Masalah Ekonomi Menjadi Prioritas

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Dua pasangan capres-cawapres Joko Widodo-KH Ma\'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bersama pimpinan parpol dan caleg serta Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman dan Ketua Bawaslu Abhan melepas burung dara saat Deklarasi Kampanye Damai Pemilu Serentak 2019 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (23/9/2018).

Isu ekonomi dan kesejahteraan rakyat diprediksi jadi prioritas di Pilpres 2019. Dalam kontestasi ini, peran sukarelawan juga akan makin penting karena parpol dan caleg cenderung sibuk di pileg.

JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan Presiden 2019 menjadi pertemuan kedua antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam kontestasi demokrasi. Pada Pilpres 2014, keduanya juga berhadapan, tetapi dengan calon wakil presiden yang berbeda.

Dari sisi visi dan misi, ada poin-poin pada Pemilu 2014 yang dipertahankan di kontestasi kali ini oleh kedua capres. Kontestasi di Pilpres 2019 diduga akan didominasi isu terkait ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dari data visi dan misi yang diserahkan dua pasangan calon ke KPU, terlihat visi Joko Widodo-Ma’ruf Amin serupa dengan visi Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pemilu 2014, yakni ”terwujudnya Indonesia yang berdaulat mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”.

Sementara visi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilu 2019 adalah ”terwujudnya bangsa dan negara Republik Indonesia yang adil, makmur bermartabat, religius, berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antarwarga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial, dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Dari sisi frekuensi kata, kata yang sering muncul dalam visi dan misi Prabowo-Sandiaga, antara lain ”berkualitas”, ”bermartabat”, ”makmur”, dan ”adil”. Sementara pada visi dan misi Joko Widodo-Ma’ruf Amin, kata ”mandiri” dan ”tepercaya” muncul lebih dari satu kali.

Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Arsul Sani di Jakarta, Senin (24/9/2018), membenarkan, tiadanya perbedaan signifikan antara visi-misi dan program Nawacita I dengan Nawacita II. Ini karena sifat kampanye Jokowi-Ma’ruf adalah melanjutkan visi-misi dan program pemerintahan Jokowi-Kalla.

Adapun fokus pertama program Jokowi-Ma’ruf masih pembangunan manusia. Program yang relatif baru di kubu Jokowi-Ma\'ruf ialah penguatan ekonomi keumatan dan lembaga pendidikan keagamaan.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, masalah ekonomi yang jadi titik berat visi dan misi Prabowo-Sandiaga di Pemilu 2019 juga tidak berbeda jauh dengan visi dan misi Prabowo saat maju di Pilpres 2014. Ini karena pemerintah Jokowi-Kalla dinilai tak optimal di bidang ekonomi.

Namun, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, meyakini, isu ekonomi yang bersifat mikro akan lebih menjadi fokus kampanye Prabowo. Isu itu, misalnya, terkait akses kepada lapangan kerja dan harga kebutuhan pokok. Kehadiran Sandiaga Uno, ujarnya, akan memengaruhi narasi kampanye.

Sementara kubu Jokowi, lanjutnya, akan menekankan keberhasilan pemerintah.

Relawan

Dari sisi tim pemenangan, Fadli mengatakan ada perbedaan komposisi tim 2019 jika dibandingkan 2014. Jika tim 2014 didominasi figur-figur partai, pada 2019 mengakomodasi figur dari luar partai yang jumlahnya sekitar 30 persen dari jumlah seluruh anggota tim.

”Masuknya figur dari luar partai itu untuk memperluas basis konstituen. Kami juga tak bisa menutup mata akan menguatnya figur dari luar partai dan masyarakat sipil,” katanya.

SHARON UNTUK KOMPAS

Tim sukarelawan Prabowo-Sandi

Kerja tim badan pemenangan juga akan disokong oleh sukarelawan. ”Semua kekuatan dikerahkan, dari partai, caleg, badan pemenangan, hingga relawan,” ujarnya.

Di kubu Jokowi-Ma\'ruf, sukarelawan akan berperan lebih penting dalam upaya pemenangan jika dibandingkan pada 2014. Hal itu karena pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) yang digelar serentak pada 2019 membuat partai dan calegnya cenderung lebih fokus memperhatikan perolehan kursinya sendiri di pileg. ”Kehadiran sukarelawan semakin penting ketika partai dan caleg memikirkan perolehan suara sendiri,” kata Arsul. Ia menambahkan, saat ini sudah terverifikasi ada 420 kelompok sukarelawan di kubiu Jokowi-Ma\'ruf.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, menambahkan, makin pentingnya kehadiran sukarelawan ini juga dipicu oleh turunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik belakangan ini.

Namun, sukarelawan ini harus dikelola dengan tepat. ”Sukarelawan punya keunggulan dalam misi pendidikan politik. Mereka tidak hanya untuk memenangkan kandidat. Untuk itu, sukarelawan juga perlu punya argumen mengapa mendukung calon tertentu,” ujar Arie.

DIONISIO DAMARA UNTUK KOMPAS

Gerakan Wadyabala Jokowi (GWJ) mendukung deklarasi Indonesia damai pada Minggu (23/9/2018) di FX Sudirman, Jakarta Selatan.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, mengatakan, sukarelawan telah menjadi mesin politik baru, di samping tim kampanye, partai politik, logistik. ”Sukarelawan muncul menjadi mesin politik yang keempat karena dia sangat kuat memengaruhi opini masyarakat ketika perilaku memilih mereka belum sepenuhnya didasari pertimbangan rasional. Tidak rasional dalam arti mereka memilih bukan berdasarkan atas pertimbangan ideologi politik, tetapi sangat ditentukan oleh tokoh dan dapat (uang) berapa,” ujarnya.