Pengembangan Jagung Belum Sinkron
Penghentian impor jagung dinilai belum sinkron dengan rencana pengembangannya. Sentra produksi terpisah dengan industri pakan dan peternak.
JAKARTA, KOMPAS - Selain problem akurasi data produksi, kisruh jagung berulang karena kebijakan penghentian impor jagung tidak sejalan dengan program pengembangannya. Jagung banyak diproduksi di luar Pulau Jawa, sementara pabrik pakan dan peternakan sebagai konsumen utamanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Akibatnya, ongkos distribusi jadi lebih tinggi. Kenaikan harga jagung pakan beberapa bulan terakhir dinilai turut dipicu oleh faktor tersebut. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu menjembatani hulu-hilir sehingga pasokan jagung terjamin sepanjang tahun.
Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Sri Widayati dalam diskusi bertema pakan ternak di Jakarta, Selasa (25/9/2018) menyebutkan, sebanyak 66 pabrik atau 71 persen dari total 92 pabrik pakan ternak berada di Pulau Jawa. Sementara sentra peternakan sebagian besar ada di Pulau Jawa.
Data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), 66 pabrik di Pulau Jawa memiliki kapasitas produksi pakan 17,77 juta ton per tahun atau 74 persen dari total kapasitas produksi 92 pabrik yang mencapai 24 juta ton per tahun. Menurut Penasihat GPMT, Sudirman, sinkronisasi antara sentra jagung dengan sentra pabrik pakan dan sentra peternakan seharusnya diatur dalam perencanaan pengembangan. Sayangnya, perencanaan itu belum matang saat keran impor jagung dikurangi dan kemudian ditutup pemerintah.
Ketidakmatangan itu terlihat dari pengembangan lahan jagung di luar sentra pabrik pakan. "Contohnya di Kalimantan Utara dan Maluku Utara. Di sana, tidak ada pabrik pakan sehingga bebannya ada di biaya logistik," kata Sudirman saat dihubungi terpisah.
Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menyebutkan, rata-rata pengembangan luas panen jagung di Kalimantan Utara mencapai 75,5 persen per tahun dalam tiga tahun terakhir. Luas panen meningkat dari 474 hektar tahun 2015 dan diproyeksikan mencapai 1.830 hektar pada akhir tahun 2018.
Pengembangan luas panen jagung di Maluku Utara mencapai angka tertinggi secara nasional, yakni 269,2 persen per tahun. Pada tahun 2015, luas panen tercatat 3.892 hektar. Kementerian Pertanian memproyeksikan pada akhir tahun 2018 angkanya meningkat hingga 81.026 hektar.
Distribusi
Kepala Seksi Bahan Pokok Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Yoseph, dalam diskusi tersebut menyoroti soal distribusi jagung. Menurut dia, aspek distribusi berkontribusi dalam kenaikan harga jagung saat ini.
Harga jagung di gudang pabrik pakan naik dari Rp 3.700 per kilogram (kg) pada Maret 2018 menjadi Rp 5.100-5.250 per kg pada awal September 2018. Sebelumnya, sejumlah peternak ayam di sentra Jawa Timur dan Banten mengeluh karena kenaikan itu.
Sebagai solusi taktis, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, pemerintah harus memfokuskan pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas logistik. Utamanya, konektivitas antara sentra jagung dengan sentra pabrik pakan. Targetnya, waktu tempuh, ongkos pengiriman, dan harga jagung bisa ditekan di tingkat peternak dan pabrik pakan.
Menurut Sudirman, penanganan pascapanen jagung juga perlu perbaikan. "Pengembangan lahan seharusnya memperhatikan jumlah dan kapasitas mesin pengering jagung yang ada di daerah tersebut. Fasilitas perawatan dan perbaikan mesin itu juga harus diperhitungkan," ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melibatkan swasta dalam investasi pascapanen jagung. Bentuknya dapat berupa insentif pajak atau keringanan kredit.
Kementerian Pertanian, menurut Sri Widayati, tengah menambah jumlah mobil pengering jagung. Ada tiga mobil yang prototipenya berasal dari swasta dengan harga Rp 1,2 miliar per unit.
Kekeringan
Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Gatot Irianto dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyebutkan, suplai jagung semestinya aman. Sebab, produksi mencukupi kebutuhan. Kekeringan dinilai tidak siginifikan pengaruhnya. Tahun ini, produksi jagung diproyeksikan 30,05 juta ton.
Akan tetapi, menurut Sekretaris Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola, produksi jagung terdampak oleh kekeringan yang melanda sejumlah daerah. Normalnya, produktivitas jagung nasional 5 ton per hektar, tetapi kekeringan menekan produktivitas lahan hinggajadi 4 ton per hektar. Lahan-lahan tanam yang mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan pun terancam gagal panen.