lebih kurang 1 meter. Tulisan tersebut berada di badan kereta dan sedikit mengenai jendela.
Psikolog forensik Komisaris Besar Arif Nurcahyo mengatakan, kasus yang menimpa pada rangkaian kereta kedelapan dengan nomor K1 18 45 menjadi sebuah refleksi untuk pemerintah.
”Pemerintah harus memperketat keamanan terhadap fasilitas umum, mengedukasi masyakarat terkait fasilitas umum, dan perlu membuat tempat untuk para pencinta seni mural dan grafiti. Hal ini harus dilakukan dengan seluruh elemen bukan hanya satu elemen,” kata Arif Nurcahyo saat dihubungi Kompas, Senin (24/9/2018).
Pemerintah harus mengedukasi masyarakat, khususnya orang muda, mulai dari sekolah, tingkat kelurahan, hingga tingkat kecamatan. Nurcahyo mengatakan, hal yang diedukasi terkait pentingnya fasilitas publik yang tidak boleh dirusak. Vandalisme bukan hanya berkaitan dengan coretan, melainkan merusak barang-barang, membuang sampah sembarangan, dan menghilangkan barang di ruang publik.
Selain itu, Nurcahyo juga menandaskan bahwa hukuman yang dirasa cocok untuk para pelaku adalah dengan kerja sosial. Pelaku diminta membersihkan kereta tersebut hingga bersih. Kemudian pelaku diminta membuat surat pernyataan kepada PT MRT dan pemerintah daerahnya. Harapannya, agar ada empati dan niat perubahan yang muncul dari pelaku.
Sikap vandalisme bisa dikategorikan dalam dua hal. Pertama bahwa pelaku ingin menunjukkan karyanya. Kedua, adanya sikap protes yang dibuat olehnya. Nurcahyo mengatakan, kepolisian harus menggali motivasi tindakan tersebut. Lalu dilihat dari bentuknya, tindakan ini dibuat lebih dari satu orang. Ada orang yang bertugas menggambar dan juga yang bertugas mengamati penjagaan dari petugas keamanan.
”Tindakan ini bukan hanya dijawab dengan menangkap para pelaku, melainkan dijawab dengan mengedukasi masyarakat, khususnya anak muda. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat sebuah tempat untuk berekspresi para pencinta kesenian grafiti” kata Nurcahyo.
Pemberitaan Kompas pada tahun 2018 mencatat tiga kejadian vandalisme lainnya selain di MRT ini. Pertama, Sabtu (17/2/2018) terjadi perusakan fasilitas di Stadion Gelora Utama Bung Karno saat Persija melawan Bali United. Kedua, adanya coretan vandalisme yang terjadi di terowongan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (3/6/2018). Ketiga, Rabu, (25/7/2018) coretan grafiti dan mural di perempatan Mal Pondok Indah.
Olga Nipo (21), salah satu warga yang menyukai kesenian grafiti atau mural, mengatakan, tempat untuk mengekspresikan kesenian semacam grafiti atau mural dibutuhkan lebih banyak. Ia mengatakan, di kota Bogor terdapat Taman Corat-coret yang digunakan untuk komunitas pencinta seni mural dan grafiti. Warga dibebaskan untuk menggambar dan menulis, tetapi harus bergantian. Tempat tersebut pun menjadi salah satu destinasi kaum muda untuk berfoto.
”Saya berharap, ada tempat yang serupa dengan di Bogor. Banyak komunitas pencinta kesenian graifiti yang membutuhkan media,” katanya.
Perkembangan
Corporate Secretary PT MRT Jakarta Tubagus Hikmatullah mengatakan, kejadian vandalisme yang terjadi di kereta MRT saat ini masih dalam tahap penyelidikan yang dilakukan kepolisian. Kepolisian Daerah Metro Jaya membentuk tim gabungan yang terdiri dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Selatan, dan Polsek Cilandak.
Tim tersebut mengolah tempat kejadian dan mencari keterangan dari beberapa saksi yang terdiri dari karyawan PT MRT dan warga sekitar Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Senin.
Kondisi kereta yang dicoret-coret masih belum bisa dicat kembali. Tulisan tersebut masih digunakan pihak kepolisian untuk mencari petunjuk pelaku.
Keamanan di sekitar depo diperketat dengan menambah jumlah personel keamanan, menambah CCTV di dalam depo, dan meninggikan pagar depo yang dekat dengan area publik. Hingga sekarang, kereta tersebut masih menjadi tanggung jawab PT Sumitomo Indonesia dan belum diserahterimakan kepada PT MRT.
”Kami berharap tidak ada kejadian yang terulang kembali. Kami memastikan target pengoperasian kereta MRT tetap berjalan pada Maret 2019. Jadi, karena kejadian itu, target tidak akan meleset,” kata Tubagus yang ditemui di kantor PT MRT Jakarta. (JOHANNES DE DEO CC)