JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Heru Winarko mendesak agar pelaksanaan hukuman mati terpidana mati kasus narkoba segera dilaksanakan. Desakan ini disampaikan untuk memberi kepastian hukum dan menimbulkan efek jera terhadap pengedar narkoba.
”Saya sudah bertemu dengan Jaksa Agung. Saya harap segera melaksanakan eksekusi terhadap terdakwa kasus narkoba yang divonis hukuman mati. Karena sudah inkrah, ya, harus dilakukan,” kata Heru, Kamis (27/9/2018), di sela-sela pemusnahan barang bukti narkoba di Gedung BNN di Jakarta.
Menurut Heru, berdasarkan data BNN, terdapat sekitar 91 terpidana kasus narkoba yang menanti hukuman mati dan melakukan upaya hukum seperti peninjauan kembali dan lain-lain. Dari ke-91 terpidana dengan vonis hukuman mati itu, ada yang masih mengendalikan peredaran narkoba.
”Di Medan, ada pengedar baru tiga bulan kami tangkap, main (mengedarkan narkoba) lagi. Ada yang kena hukuman mati, main lagi,” ujar Heru.
Ia juga mendukung penjara khusus napi narkoba dengan tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
”Penjara dengan level tinggi sudah disiapkan, tetapi ada kendala. Nanti Dirjen Lapas yang bisa menjelaskan. Penjara akan menyesuaikan dengan napi, misalnya bandar besar masuk penjara level tinggi,” ucap Heru.
Perbaikan lembaga pemasyarakatan
Heru menambahkan, untuk mengatasi peredaran narkoba yang dikendalikan napi, pihaknya menyarankan perbaikan sistem, antara lain tidak boleh ada ponsel masuk lembaga pemasyarakatan (lapas) dan menyiapkan anjing pelacak di lapas.
”Ada anjing pelacak pada jam kunjungan. Kami minta sistem pengawasan komunikasi di dalam. Ini yang perlu terus dikembangkan. Saya mengharapkan keterbukaan dari Dirjen Lapas untuk perbaikan ke dalam,” ujarnya.
Menurut Heru, kerja sama BNN dengan lapas sudah cukup baik sehingga BNN dapat menangkap pelaku di dalam lapas. BNN tidak perlu lagi melakukan upaya paksa seperti masuk ke lapas, kemudian melakukan penggeledahan.
Heru menyebutkan, BNN telah mengadakan pertemuan dengan Kabareskrim, Jampidum, hakim agung, dan Dirjen Lapas tentang bagaimana merehabilitasi pengguna narkoba yang tidak termasuk pengedar atau bandar. Ia mendorong agar rehabilitasi terhadap pengguna lebih dikedepankan melalui Tim Asesmen Terpadu.
”Penyidik, penuntut, dan hakim satu persepsi terhadap pengguna narkoba. Selama ini, pengguna langsung masuk sel. Dengan adanya rehabilitasi, dapat mengurangi (jumlah) penghuni lapas atau rutan. Tapi, untuk bandar dan pengedar tentu lain,” tuturnya.