Sepak bola Indonesia dianggap dalam situasi gawat darurat karena terus berjatuhannya korban jiwa. PSSI lantas memutuskan menghentikan sementara Go-Jek Liga 1 akibat kematian suporter.
JAKARTA, KOMPAS -Tewasnya Haringga Sirla, suporter klub Persija Jakarta, Minggu (23/9/2018), menjadi momentum perbaikan sepak bola di Indonesia. Banyak pihak sepakat menghentikan sementara kompetisi Liga 1 untuk berintrospeksi dan mencari solusi terbaik dari masalah berulangnya kekerasan antarsuporter.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai kekerasan di sepak bola Indonesia termasuk dalam kondisi gawat darurat. Sejumlah kelompok suporter kerap melakukan kekerasan, bahkan hingga berujung hilangnya nyawa, tanpa merasa bersalah.
Berdasarkan riset Save Our Soccer, lembaga pemantau sepak bola nasional, setidaknya 70 suporter tewas akibat vandalisme di sepak bola Indonesia sejak 1995. Sebanyak 70 persen kasus kekerasan itu terjadi selama satu dekade terakhir. Dalam setahun terakhir, setidaknya tujuh nyawa melayang akibat kekerasan itu.
”Mau dibawa ke mana sepak bola Indonesia jika kekerasan demi kekerasan berlalu seolah biasa saja? Saatnya mengambil langkah dan tindakan yang tuntas demi masa depan olahraga dan penyelamatan generasi bangsa Indonesia,” tutur Haedar, kemarin.
Haedar meminta PSSI serta Kementerian Pemuda dan Olahraga mengambil langkah tegas dan berani untuk memutus mata rantai kekerasan di sepak bola. ”Jika penanganannya tambal sulam dan biasa saja, tragedi serupa akan terus terulang,” tegasnya.
Kasus tewasnya Haringga akibat dikeroyok sejumlah oknum suporter Persib Bandung jelang laga kontra Persija, Minggu lalu, juga mengundang keprihatinan Presiden Joko Widodo. Ia meminta para pihak terkait duduk bersama mencari jalan keluar atas kekerasan antarsuporter yang kerap terjadi.
”Kekerasan semacam itu harus segera distop karena olahraga itu menjunjung sportivitas. Jangan sampai fanatisme yang berlebihan jadi kebablasan sehingga terjadi kriminalitas,” kata Presiden.
Tunda laga Liga 1
Menyikapi kasus itu, PSSI memutuskan menunda semua laga Liga 1 hingga waktu yang belum ditentukan. Keputusan itu dihasilkan dalam sidang khusus Komite Eksekutif PSSI pada Selasa malam. Liga 1 saat ini memasuki pekan ke-24 dari total 34 pekan dalam semusim. Persib berada di puncak klasemen kompetisi kasta teratas di Indonesia itu.
”Langkah ini adalah bentuk keprihatinan dan belasungkawa terhadap almarhum korban. Biarkan tenang dulu, baru kita berpikir jernih. Berikan kami waktu untuk berkonsolidasi bersama PT Liga (operator Liga 1), suporter, dan klub. Kami akan membahas ini dengan utuh dan segera,” kata Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi.
Edy berjanji, PSSI bakal mencari solusi terbaik dan menyusun prosedur standar operasi untuk meminimalkan kekerasan suporter di sepak bola. Namun, ungkapnya, PSSI tidak bisa bekerja sendiri mengatasi masalah kompleks itu. ”Kami juga akan berkoordinasi dengan Kemenpora, BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia), KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), dan kepolisian. Jika diagnosis (masalah tidak tepat), kasus itu akan terus berulang,” ujar Edy.
Dengan demikian, untuk kedua kali sejak 2015, liga profesional sepak bola di Indonesia terhenti di tengah musim. Pada 2015, Liga Super Indonesia tidak bisa berlanjut menyusul konflik antara PSSI dan pemerintah terkait masalah profesionalisme dan legalitas klub. Masalah itu lantas berujung pada pembekuan PSSI oleh FIFA.
Bedanya, kali ini, banyak pihak mendukung penghentian sementara liga profesional. Dukungan itu salah satunya datang dari Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI). ”Kami sepakat tidak akan bermain hingga adanya nota damai suporter. Nota itu guna memastikan insiden tersebut tak terulang kembali,” kata Wakil Presiden APPI Andritany Ardhyasa di Jakarta, kemarin.
Presiden Klub Madura United Achsanul Qosasi mengatakan, dengan dihentikannya sementara Liga 1, PSSI dan pihak terkait bisa fokus mencari jalan keluar masalah itu. ”Karena ini kejadian luar biasa, PSSI dan operator tidak bisa menanganinya dengan cara yang biasa,” kata Achsanul.
Terkait potensi sanksi, selain sanksi tegas seperti pengurangan poin, Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali juga menyarankan perlunya Indonesia meniru langkah Inggris dalam memberantas hooliganisme. Negeri kelahiran sepak bola itu pernah kewalahan dengan masalah tersebtu pada era 1980-an.
Namun, hooliganisme berkurang drastis sejak lahirnya Undang-Undang Penonton Sepak Bola pada 1989.