Saat ini ada berbagai ragam pola diet beredar di masyarakat dan dipercaya keampuhannya. Setiap pola diet memiliki panutan, yakni orang yang berhasil dengan diet terkait. Dengan berbagai variasi, secara prinsip diet yang dianut umumnya berupa diet rendah lemak atau diet rendah karbohidrat.
Apa pun jenis diet yang dipilih, ternyata diet rendah lemak ataupun rendah karbohidrat memiliki efek sama dalam menurunkan berat badan. Penelitian yang dipublikasikan di The Journal of the American Medical Association (JAMA) 20 Februari 2018 itu menemukan, keberhasilan diet juga tidak tergantung pada faktor, seperti pola genetik, kadar insulin, maupun mikrobiome (keragaman mikroba dalam tubuh).
Menurut Christopher Gardner, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, Amerika Serikat, yang juga ketua tim peneliti, dalam memilih, yang perlu diperhatikan adalah diet rendah lemak ataupun rendah karbohidrat itu harus yang sehat. Sebagai contoh, minuman bersoda adalah rendah lemak, tetapi tidak sehat. Sementara lemak babi adalah rendah karbohidrat, tetapi avokad tentu lebih sehat.
”Jadi, diet apa pun yang dipilih, sebaiknya dipastikan makanan yang dikonsumsi adalah makanan segar, bukan makanan yang diproses. Diet juga sebaiknya tidak menyebabkan kelaparan atau kekurangan gizi karena pola makan itu akan sulit dipertahankan. Diet sebaiknya menjadi pola makan yang dijalani selama hidup,” kata Gardner kepada Sciencedaily.com.
Hal lain yang perlu diperhatikan, konsumsi karbohidrat terlalu rendah bisa meningkatkan risiko kematian. Penelitian Sara B Seidelmann dan kolega dari Brigham and Women’s Hospital Boston, AS, yang dimuat di The Lancet pada 16 Agustus 2018 menunjukkan hubungan epidemiologi antara asupan karbohidrat dan kematian berbentuk huruf U.
Risiko terendah adalah pada mereka dengan asupan karbohidrat 50-55 persen dari kebutuhan energi. Adapun risiko tertinggi di kedua ujung bentuk U adalah mereka dengan asupan karbohidrat sangat rendah ataupun asupan karbohidrat sangat tinggi.
Seidelmann, ahli jantung dan gizi, menganalisis data kematian dan diet lebih dari 15.400 pria dan wanita yang diikuti selama 25 tahun sebagai bagian dari penelitian Risiko Aterosklerosis di Masyarakat (ARIC) terkait asupan karbohidrat.
Bisa dikatakan, zat gizi esensial harus dikonsumsi di atas batas minimal untuk mencegah defisiensi. Sebaliknya, zat itu harus dikonsumsi di bawah batas maksimal untuk menghindari dampak buruk. Pendekatan ini untuk menjaga keseimbangan proses fisiologis dan kesehatan.
Karbohidrat memang bukan zat gizi esensial sebagaimana protein dan lemak, tetapi zat gizi itu diperlukan dalam jumlah tertentu untuk mencukupi kebutuhan energi jangka pendek dalam aktivitas fisik serta memelihara asupan lemak dan protein terkait keseimbangan proses fisiologis dan kesehatan.
Ditemukan, kematian meningkat saat karbohidrat diganti dengan protein dan lemak hewani. Diet rendah karbohidrat biasanya mengandalkan pemenuhan energi dari protein dan lemak hewani, misalnya daging kambing, sapi, babi, dan ayam. Risiko kematian menurun saat karbohidrat diganti protein dan lemak nabati yang berasal dari kacang-kacangan, sayuran, mentega nabati, dan roti gandum utuh.
Temuan Seidelmann selaras dengan yang dikemukakan Gardner. Kunci untuk menurunkan berat badan dan mempertahankan berat ideal adalah mengonsumsi lebih sedikit gula dan tepung atau sumber karbohidrat olahan. Sebaliknya, dianjurkan mengonsumsi lebih banyak sayuran, buah, biji-bijian utuh, ikan, dan daging hewan yang diberi pakan alami.
Untuk lebih mudahnya, Kementerian Kesehatan memperkenalkan Pedoman Gizi Seimbang lewat ”piring makanku.” Setiap kali makan, setengah bagian piring diisi berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Setengah bagian lain diisi sumber protein (nabati dan hewani) serta sumber karbohidrat. Kurangi lemak, gula, dan garam serta pastikan minum air putih 2 liter atau 8 gelas per hari.