STOCKHOLM, SELASA — Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven kalah dalam pemungutan suara mosi tidak percaya di parlemen, Selasa (25/9/2018). Sebanyak 204 dari 349 anggota parlemen tidak mendukung Lofven. Hanya 142 suara yang mendukungnya.
Dengan hasil tersebut, Lofven harus mundur dari jabatan yang sudah dipegangnya selama empat tahun itu. Meski demikian, Lofven masih akan tetap menjadi perdana menteri sementara, sampai nanti pemerintahan baru terbentuk. Proses ini akan membutuhkan waktu berminggu-minggu karena tidak ada blok politik dominan yang menguasai parlemen. Belum jelas siapa atau pihak mana yang akan membentuk pemerintahan selanjutnya.
Proses ini akan membutuhkan waktu berminggu-minggu karena tidak ada blok politik dominan yang menguasai parlemen.
Dengan hasil pemilihan, 9 September lalu, tidak ada partai mayoritas di parlemen (hung parliament). Pada waktu itu, blok tengah-kiri Lofven hanya bisa mengumpulkan 144 kursi. Adapun blok oposisi tengah-kanan, Aliansi, mendapatkan 143 kursi.
Hung parliament biasa digunakan dalam sistem Westminster untuk menggambarkan situasi ketiadaan partai politik atau koalisi yang menguasai mayoritas di parlemen. Dalam sistem ini, jika terjadi hung parliament, tidak ada partai atau koalisi yang memiliki mandat untuk mengambil kendali eksekutif.
Partai anti-imigrasi Demokrat Swedia yang menguasai 62 kursi dan dijauhi semua partai politik sejak masuk ke parlemen pada 2010 justru memberikan suaranya kepada Aliansi.
Para pengamat berharap, Ketua Parlemen Andreas Norlen akan memilih Ulf Kristersson, pemimpin partai Moderat yang menjadi partai terbesar dalam Aliansi, sebagai pihak yang membentuk pemerintahan baru. Norlen akan bertemu dengan para pemimpin dari delapan partai yang ada di parlemen beberapa hari ke depan untuk menentukan siapa yang paling tepat dipasrahi membentuk pemerintahan baru.
”Swedia membutuhkan pemerintahan baru yang mendapat dukungan politik lebih luas untuk mewujudkan reformasi,” kata Kristersson kepada parlemen sebelum pemungutan suara.
Namun, lagi-lagi, karena tidak berasal dari partai mayoritas dalam parlemen, Kristersson membutuhkan dukungan dari Demokrat Swedia, kelompok yang condong ke supremasi kulit putih atau blok tengah-kiri.
”Jika partai-partai dalam Aliansi memilih mencoba menyusun pemerintahan sebagai blok terkecil, berarti mereka sepenuhnya bergantung pada Demokrat Swedia,” papar Lofven.
Pemimpin Demokrat Swedia Jimmie Akesson menegaskan, partainya ingin suaranya ikut diperhitungkan saat menyusun kebijakan pemerintah. Hal ini merupakan harga yang harus dibayar jika parlemen membutuhkan Demokrat Swedia untuk membentuk pemerintahan baru.
”Kami akan melakukan apa saja untuk menghentikan upaya membentuk pemerintahan. Cara apa pun akan diambil untuk menurunkan pemerintahan yang tidak memberikan kami kekuatan sebanding dengan dukungan suara kami,” ungkapnya.
Partai-partai yang masuk blok Aliansi, yakni Moderat, Pusat, Liberal, dan Demokrat Kristiani, sudah menyatakan tidak mau bernegosiasi dengan Demokrat Swedia yang hendak membekukan imigrasi. Demokrat Swedia juga sudah menyerukan pemungutan suara baru mengenai keanggotaan di Uni Eropa.
Lovfen sudah menyatakan tidak akan mendukung Aliansi sehingga menyebabkan dinamika politik buntu. Ia menegaskan tetap ingin memegang posisi perdana menteri. Namun, keputusan ini tidak berada di tangan Lovfen, tetapi di pemimpin parlemen.
Jika masih saja belum ada keputusan, Swedia harus mengadakan pemilihan lagi dalam waktu tiga bulan. Namun, mengingat kemungkinan situasi tidak akan berubah meski diadakan pemilihan lagi, diperkirakan parlemen akan mengambil langkah kompromi.
Ada sejumlah pihak yang sudah menyarankan pemerintahan dibentuk lewat gabungan partai, tetapi biaya politiknya akan besar dan proses negosiasi memakan waktu lama. (REUTERS/AFP)