ADHITYA RAMADHAN / NINA SUSILO dari Amerika Serikat
·4 menit baca
NEW YORK, KOMPAS – Negara-negara di dunia berkomitmen untuk bersatu dan lebih serius memerangi penyakit tuberkulosis. Hal itu disampaikan perwakilan setiap negara pada Pertemuan Tingkat Tinggi, Sidang Umum ke-73 Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, Rabu (26/9/2018) pagi waktu setempat.
Komitmen tersebut dituangkan dalam sebuah deklarasi yang bertajuk “United to End Tuberculosis: An Urgent Global Response to a Global Epidemic”. Dalam konteks itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan, pada tahun 2022 sebanyak 40 juta orang dengan tuberkulosis (TB) mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan dan 30 juta orang dapat tercegah dari infeksi TB.
Rombongan delegasi Indonesia yang hadir pada pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Turut serta bersama Wapres adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek. Hadir juga Ketua Forum Stop TB Partnership Indonesia Arifin Panigoro.
Presiden Sidang Umum, Maria Fernanda Espinosa Garces, menyatakan, meski bisa dicegah dan diobati TB telah menyebabkan kematian 1,6 juta penduduk pada tahun 2017. Deklarasi tersebut merupakan peta jalan untuk melakukan akselerasi memerangi TB dan menyelamatkan nyawa puluhan juta penduduk dunia sesuai dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Deklarasi politik ini juga merupakan titik kulminasi dari komitmen global untuk meningkatkan akses pengobatan, pendanaan yang cukup dan berkelanjutan, riset dan inovasi yang intensif, juga akuntabilitas lintas sektor.
Janji nyata dunia
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan, deklarasi tersebut merupakan janji nyata dunia yang ambisius yang menandai perang panjang melawan TB. Selama ini TB termasuk dalam 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia. Ancaman yang ditimbulkan kuman TB kian serius seiring meningkatnya kasus TB yang kebal obat (Multidrugs Resistant/ MDR).
Di dunia, tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyakit yang banyak diderita. Setiap tahun 1 juta penduduk menderita penyakit ini. Laporan Global TB Report 2018 yang diluncurkan beberapa pekan sebelum UNHLM di New York, menunjukkan, diperkirakan ada 10 juta orang di dunia yang terinfeksi TB pada tahun 2017 yang 90 persennya adalah orang dewasa (berusia di atas 15 tahun). Mereka terdiri atas 5,8 juta laki-laki dewasa, 3,2 juta perempuan dewasa, dan 1 juta anak-anak.
Kasus TB ada pada semua kelompok umur dan semua negara di dunia. Sekitar sepertiga kasus TB berasal dari delapan negara, yakni India (27 persen), China (9 persen), Indonesia (8 persen), Filipina (6 persen), Pakistan (5 persen), Nigeria (4 persen), Bangladesh (4 persen), Afrika Selatan (3 persen). Kedelapan negara ini bersama dengan 22 negara lainnya berkontribusi pada 87 persen kasus TB global. Hanya 6 persen kasus TB di dunia berasal dari Amerika dan Eropa.
Selain TB biasa, penyakit TB yang kuman penyebabnya telah kebal obat pun terus menjadi beban kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan ada 558.000 orang di dunia terinfeksi TB yang telah kebal rifampisin (obat TB lini pertama). Dari jumlah itu, 82 persen di antaranya telah kebal dua atau lebih obat TB (Multidrugs Resistant TB/ MDR-TB). Hampir separuh kasus MDR-TB berasal dari India (24 persen), China (13 persen), dan Rusia (10 persen).
Tantangan
Dalam pidatonya, Wapres Kalla menegaskan sesungguhnya Indonesia sudah berperang melawan TB selama beberapa dekade. Namun, usaha ini masih jauh dari selesai. Kini, tantangannya menjadi jauh lebih besar karena ada sebagian pasien yang menjadi resisten obat.
“Trennya meningkat sehingga dunia harus bekerja sama untuk menyelesaikan hal ini,” tutur Kalla di sela-sela pertemuan.
Kalla menambahkan, dunia perlu melihat kembali bagaimana respon dan upaya negara-negara dalam menghadapi penyebaran penyakit HIV/ AIDS. Kalla meyakini, pola kemitraan seperti dalam menghadapi epidemi HIV/ AIDS akan bisa dan berhasil diterapkan dalam penanggulangan TB.
Adapun Menteri Kesehatan Nila Moeloek, menuturkan, beban pengendalian TB tidak bisa diserahkan hanya kepada pemerintah sebab aspek kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu adanya kemitraan antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, juga sektor swasta. Selain itu, komitmen pemerintah daerah untuk menjadikan TB sebagai prioritas pembangunan juga sangat menentukan.
Menteri Puan Maharani, pemerintah Indonesia komit untuk mengurangi kejadian TBC sampai 50 persen. Bahkan, pada 2050, diharapkan Indonesia bebas TB. Kendati demikian, komitmen ini tak bisa dikerjakan sendiri.