"Suatu Saat Batubara Bakal Habis, Kita Harus Siap"
MEMPAWAH, KOMPAS—Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengajak swasta untuk berperan aktif dalam berbagai pembangunan di Indonesia. Pada Senin (24/9/2018), menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Siantan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Pembangkit listrik ini merupakan kerja sama pemerintah dengan PT Nusantara Infrastructure Tbk. Pembangkit listrik berkapasitas 15 Megawatt ini merupakan produk dari program kerja sama Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).
PT Nusantara Infrastructure Tbk menjual hasil listrik kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebanyak 10 MW dengan harga Rp 1.495 per kwh dan sisanya untuk operasional pabrik. Total penjualan listrik dari PLTBm Siantan, yaitu sebesar 70 juta kwh per tahun. Setelah 20 tahun, PLTBm Siantan akan menjadi milik PLN.
Seusai peresmian PLTBm Siantan, Kompas berkesempatan mewawancarai Bambang Brodjonegoro secara singkat terkait usaha kerja sama pemerintah dengan swasta dalam proyek pembangunan di Indonesia.
Berikut wawancara dengan Bambang.
Apakah kerja sama proyek pembangunan di Indonesia dengan skema PINA seperti PLTBm Siantan akan diterapkan pada pembangunan di tempat lain?
Proyek PLBm Siantan diperuntukkan untuk ketersediaan kebutuhan dasar listrik sebagai bentuk mitigasi terhadap perubahan iklim. Target kami, yaitu pada 2025 memiliki pembangkit listrik dengan menggunakan energi terbarukan sebesar 23 persen. Untuk saat ini baru mencapai 7 persen.
Dengan adanya infrastruktur ini, diharapakan dapat menggerakkan ekonomi sekitar seperti PLTBm Siantan yang menggunakan bahan bakar biomassa yang dihasilkan dari cangkang kelapa sawit.
Suplai bahan bakar tersebut pasti ada (dari masyarakat) sehingga dapat beroperasi secara penuh. Kami dari pemerintah akan bekerja sama dengan swasta untuk menggerakkan ekonomi wilayah sekitar.
Penggunaan bahan bakar ini tidak berpengaruh pada lingkungan sekitar karena menggunakan limbah sisa. Biomassa menggunakan energi terbarukan yang didapat dari berbagai sumber, seperti panas bumi yang menghasilkan potensi uap, air yang ada di danau dan sungai, serta biomassa yang dihasilkan dari material tertentu.
Proyek semacam ini (PLTBm Siantan) dapat dikembangkan di perkebunan kelapa sawit yang banyak terdapat di Riau dan Kalimantan. Kalau di Mentawai (Sumatera Barat) memakai bambu. Di Bantargebang (Jawa Barat) menggunakan sampah. Kami juga sedang dalam proses pembangunan seperti ini (PLTBm) di Sintang (Kalimantan Barat). Jadi proyek semacam ini mengikuti kondisi lokal setempat.
Di beberapa tempat juga ada yang menggunakan kotoran binatang sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Inisiatif seperti ini bagus dan menghasilkan energi.
Kita bergantung pada energi terbarukan. Kami memiliki komitmen pengembangan bersama dengan swasta. Energi terbarukan tidak hanya menjadi simbol atau hiasan di mata internasional. Kita masukkan energi terbarukan menjadi bagian dari energi primer. Suatu saat batubara akan habis. Secara global juga berkomitmen untuk tidak menggunakan batubara. Kita harus siap dari sekarang.
Berapa target elektrifikasi energi nasional?
Kami akan terus dorong infrastruktur ke energi. Secara nasional sebanyak 97 persen daerah terjangkau listrik. Itu secara makro. Kami akan terus mempercepat pembangunan di sektor energi agar investor tertarik. Listrik menjadi fokus utama karena menjadi kebutuhan dasar. Semua tergantung pada listrik.
