20 Calon Pekerja Migran Diselamatkan dari Penampungan
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rencana pemberangkatan 20 perempuan calon pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia ke Singapura dan Malaysia tanpa dokumen resmi, dibatalkan. Selasa (25/9/2018) malam mereka dipindahkan dari sebuah balai penampungan perusahaan penempatan tenaga kerja di Ciracas ke Rumah Perlindungan Trauma Center/Panti Sosial Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Sosial di Jakarta Timur.
Mereka dilarang berangkat ke luar negeri karena tidak ada satu pun yang mengantongi Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dan dokumen persyaratan yang wajib dimiliki pekerja migran Indonesia atau tenaga kerja Indonesia (TKI).
Padahal KTKLN merupakan kartu identitas bagi pekerja migran sekaligus sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah memenuhi prosedur untuk bekerja ke luar negeri. KTKLN juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan baik pada masa penempatan (selama bekerja di luar negeri) maupun pasca penempatan (setelah selesai kontrak dan pulang ke Tanah Air).
Karena itu, diduga proses penempatan para perempuan calon pekerja migran tersebut, ada indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Selain tidak dilengkapi dokumen resmi, selama proses persiapan, para calon pekerja migran yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air itu dikurung selama berbulan-bulan di tempat penampungan milik PT MDM di Jalan Kepala Dua Wetan III, Kelurahan Kelapa Dua, Ciracas, Jakarta Timur.
Mereka dilarang keluar penampungan, telepon genggam ditahan hanya diberikan pada akhir pekan. Tempat tidur tidak layak karena semua disatukan dalam satu ruangan yang berukuran sekitar 12 x 7 meter, yang berada di lantai II yang kondisi ruangannya sangat panas, apalagi atapnya dari asbes. Di tempat itu hanya ada 1 kamar mandi dan sekaligus WC yang bisa dipakai. Selain itu, mereka tidak diijinkan keluar penampungan untuk beribadah, bahkan ada orangtua yang meninggal tidak diijinkan pulang.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, setelah mendapat informasi dari Deputi Perlindungan Hak Perempuan KPPPA Vennetia R Danes, Rabu (26/9/2018) siang menemui ke 20 calon pekerja migran tersebut. Hampir semua perempuan menangis ketika bertemu Yohana, dan sempat menyampaikan kondisi yang mereka alami.
"Ini melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Aparat penegak hukum harus mengusut ini, apalagi kalau sampai ada sindikat dan mafia TPPO," ujar Yohana mengingatkan perusahaan penempatan pekerja migran jangan main-main dengan undang-undang
Kepada perempuan calon pekerja, Yohana mengingatkan bahwa jika mereka diberangkatkan ke luar negeri tanpa mengantongi dokumen resmi, itu sangat berbahaya. Mereka bisa menjadi korban TPPO.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Kementerian Tenaga Kerja Yohana diminta agar segera memulangkan para perempuan tersebut ke daerah masing-masing.
Sebanyak 20 calon pekerja migran tersebut merupakan bagian dari 36 calon pekerja migran yang ditampung oleh PT MDM. Dari 36 calon pekerja migran tersebut, paling banyak dari Lampung (20 orang), Sulawesi Tengah (9 orang), Jawa Barat (4), sisanya dari Jawa Timur (1), Banten (1), dan Medan (1). Mereka telah ditampung di penampungan tersebut dalam waktu yang berbeda-beda. Ada yang lebih dari tiga bulan.
Informasi ke KPPPA
Terungkapnya kasus tersebut, berawal dari informasi yang diterima Vennetia R Dannes tentang adanya puluhan calon pekerja migran yang dikurung di tempat penampungan di Ciracas. Senin (24/9/2018), tim KPPPA berkoordinasi dengan BNP2TKI, Kemnaker, dan Bareskrim Polri, yang langsung melakukan inspeksi mendadak ke lokasi penampungan.
Kepala Sub Direktorat Pengamanan, Direktorat Pengamanan dan Pengawasan, BNP2TKI Komisaris Besar (Pol) Martireni Narmadiana dan Kepala Seksi Perlindungan Pra dan Purna Penempatan TKI dari Subdit Perlindungan TKI Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker Ali Tsabith Kholidi menyatakan perusahaan tersebut memiliki ijin, tetapi proses administrasi untuk pengiriman calon pekerja ke luar negeri tidak sesuai prosedur.
Selain tidak mengantongi KTKLN, ke-20 calon PMI tidak memiliki dokumen seperti sertifikat kompetensi kerja, surat keterangan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi, paspor, visa kerja, perjanjian penempatan, dan perjanjian kerja.
Bahkan dari 16 yang memiliki dokumen resmi, tiga di antaranya datanya dipalsukan yakni usia dan alamat aslinya. Ali menegaskan, perusahaan tersebut melanggar UU dan akan dikenakan sanksi berat yakni ijinnya akan dicabut.
Rabu petang, Vennetia didampingi Martireni dan Ali Tsabith mendatangi tempat penampungan PT MDM di Jalan Kepala Dua Wetan III, Kelurahan Kelapa Dua, Ciracas, Jakarta Timur. Di sana tinggal 16 calon pekerja karena 20 lainnya sudah di Panti Sosial TKI Kemsos. Pimpinan perusahaan tersebut tidak ada, hanya ada seorang perempuan bernama Heni yang mengaku menjadi pendamping para calon pekerja tersebut. Pimpinan perusahaan yang bernama Herman tidak ada.
Kepada Vennetia, para calon pekerja migran menyampaikan keluhan selama berada di penampungan, terutama larangan ke luar serta adanya tekanan-tekanan psikologis kepada mereka. Vennetia dan Martireni mengingatkan kepada pihak perusahaan bahwa kasus tersebut sedang ditangani, karena itu jangan ada tindakan-tindakan lain tanpa sepengetahuan pemerintah.