Dulu Dikenal sebagai Venesia di Timur Tengah, Basra Kini Merana
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
Setelah dijuluki sebagai ”Venesia di Timur Tengah” karena kanal-kanalnya yang mirip seperti kanal di Venesia, Italia, kini kota pelabuhan Basra di Irak perlahan-lahan justru ”mati kehausan”. Jalur air yang saling silang sehingga membuat Basra diperbandingkan dengan Venesia sekarang menjadi kolam air yang jorok dan kotor.
Jalur air segar yang dulu sangat hidup, sungai Shatt-al-Arab, sekarang begitu tercemar sehingga mengancam kehidupan lebih dari 4 juta penduduk Basra yang merupakan kota terbesar kedua di Irak.
”Airnya sekarang menyebabkan kematian karena sangat tercemar. Polutan bermacam-macam bisa ditemukan di dalam sungai, termasuk kuman, bahan kimia, ganggang beracun, ditambah dengan konsentrasi garam yang belum pernah terjadi sebelumnya hampir seperti air laut,” ujar Shukri al-Hassan, dosen Ilmu Kelautan Universitas Basra.
Menurut Hassan, tingkat kontaminasi sungai Shatt-al-Arab bertambah empat kali lipat selama 10 tahun terakhir dan terus naik. Kehidupan banyak orang pun menjadi sangat berisiko. Dalam kehidupan sehari-hari, tampak banyak selokan terbuka dan jalan-jalan yang dipenuhi tumpukan sampah kotor. Karena itu, warga kota Basra yang marah melakukan aksi protes terbesar selama bertahun-tahun.
Banyak yang membandingkan kondisi miskin mereka dengan hasil penjualan minyak yang diberikan provinsi ini kepada pemerintah federal. Pejabat Irak mencari alasan bahwa situasi saat ini disebabkan harga minyak yang rendah sehingga situasi kota Basra menjadi makin sulit. Padahal, dulu Basra merupakan magnet bagi wisatawan Timur Tengah hingga awal 1980-an.
Penduduk lokal Raad Shabout Dhahar mengatakan, krisis air hanya salah satu dari banyak masalah yang membuat keluarganya putus asa. Padahal, dia memiliki keluarga besar yang harus bertahan hidup, yakni dua istrinya, ibunya, dan 14 anak perempuannya.
”Situasi saat ini menjadi lebih sulit. Dulu satu orang bisa memperoleh 10.000 dinar Irak (8,43 dollar AS atau Rp 126.000) per hari. Sebanyak 5.000 dinar untuk belanja makanan dan 5.000 bisa ditabung. Namun, sekarang kami benar-benar mulai merasakan situasi sulit,” papar Dhahar.
”Sebelumnya, 500 liter air kami gunakan hanya untuk minum. Kami tidak menggunakannya untuk mencuci muka, mencuci pakaian kami, dan kami tidak menggunakannya untuk mandi. Namun, sekarang, 500 liter air kami gunakan untuk mencuci muka dan mandi, tidak hanya untuk minum,” lanjut Dhahar.
Tanpa sistem pengolahan air
Terletak di tempat Sungai Eufrat dan Tigris, menyatu di dekat teluk di ujung selatan Irak, Basra adalah salah satu dari beberapa kota di Timur Tengah tanpa sistem pengolahan air yang efektif.
Basra memiliki infrastruktur sanitasi yang maju pada 1960-an, tetapi rusak beberapa dekade lalu. Akibatnya, saluran air berubah menjadi tangki septik yang baunya diperparah oleh iklim gurun yang panas.
Penduduk mengatakan, krisis air disebabkan oleh infrastruktur yang rusak karena bertahun-tahun tak ada investasi.
Sebagian besar Irak mengalami kehancuran setelah serangkaian perang sejak tahun 1980-an. Basra mengalami kerusakan luar biasa karena posisinya sebagai kota di garis depan pertempuran melawan Iran yang letaknya hanya beberapa puluh kilometer di seberang Delta Shatt-al-Arab di sisi timur Irak.
Basra memiliki infrastruktur sanitasi yang maju pada 1960-an, tetapi rusak beberapa dekade lalu.
Kota ini belum pulih. Penduduk Basra mengatakan, garam merembes ke pasokan air sehingga mengakibatkan air tidak bisa diminum dan ratusan orang masuk rumah sakit.
Menurut Kepala Departemen Kesehatan Basra Riyadh Abdull Amir, sekitar 90.000 orang dirawat di rumah sakit. Sebanyak 4.000 orang per hari dirawat di rumah sakit pada bulan ini.
Penduduk Basra, Aqeel Shakir Abdul Majeed, hanya memiliki sedikit harapan untuk masa depan. ”Bagaimana mungkin orang miskin mampu membeli air? Bagaimana mungkin mereka yang tidak punya uang mampu membeli air? Apakah mereka mencuri untuk mendapatkan uang? Aku tidak tahu harus berbuat apa,” ujarnya.
Untuk meningkatkan pasokan air, pemerintah pusat membangun instalasi pengolahan air dan kompleks desalinasi berkat pinjaman dana dari Jepang. Proyek diharapkan selesai pada akhir tahun. Sayangnya, pekerjaan tertunda karena para ahli dari Jepang itu pergi karena mengkhawatirkan keselamatan selama demonstrasi berlangsung di Basra. (REUTERS)