Apakah ada pengaruh listrik terhadap peningkatan ekonomi?
Saya memiliki pengalaman di Jambi. Ada salah satu desa yang belum mendapatkan listrik. Mereka hanya mengandalkan genset dan lilin. Jadi sangat terbatas, akibatnya desa itu tertinggal dan miskin.
Setelah mencari dana dari berbagai sumber, seperti dari UNDP (United Nations Development Programme), Bank Jambi, dan beberapa pihak swasta, serta Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), kami membuat pembangkit listrik mikrohidro. Kami menggunakan sungai dengan skala kecil. Dari pembangkit listrik tersebut, ada 4 desa yang mendapat listrik. Pembangkit listrik tersebut dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Di tempat tersebut ada kemajuan. Anak-anak dapat belajar sampai malam, sebelumnya mereka hanya bisa belajar pada siang hari. Usaha kopi berkembang. Dulu mereka hanya jual biji kopi, sekarang dapat memakai penggiling, jadi bisa jual dalam bentuk bubuk dan paket. Nilai tambah mereka menjadi lebih tinggi daripada jual biji ke perantara. Sekarang bisa langsung ke pedagang besar.
Ada juga yang menggunakan untuk penetasan telur ayam. Bisnis jadi lebih baik. Listrik adalah layanan dan infrastruktur dasar.
Apakah program PINA juga akan menyentuh sektor pariwisata?
PINA memiliki fokus pada bidang infrastruktur, seperti jalan tol, energi terbarukan untuk mengurangi penggunaan energi fosil, bandara, pelabuhan, dan sumber daya air. Kami juga memberikan prioritas pada sektor pariwisata.
Kami bersama dengan Kementerian Pariwisata akan menandatangani kerja sama perihal pembiayaan investasi pariwisata. Kemenpar memiliki program 10 Bali baru, yaitu pengembangan pariwisata di 10 tempat agar dapat menjadi tempat pariwisata seperti di Bali. Ada di Danau Toba (Sumatera Utara), Belitung, Pulau Seribu (DKI Jakarta), Tanjung Lesung (Banten), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat) Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Tempat-tempat tersebut memiliki potensi pariwisata yang terus berkembang. Jadi kami fokus pada pariwisata yang terpadu, listrik, air, jalan, dan pelabuhan. Kami akan membawa fokus tersebut ke investor swasta. Namun, BUMN tetap berperan aktif, seperi yang ada di Nusa Dua (Bali) dan Mandalika, sedangkan swasta akan berperan dalam pembangun resort seperti yang ada di Tanjung Lesung.
Di sektor pariwisata, pihak swasta bangun fasilitas dengan kompensasi harus menjual tanahnya ke pihak kita (pemerintah).
Bulan depan akan ada pertemuan dengan IMF (International Monetary Fund) di Bali, apakah akan membawa program PINA ke dalam pertemuan tersebut?
Kegiatan ini merupakan agenda rutin, sebelumnya di Amerika Serikat, tepatnya di Washington dan selanjutnya di Lima (Peru) pada 2015. Tahun ini, kita menjadi tuan rumah setelah mengalahkan Kazakhstan dan Senegal.
Pada intinya pembahasan terkait dengan kementerian keuangan dan pengembangan komite, tetapi bukan hanya itu saja karena ada kegiatan lainnya, sekitar 2000 rapat selama seminggu. Itu mencakup kegiatan IMF dan world bank.
Baca: Peran Aktif Swasta Dibutuhkan untuk Mempercepat Pembangunan
PINA menjadi bagian dari itu. Paralel event namanya. PINA akan menjadi bagian dari kegiatan world bank/IMF. Paralel event dari Bappenas. Itu ada dua, satu PINA yang bekerja sama dengan swasta dan PINA yang bekerja dengan BUMN. Jadi di situ akan ditandatangani MOU dan lounching project-project yang sudah siap dikerjakan.