JAKARTA, KOMPAS — Transaksi keuangan PT Bank Central Asia atau BCA sebanyak 97 persen sudah dilakukan melalui teknologi digital. Kendati demikian, transaksi secara tradisional akan tetap dipertahankan.
Komisaris Independen BCA Cyrillus Harinowo seusai konferensi Indonesia Knowledge Forum VII di Jakarta, Kamis (27/9/2018), mengatakan, transaksi secara digital dilakukan melalui platform internet banking, mobile banking, dan mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
”Sebanyak 3 persen transaksi masih dilakukan secara tradisional di kantor cabang BCA,” katanya. Transaksi keuangan secara tradisional tetap menjadi penting karena menjaga relasi antara perusahaan dan nasabah.
BCA merupakan salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Bank tersebut memiliki 18 juta rekening nasabah per Juni 2018.
Terkait keamanan transaksi, Cyrillus meyakinkan, keamanan siber bank tersebut memiliki banyak lapisan. Bahkan, kasus penipuan yang menimpa pelanggan BCA dinyatakan turun selama beberapa tahun terakhir. Kendati demikian, potensi penipuan yang dialami nasabah memang tidak dapat dihindari.
Dosen Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya, Onno W Purbo, mengatakan, secara umum, perlindungan siber perbankan Indonesia sudah lebih baik. Namun, kasus penipuan masih terus membayangi karena ketidaktelitian nasabah.
”Setiap ada update aplikasi, nasabah harus membaca instruksi dan ketentuan yang ada,” kata Onno.
Kebiasaan buruk nasabah di dunia digital adalah mengeklik tombol persetujuan tanpa mengetahui tujuan pembaruan aplikasi. Hal itu diperparah ketika pemberitahuan aplikasi dimuat dalam bahasa asing.
Executive Vice President Learning and Development BCA Lena Setiawati menyebutkan, pelaku industri perbankan menyadari pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan perbankan melalui inovasi teknologi. Inovasi teknologi akan membuat layanan keuangan menjadi lebih mudah, murah, dan cepat.
BCA, misalnya, memiliki berbagai inovasi digital, seperti Virtual Assistant atau Vira pada layanan percakapan perbankan BCA. Inovasi lainnya juga terus dilakukan.
Penjajakan inovasi yang terbaru adalah penggunaan kode QR. Namun, pengembangannya terkendala masalah perizinan dan peraturan.
”Indonesia memiliki potensi pertumbuhan ekonomi digital yang besar karena terpisah secara kepulauan,” ucapnya.
Ditambah lagi, pemerintah juga menargetkan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.
Oleh karena itu, lanjutnya, BCA menyelenggarakan kegiatan untuk meningkatkan inovasi teknologi dan digital. Salah satunya adalah Indonesia Knowledge Forum (IKF) setiap tahun. Pada tahun ini, IKF VII bertema ”Fostering Innovation and Creating Value Through Digital Transformation”.
Korelasi
Onno mengatakan, inovasi teknologi digital di Indonesia tidak kalah dari negara lain. Bangsa ini memiliki banyak talenta di bidang teknologi informasi. Namun, masih belum ada korelasi antara lulusan TI dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Kondisi itu terjadi karena kualitas pengajar dan kesesuaian kurikulum yang belum optimal.
”Pengajar di perguruan tinggi juga memiliki sedikit pengalaman praktik,” ujar Onno.
Pemerintah dinyatakan harus memperbaiki kurikulum pendidikan TI agar pengalaman praktik lebih ditonjolkan.
Berdasarkan pengalamannya, ia sering menemukan lulusan perguruan tinggi strata 1 (S-1) masih kebingungan ketika bekerja di industri. Mereka harus dibimbing ulang untuk beradaptasi dengan dunia kerja.