Divestasi Saham Freeport Diharapkan Bermanfaat bagi Mimika
Oleh
Elsa Emiria Leba
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Divestasi saham Freeport diharapkan dapat membawa manfaat terhadap Papua, khususnya Kabupaten Mimika. Pembagian saham dan pengelolaannya membutuhkan kolaborasi yang komprehensif dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Anas Iswanto Anwar di Jakarta, Kamis (25/9/2018), mengatakan, kolaborasi dibutuhkan karena pemerintah daerah belum mampu mendorong sektor ekonomi lainnya untuk berkembang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Timika menyebutkan, lebih dari 80 persen produk domestik regional bruto Kabupaten Mimika bergantung pada pertambangan atau operasi Freeport. Pada 2014, misalnya, usaha pertambangan mencapai 82 persen. Adapun usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya 2,55 persen serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, serta motor sebesar 2,94 persen.
”Keberadaan Freeport memiliki andil yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mimika ataupun Provinsi Papua pada umumnya,” kata Anas, dalam diskusi Kebijakan Divestasi Freeport untuk Kesejahteraan Mimika yang diselenggarakan Kompas.
Anas melanjutkan, keuntungan divestasi adalah adanya dana yang mencapai Rp 861,8 triliun untuk pemerintah. Divestasi secara umum juga akan meningkatkan kepercayaan dan kapasitas iklim investasi nasional.
Sebelumnya, terjadi kesepakatan divestasi saham PT Freeport Indonesia kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebesar 51 persen. Nilai transaksi divestasi tersebut sebesar 3,85 miliar dollar AS. Saham Inalum di Freeport saat ini 9,36 persen.
Dari pembelian saham yang akan dilakukan, 10 persen dari 51 persen saham akan didivestasikan kepada pemerintah daerah Papua. Keputusan tersebut dinyatakan Kementerian Keuangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dari keuntungan tersebut, lima pilar harus ditekankan untuk membangun Mimika. Lima pilar itu adalah pertumbuhan ekonomi, keadaan sosial yang sejahtera, ekologi yang berkelanjutan, kelembagaan lingkungan, dan penegakan hukum.
Pakar geologi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Iwan Munajat, mengatakan, Freeport dapat digunakan sebagai pusat pengembangan tambah bawah tanah di Indonesia.
Dia mengatakan, divestasi saham akan memudahkan pemerintah melakukan transfer ilmu pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik, bukan hanya di level operasional, melainkan juga di level manajerial.
”Inalum telah melakukan analisis biaya-manfaat untuk mengakuisisi Freeport,” katanya. Pembangunan Papua melalui tambang dapat dilakukan.
Akademisi Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Neles Tebay, mengatakan, pemerintah diharapkan lebih melibatkan penduduk asli Papua dalam membahas pembangunan Papua. Dua suku yang berada di Mimika, Amungme dan Kamoro, masih belum merasakan manfaat nyata keberadaan Freeport.
”Mereka bahkan tidak mengetahui pembahasan divestasi saham Freeport sebesar 51 persen itu,” kata Neles. Ia berharap keuntungan yang akan diperoleh akan meningkatkan human capital index penduduk setempat.
Harus lanjut
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan, operasi tambang Freeport harus terus berlanjut mengingat kontrak beroperasi akan selesai pada 2021. ”Freeport tidak boleh berhenti karena biaya untuk memulai kembali lebih mahal,” katanya.
Kontribusi Freeport kepada pendapatan nasional mencapai 0,9 persen. Selain masalah ekonomi, pemerintah juga akan menghadapi risiko masalah sosial karena Freeport memiliki sekitar 20.000 karyawan yang akan membutuhkan lapangan kerja baru.
Namun, ujarnya, persyaratan untuk membangun smelter oleh Freeport tidak diperlukan. Hal itu karena pengelolaan tambang dan smelter merupakan kegiatan yang sama-sama berisiko.