JAKARTA, KOMPAS — Rencana integrasi sistem transaksi di ruas Jalan Lingkar Luar Jakarta pada 29 September 2018 menuai beragam reaksi masyarakat. Sebagian mendukung kebijakan itu, tetapi sebagian lain menganggap integrasi itu hanyalah istilah lain kenaikan tarif tol.
Assistant Vice President (AVP) Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru Santosa membantah jika integrasi sistem transaksi dianggap sebagai kenaikan tarif. ”Jelas bukan, sudah ada peraturan bahwa kenaikan tarif hanya boleh dilakukan dua tahun sekali,” kata Dwimawan, Senin (24/9/2018).
Menurut Dwimawan, integrasi sistem transaksi tol bukan hal baru di Pulau Jawa. Namun, ia memaklumi jika sebagian masyarakat masih belum terbiasa jika integrasi sistem transaksi diterapkan di ruas JORR. Beberapa ruas JORR yang pembangunannya selesai pada waktu berbeda membuat integrasi sistem tarif tak bisa diterapkan sejak awal.
Oleh karena itu, beberapa gerbang tol (GT) akan dihilangkan atau tidak lagi ada transaksi, yakni di Gerbang Tol Meruya Utama, Rorotan, dan Semper. ”Soal reaksi masyarakat, itu kembali ke diskresi mereka. Saya yakin efektivitas tol akan membuat mereka tetap menggunakan tol terlepas ada integrasi sistem transaksi atau tidak,” ujar Dwimawan.
Ano Tarigan (30), sopir truk ekspedisi, menyambut baik kebijakan baru itu. ”Enak sekali lah kalau bayar sekali bisa lewat JORR sepuasnya,” kata Ano. Sopir truk dan sopir kendaraan jarak jauh lainnya merupakan golongan yang paling diuntungkan dengan integrasi sistem transaksi.
Sementara salah satu warga yang keberatan dengan sistem baru itu adalah Mulyadi (30), pedagang buah. Ia merasa keberatan jika harus membayar Rp 15.000 saat melewati ruas Bintaro Viaduct-Pondok Ranji. ”Kalau untuk masyarakat yang jarak tempuhnya pendek ya sistem ini merugikan sekali,” kata Mulyadi.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna mengatakan, integrasi sistem tarif di ruas Bintaro Viaduct-Pondok Ranji merupakan salah satu yang kerap membingungkan masyarakat. Pengguna kendaraan golongan I yang masuk melalui Bintaro Viaduct dikenai tarif Rp 3.000. Untuk arah sebaliknya, pengguna tol dikenai tarif Rp 15.000 untuk kendaraan golongan I.
”Sistem pembayaran yang berbeda di ruas itu diberlakukan karena sulit memantau arus kendaraan yang memilih keluar di Bintaro Viaduct atau masuk lagi ke ruas JORR,” kata Herry. Meskipun demikian, ia meyakini peralihan sistem itu akan berjalan lancar karena selama ini masyarakat terbiasa menggunakan integrasi sistem transaksi di ruas tol lainnya.
Selain ruas Bintaro Viaduct-Pondok Ranji, peraturan sistem integrasi mengharuskan pengguna dikenai tarif merata, yakni Rp 15.000 untuk kendaraan golongan I, Rp 22.500 untuk golongan II dan III, serta Rp 30.000 untuk golongan IV dan V. Kebijakan integrasi sistem transaksi Jalan Tol JORR telah diputuskan sejak Juni melalui Keputusan Menteri PUPR No 382/KPTS/M/2018 tertanggal 5 Juni 2018. (PANDU WIYOGA)