BANDA ACEH, KOMPAS — Akhir-akhir ini narkotika jenis sabu kian masif masuk Provinsi Aceh. Perairan Selat Melaka yang menghubungkan Semenanjung Malaysia dengan Aceh bagian utara dan timur menjadi jalur utama pintu masuk sabu ke Tanah Air. Dari Aceh, barang haram itu diedarkan ke beberapa provinsi di Indonesia.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh Faisal Abdul Nasier dalam jumpa pers di Banda Aceh, Kamis (27/9/2018). Faisal mengatakan, sabu yang masuk ke Aceh hanya sebagian kecil beredar di sana, selebihnya diedarkan ke provinsi lain. Dia menyebutkan di Aceh menjadi tempat pengendalian peredaran sabu.
Kasus terbaru yang ditangani BNN Aceh adalah penangkapan dua pelaku yang diduga merupakan anggota jaringan Malaysia-Aceh. Kedua tersangka yang ditangkap di tempat terpisah adalah AJ (27) dan MN (30).
AJ ditangkap pada Rabu (26/9/2018) pukul 16.00 di Banda Aceh. AJ merupakan pemilik Rp 3 kilogram sabu yang disita BNN RI dari tersangka PW yang ditangkap di Jakarta.
PW mengaku pemilik sabu adalah AJ yang menetap di Banda Aceh. PW bertugas mengantar barang itu kepada pemesan di Jakarta, sedangkan AJ mengendalikan dari Aceh. Saat ditangkap, AJ sedang mengendarai mobil Honda Civic Hatchback. Mobil itu disita BNN karena diduga bagian dari pencucian uang bisnis sabu. ”Pengendalinya di sini, barangnya diedar ke luar. Aceh ini tempat transit,” ujar Faisal.
Sementara satu tersangka lain, MN, ditangkap di Aceh Tamiang pada Senin (24/9/2019) pukul 18.20. Saat itu MN mengendarai sepeda motor memboncengkan istri dan anaknya. Ia membawa tas ransel berisi sabu yang akan diantarkan kepada pemesan berinisial FR. MN bertugas sebagai kurir, sedangkan sabu itu milik IF. Kini FR dan IF ditetapkan sebagai buron BNN.
Petugas menemukan sabu 6 kilogram yang disimpan dalam tas MN. Menurut Faisal, MN sengaja membawa istri dan anak agar tidak ditembak petugas saat tertangkap. ”Karena ada anak kecil dan perempuan tidak mungkin kami melepaskan tembakan,” kata Faisal.
Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamada Muda TNI Yudo Margono (kedua dari kanan) dan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumut Brigadir Jenderal (Pol) Marsauli Siregar (kanan) menunjukkan kapal cepat yang digunakan pengedar untuk mengangkut 67,4 kilogram sabu dari Malaysia ke Aceh Tamiang di Pangkalan Utama TNI AL I Belawan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (14/9/2018). Sabu itu disita dari kapal cepat yang ditangkap di perairan Aceh Tamiang, Kamis (13/9/2018). Dua pengedar yang membawa sabu melarikan diri.
Rentetan penangkapan sabu dalam jumlah besar di Aceh membuktikan provinsi itu adalah pintu masuknya sabu ke Indonesia. Pada 13 September 2018, TNI Angkatan Laut juga menyita sabu 67,42 kilogram di perairan Aceh Tamiang yang dikirim dari Malaysia.
Pada Juni 2018, Badan Reserse Kriminal Polri juga menggagalkan penyelundupan sabu ke Aceh Tamiang dengan barang bukti 99 kilogram sabu dan 20.000 butir pil happy five. Dalam kasus ini 12 orang ditahan sebagai tersangka, mereka diduga jaringan narkoba Penang-Batam-Aceh.
Faisal menambahkan, tangkapan banyak karena pengawasan kian ketat. Para penegak hukum bekerja sama menghentikan penyelundupan sabu ke Aceh. ”Kami juga bekerja sama dengan polisi Malaysia karena sabu masuk melalui Malaysia,” kata Faisal.
Tidak semua pelaku mengedarkan narkoba karena impitan ekonomi, tetapi karena tergoda memperoleh untung besar dengan cepat.
Direktur Direktorat Kriminal Narkoba Polda Aceh Komisaris Besar Agus Sarjito mengatakan, Aceh dalam keadaan darurat narkoba. Tidak semua pelaku mengedarkan narkoba karena impitan ekonomi, tetapi karena tergoda memperoleh untung besar dengan cepat. Padahal, kata Agus, risiko terlibat kejahatan itu berat sampai hukuman mati.