Oposisi Inggris Berbicara Langsung dengan Uni Eropa
Oleh
Myrna Ratna
·3 menit baca
LONDON, KAMIS — Enam minggu menjelang tenggat kesepakatan Brexit, atmosfer politik di Inggris justru memanas dan terbelah. PM Inggris Theresa May masih belum memiliki solusi setelah ditolaknya usulan Chequers oleh Uni Eropa.
Kubu oposisi yang dipimpin Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn, kemarin, bertemu dengan pejabat Uni Eropa di Brussels dan menegaskan bahwa Brexit ”tanpa kesepakatan” sangat berbahaya bagi kedua belah pihak.
Theresa May kembali menuntut agar Uni Eropa menghormati Inggris dan menyodorkan alternatif terhadap proposal yang ditawarkannya yang bertajuk Chequers. Proposal ini ditolak para pemimpin UE di Salzburg, Austria, pekan lalu.
”Dengan waktu negosiasi yang tinggal beberapa minggu, sangat jelas bahwa negosiasi Brexit berada di tahap yang mengkhawatirkan. Waktu hampir habis dan perusahaan-perusahaan telah hilang kesabarannya karena tak ada kejelasan dari pemerintah,” kata Corbyn dalam pernyataan sebelum bertemu dengan juru runding Brexit dari UE, Michel Barnier.
Corbyn yang berupaya menunjukkan kepada UE bahwa partainya akan lebih baik dalam bernegosiasi mengatakan, keluar dari UE tanpa kesepakatan bisa menjadi bencana nasional yang akan merusak peluang kerja dan standar hidup warga Inggris ataupun negara-negara UE. ”Itu sebabnya saya bertemu dengan para pejabat UE hari ini. Saya akan mendesak mereka agar berupaya sekerasnya sehingga tidak terjadi Brexit ’tanpa kesepakatan’,” ujar Corbyn yang sebelumnya sudah pernah bertemu dengan Barnier.
Namun, PM May menganggap pertemuan Corbyn dan para pejabat UE justru akan melemahkan upaya dirinya mencapai kesepakatan Brexit.
Khawatir
Di Brussels, para pejabat UE mengaku khawatir dengan perkembangan terakhir. Barnier menekankan, jika Inggris ingin keluar dari UE dengan teratur, May harus berkompromi. Namun, sejauh ini May menegaskan dirinya tidak akan berubah dari posisi sebelumnya.
Seorang diplomat UE yang terlibat dalam negosiasi Brexit menyatakan kepada Reuters bahwa dirinya tidak lagi optimistis terhadap perkembangan Brexit. ”Saya tidak yakin lagi,” katanya.
Kekhawatiran itu dilatarbelakangi juga bahwa May kemungkinan tidak didukung parlemen sehingga bisa memicu ”kekacauan”. Saat ini Partai Konservatif hanya mampu membentuk pemerintahan minoritas karena tak mampu menguasai kursi parlemen.
Alhasil, pembelotan di tubuh Konservatif akan berdampak kekalahan. Sikap kubu oposisi yang akan menolak proposal May semakin menguatkan kekhawatiran itu.
Terkait hal itu, Komisi Eropa telah menginformasikan 27 negara anggota untuk bersiap dengan hard Brexit seandainya Inggris menolak persyaratan yang diajukan UE.
Terkait perdebatan politik di Inggris yang belakangan memunculkan gagasan pemilu dipercepat sampai referendum Brexit kedua, sejumlah diplomat di Brussels melihat bahwa May kemungkinan tidak akan mampu memperoleh dukungan dari parlemen terkait isu Irlandia Utara dan pasar tunggal Eropa.
”Kita mungkin meremehkan semangat yang sekarang ada di parlemen. Mereka (parlemen) mungkin saja pada akhirnya memilih untuk lanjut tanpa kesepakatan,” ujar seorang diplomat. (REUTERS/AFP)