Sanksi Tetap Dipertahankan
Presiden AS Donald Trump menyebut Pemimpin Korut Kim Jong Un menginginkan perdamaian. Namun, sanksi tetap harus diterapkan guna memastikan denuklirisasi.
NEW YORK, KOMPASPresiden Amerika Serikat Donald Trump, Rabu (26/9/2018), memberikan pujian kepada Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, Trump tetap menyerukan penerapan sanksi yang keras untuk saat ini.
Saat memimpin sidang khusus Dewan Keamanan PBB mengenai nonproliferasi di Markas Besar PBB di New York, Trump memperkirakan ada ”berita baik” dalam beberapa waktu mendatang dari Korea Utara. Hal ini dimungkinkan terjadi setelah pertemuan puncak dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un di Singapura, Juni.
”Kim Jong Un, seorang pria yang saya kenal dan sukai, menginginkan perdamaian dan kemakmuran bagi Korut,” dalam pidatonya sesi khusus di Dewan Keamanan PBB.
Namun, Trump juga menyerukan penerapan sanksi yang telah berlangsung bertahun-tahun oleh AS melalui Dewan Keamanan sebagai respons atas uji coba nuklir dan rudal Korut. ”Sayangnya, untuk memastikan kemajuan, kita harus menegakkan resolusi Dewan Keamanan PBB sampai denuklirisasi terjadi,” kata Trump.
Unilaterisme
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyatakan, PBB diharapkan lebih berperan dalam mengatasi kecenderungan unilateralisme yang disponsori AS. Perang dagang yang mengganggu ekonomi dunia perlu diatasi secara bersama.
Menurut Kalla, perang dagang AS dan China akan menurunkan perdagangan kedua negara. Dalam jangka pendek, mungkin tampak pengurangan defisit. Namun, hal ini akan mendorong perang tarif jangka panjang. Ketika barang-barang menjadi mahal, penjualan menurun, industri terkena imbas, dan pengangguran meningkat.
”Ketika hal ini mengenai banyak negara, bagaimana akan membiayai SDGs sampai 2030? Jadi, PBB perlu bukan hanya menyiapkan, melainkan juga mencegah terjadinya masalah ekonomi,” ujar Kalla di sela-sela pertemuan Sidang Majelis Umum PBB yang dibuka Selasa (25/9/2018) di Markas Besar PBB. Diharapkan PBB berperan lebih besar mengatasi masalah ekonomi sebagaimana politik dan konflik bersenjata.
Pidato Presiden Trump dalam Sidang Majelis Umum PBB mengklaim negara itu bertahun- tahun membiarkan produk asing mengalir bebas ke negaranya. Sebaliknya, negara-negara lain memukul dumping dan kebijakan perdagangan yang tak adil. Akibatnya, defisit AS diklaim Trump mencapai 800 miliar dollar per tahun.
Terkait pidato Trump ini, Kalla mengakui, Presiden AS sangat percaya diri. Namun, Indonesia tetap berharap PBB mengambil langkah-langkah untuk mengatasi perang dagang yang bisa merusak ekonomi keseluruhan.
Dalam pidatonya, Trump juga menyebutkan AS hanya akan menanggung 25 persen dari biaya menjaga perdamaian dan tak akan berpartisipasi dalam perjanjian global baru terkait migrasi.
”AS hanya diperintah oleh AS. Kami menolak ideologi globalisme. Kami bertanggung jawab melindungi negara dari ancaman negara lain ataupun bentuk-bentuk dominasi lain,” kata Trump.
Menurut Wapres Kalla, kendati penuh kritik, pidato Trump kali ini lebih tenang ketimbang biasanya. ”Dia memberikan penjelasan langkah-langkah yang dilakukan. Walaupun ada satu hal yang kita tidak setuju, bagaimana dia menangani masalah ekonomi, tetapi kelihatan lebih komunikatif,” ujar Kalla.
Bilateral
Wapres Kalla juga mengikuti dua pertemuan bilateral, Selasa. Pertemuan pertama dengan Ratu Maxima, utusan khusus PBB untuk inklusivitas keuangan, sedangkan pertemuan kedua dengan Wapres AS Mike Pence.
Dalam pertemuan dengan Ratu Maxima, dibahas akses keuangan yang merata untuk semua warga Indonesia. Sejauh ini, menurut Kalla, di Indonesia orang sudah mulai mengakses perbankan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit-kredit mikro, dan teknologi keuangan (fintech). Ratu Maxima senang dengan kemajuan tersebut.
Dalam pertemuan bilateral dengan Pence, dibahas kemungkinan peningkatan kerja sama Indonesia-AS, apalagi kedua negara akan merayakan 70 tahun hubungan diplomatiknya.
Selain itu, menurut Kalla, Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan perdagangan dengan AS dalam perang dagang ini. Alasannya, Indonesia tak memiliki persoalan dengan AS.
Masalah di Semenanjung Korea, Rohingya, dan konflik Afghanistan juga dibahas dalam pertemuan bilateral. Pence, menurut Kalla, menyetujui peran Indonesia yang besar dalam upaya perdamaian.
(AP/AFP/REUTERS/ATO)