B Josie Susilo Hardianto dan Nina Susilo dari New York, Amerika Serikat
·3 menit baca
NEW YORK, KOMPAS -Di tengah situasi perang dagang dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia dan mundurnya Amerika Serikat dari Kesepakatan Nuklir Iran, Sidang Ke-73 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dimulai, Selasa (25/9/2018), di Markas Besar PBB, New York. Presiden AS Donald Trump dalam sidang mengkritik kebijakan China yang telah menyebabkan negaranya mengalami defisit besar dan Iran yang dituding sebagai penyebar kekacauan serta kematian.
Dalam pembukaan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Indonesia telah menggelar sejumlah pertemuan pendahuluan. Pada Senin lalu, Indonesia bersama Malaysia dan Singapura menggelar pertemuan bersama membahas isu Rohingya, yang diikuti pula oleh Myanmar dan Bangladesh. Pada Selasa, pertemuan serupa digelar dengan Kanada menjadi inisiator.
Trump menuding China telah menyebabkan AS mengalami defisit besar lewat kebijakannya yang tidak adil seperti subsidi. Karena itu, apa yang dilakukan Trump sekarang bertujuan mengatasi defisit sekaligus melindungi warga AS. Trump juga mengkritik OPEC yang menyebabkan harga minyak tinggi.
Sekutu tradisional AS, yakni Jerman, tidak lepas dari kritik Trump. Menurut dia, negara itu sekarang menjadi bergantung pada Rusia karena telah mendapat pasokan gas sangat besar dari Moskwa. Anggota delegasi Jerman tersenyum-senyum saat Trump mengutarakan hal tersebut.
Berbagi tanggung jawab
Ditemui di sela-sela pembukaan Sidang Majelis Umum PBB, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengingatkan, untuk mencapai perdamaian dan kesejahteraan, setiap negara perlu berbagi tanggung jawab. Diperlukan pula kepemimpinan global dengan setiap pemangku kepentingan menunjukkan keterlibatan dalam kerja bersama. Dengan kata lain, kecenderungan untuk menjadi eksklusif dan melakukan tindakan-tindakan unilateral justru akan menggerogoti perdamaian global.
”Tanpa tanggung jawab bersama, tidak mungkin kesejahteraan dan perdamaian dunia tercipta,” ujar Retno.
Dalam pertemuan membahas isu Myanmar yang dihadiri Indonesia, salah satu hal yang disoroti adalah perlunya segera dibangun lingkungan yang kondusif di negara itu agar warga Rohingya di pengungsian dapat dipulangkan kembali (repatriasi). Maka, hal krusial yang harus dilakukan bersama oleh Myanmar dan Bangladesh adalah membangun sikap saling percaya.
Selain itu, hendaknya diwujudkan pembangunan ekonomi inklusif agar tidak terjadi segregasi. ”Dengan demikian, ada langkah lanjut konkret. Melalui ekonomi inklusif, kita bisa membangun bersama sikap saling percaya di tingkat masyarakat,” ujar Retno.
Salah satu hal yang disoroti adalah perlunya segera dibangun lingkungan yang kondusif di negara itu agar warga Rohingya di pengungsian dapat dipulangkan kembali.
Upaya konkret oleh Indonesia adalah mengembangkan pasar bersama di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang saat ini masih dalam proses perizinan. Indonesia juga membangun rumah sakit di Rakhine. Pembangunan dilakukan bersama-sama oleh beberapa komunitas dengan latar belakang berbeda.
Juru bicara Wakil Presiden, Husain Abdullah, mengatakan, beberapa isu yang akan digarisbawahi oleh Kalla adalah masalah perang dagang dan proteksionisme. Sebagaimana disebutkan Menlu Retno, Wapres juga menyoroti pentingnya kepemimpinan global yang mampu mengelola persoalan itu. Wapres dijadwalkan menyampaikan pidato pada Kamis besok.(ATO)