Tidak Ada Ruang Negosiasi
JAKARTA, KOMPAS -- Menjelang satu tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali mengambil langkah untuk memenuhi salah satu janji politiknya, yaitu menghentikan reklamasi Teluk Jakarta. Pada Rabu (26/09/2018) Anies mengumumkan keputusannya mencabut izin prinsip 13 pulau reklamasi yang belum terbangun dan menata ulang 4 pulau yang sudah jadi.
Bertempat di Balairung Balaikota Pemprov DKI Jakarta, Anies didampingi Sekdaprov Saefullah; Asisten Sekdaprov DKI bidang Pemerintaha Artal Reswan W. Soewardjo; Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Benny Agus Chandra; Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) DKI Jakarta Subagio; Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Vera Revina Sari; dan Ketua TGUPP bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya; mengumumkan pencabutan izin prinsip 13 pulau reklamasi itu.
Sebagai bagian dari program nasional Giant Sea Wall, program nasional untuk menyelamatkan Teluk Jakarta dan mengurangi penurunan muka tanah di wilayah daratan Jakarta, program reklamasi tahap awal akan membentuk 17 pulau. Sebanyak empat pulau sudah terbentuk yaitu pulau C, D, G, dan N. Lalu 13 pulau lainnya izinnya masih dikantungi sejumlah perusahaan swasta ataupun BUMD DKI.
Terkait reklamasi itu, Anies menyebutkan, pada 4 Juni 2018 Gubernur DKI Jakarta membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Itu ditetapkan melalui Pergub No.58 Tahun 2018.
"Semenjak itu, Badan bekerja melakukan verifikasi atas seluruh kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Badan ini dibentuk sebagai bagian dari amanat KepPres 52 tahun 1995. Melalui badan inilah kemudian semua izin-izin terkait reklamasi dilakukan verifikasi secara mendetail. Dan dari hasil verifikasi, ini ada dokumennya. Ini ada dokumen verifikasi. Kemudian dilakukan kesimpulan-kesimpulan. Dan dari kesimpulan kemudian kita mengambil langkah," kata Anies.
Verifikasi dilakukan dengan memanggil setiap pengembang yang mengantungi izin. Dari pemanggilan dan verifikasi itu, lanjut Anies, diketahui ada pula pelanggaran atas kewajiban pengembang. Di antaranya design, amdal, dan lain-lain. Sampai proses verifikasi dilakukan izin prinsip dibiarkan vakum oleh pemegang izin. Pemprov DKI Jakarta memutuskan mencabut izin yang sudah diberikan kepada para pengembang.
"Ada macam-macam. Banyak sekali. Bahkan yang paling dasar saja, banyak yang tidak dikerjakan. Ada detail semuanya di sini," kata Anies sambil menunjukkan dokumen tebal.
Langkah yang diambil sesuai hasil verifikasi, lanjut Anies, adalah mencabut secara resmi seluruh izin pulau-pulau reklamasi itu. Dengan keputusan itu Anies menegaskan kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta dihentikan.
Adapun 13 pulau yang dicabut izinnya adalah pulau A, B, dan pulau E yang izinnya dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah; pulau I, J, dan K yang izinnya dipegang oleh PT Pembangunan Jaya Ancol; pulau M yang izinnya dipegang oleh PT Manggala Krida Yudha.
Lalu pulau O dan F yang izinnya dipegang oleh PT Jakarta Propertindo; pulau P dan Q yang izinnya dipegang oleh KEK Marunda Jakarta; pulau H yang izinnya dipegang oleh PT Taman Harapan Indah; serta pulau I yang izinnya dipegang PT Jaladri Kartika Ekapaksi.
Secara terpisah Hani Sumarno, Sekretaris Perusahaan PT Jakarta Propertindo menyatakan atas keputusan gubernur tersebut perusahaan akan patuh pada keputusan gubernur.
Pandapotan Sinaga, Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta mengkritisi keputusan tersebut. "Sejauh mana penghentian itu? Apakah masih ada ruang untuk negosiasi dengan pengembang atau pemerintah pusat?" katanya.
Lalu, kata Pandapotan, karena reklamasi merupakan bagian dari program nasional seharusnya Pemprov DKI Jakarta juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait penghentian reklamasi.
Kresna Wasedanto, Kuasa hukum PT Kapuk Naga Indah (KNI), pemegang izin pulau A, B, C, D, E, saat dikonfirmasi soal pencabutan izin beberapa pulau reklamasi menolak memberikan komentar. Ia hanya mengatakan dengan singkat bahwa PT KNI belum mau merespon soal kebijakan tersebut.Sementara Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto, selaku pemegang izin pulau F, mengatakan akan mengikuti kebijakan yang telah diputuskan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan.
Sekretaris Perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol, Agung Praptono, menuturkan, pihaknya mempelajari terlebih dahulu terkait dampak dari pencabutan izin reklamasi Pulau J dan K. Apalagi, Pemprov DKI merupakan pemilik 72 persen saham Ancol. “Kami pelajari dulu,” ujarnya.
Adapun Direktur Proyek PT Muara Wisesa Samudra Andreas Leodra menuturkan, pihaknya belum bisa berkomentar terkait keputusan Gubernur soal reklamasi pulau di pantai utara Jakarta yang disampaikan ke pers hari Rabu (26/9/2018). Pulau G bukan termasuk yang dicabut izinnya. Sebagai salah satu pulau yang sudah terbentuk, kelanjutan Pulau G akan diatur dalam rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, bersama dengan Pulau C, D, dan N. Terkait kebijakan tersebut, Andreas menjawab,”Kami belum dapat info sama sekali.”
Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bidang Pengelolaan Pesisir Marco Kusumawijaya mengatakan untuk koordinasi dengan pemerintah pusat, pekan lalu, keputusan ini sudah dibahas dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyatakan pencabutan izin reklamasi tersebut sudah sejalan dengan Pemerintah Pusat. Namun, ia menegaskan bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi itu ada pada Gubernur DKI Jakarta yang tak bisa disalahtafsirkan.
Adapun untuk negosiasi itu, Anies menegaskan, tidak ada ruang untuk negosiasi. Apabila ada yang menggugat, Anies menyatakan pemprov siap menghadapi. "Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk menggugat keputusan pemerintah. Kami siap menghadapi(nya)," katanya.
Fokus raperda
Anies melanjutkan, setelah penghentian reklamasi, pemprov akan fokus menyelesaikan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; menyiapkan rencana tata ruang untuk masyarakat; dan Pemprov DKI akan fokus pada pemulihan wilayah Teluk Jakarta, utamanya pada aspek perbaikan kualitas air sungai, pelayanan air bersih, pengolahan limbah, dan antisipasi penurunan permukaan tanah.
Adapun untuk wilayah yang sudah terlanjur jadi, yang sudah selesai menjadi pulau, lanjut Anies, akan ditata mengikuti ketentuan yang ada. Bagi yang sudah terbangun, imbuh Anies, saat ini sedang ada monitoring dampak pembangunan pulau reklamasi terhadap Pantai Utara.
Lalu sedang dilakukan juga monitoring untuk memberikan rekomendasi perubahan bentuk serta rehabilitasi pemulihan Pantai Utara Jakarta. Tata ruang bagi pulau-pulau yang sudah jadi akan diatur dan digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat.
"Tetapi seperti yang kita janjikan ketika Pilkada kemarin, bahwa reklamasi dihentikan, hari ini kita tuntaskan," kata Anies.
Marco Kusumawijaya mengatakan, pemanfaatan pulau-pulau reklamasi C, D, G dan N yang sudah terbentuk maupun bangunan di atasnya akan diatur dalam peraturan daerah (Perda) tata ruang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan menjadi satu dengan Perda rencana tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Pengaturan peruntukan maupun penggunaannya, lanjut Marco, masih menunggu hasil kajian pengawasan dampak kegiatan reklamasi terhadap Teluk Jakarta. Saat ini, kajian itu masih dalam proses lelang dan baru akan dimulai.
“Dari situ kita akan menemukan kisi-kisi ilmiahnya itu, apa yang boleh apa yang tidak, apakah harus diubah atau apakah harus dibongkar, kita belum tahu itu. Persisnya seperti apa sedang menunggu hasil kajian itu. Tapi yang pasti untuk kepentingan publik,” kata Marco usai acara konferensi pers.
Kajian ini diperkirakan akan memakan waktu 2-3 bulan. Hasil dari kajian akan digunakan untuk merancang Perda tata ruang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang akan menjadi satu dengan Perda rencana tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Perda rencana tata ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta itu sedang berlangsung proses revisinya. “Di situ akan diatur secara rinci peruntukannya,” kata Marco.
Adapun untuk bangunan yang sudah ada di pulau reklamasi, saat ini status masih disegel karena bangunan-bangunan tersebut tidak mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB). Sedangkan kepemilikan masih ada pada para pengembang.
Benny Agus Chandra, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan menambahkan, dari kajian yang tengah berlangsung pemanfaatan pulau yang sudah jadi itu dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai area nelayan. Lalu bisa juga untuk menambah luas wilayah hijau hutan mangrove di pantai utara Jakarta.
Dalam pengumuman itu Anies juga memperlihatkan sejumlah dokumen yang ia jelaskan sebagai dokumen keputusan itu.
"Hari ini, saya umumkan keputusan ini meskipun surat-suratnya semuanya sudah selesai. Ini saya tunjukkan di sini. Ini adalah dokumen-dokumen keputusan, sebagian adalah bentuknya KepGub, sebagian bentuknya adalah Surat Pencabutan. Karena tergantung waktu pengeluarannya waktu dulu seperti apa," katanya.
Lalu, imbuh Anies, khusus kepada pihak-pihak, perusahaan-perusahaan yang dulu belum melakukan reklamasi tapi sudah memberikan kontribusi tambahan seperti rumah susun, jalan inspeksi, sarana prasarana lain, itu semua akan diperhitungkan sebagai aset. Dan itu nanti akan diperhitungkan bila mereka melakukan pembangunan dan perlu kontribusi tambahan.
Terkait penghentian izin-izin reklamasi pantai utara Jakarta, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani mengatakan pihaknya pernah memberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara reklamasi di Pulau C, D, G, dan pembatalan rencana reklamasi Pulau E.
“Setelah syarat-syarat dipenuhi, sanksi (administrasi) kami cabut dan (kembali) ke mereka, pemda (Pemprov DKI Jakarta),”kata dia.
Sanksi administratif yang diberikan pada Mei 2016 itu, kata dia, karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan penegakan hukum lapis kedua (second law enforcement). Di situ terdapat indikasi pelanggaran dan ketidakpatuhan sehingga KLHK bisa memberikan sanksi administratif (Pasal 73 dan pasal 77 UU no 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
(ICHWAN SUSANTO/DIAN DEWI PURNAMASARI/J GALUH BIMANTARA)