Pemerintah Cari Sumber Alternatif Bangun Pariwisata
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN / M CLARA WRESTI
·3 menit baca
Pemerintah mencari pembiayaan alternatif untuk membangun destinasi wisata. Sektor pariwisata dinilai paling memungkinkan untuk menghasilkan devisa dalam waktu cepat.
JAKARTA, KOMPAS — Selain APBN, pemerintah mencari alternatif pembiayaan guna membangun sektor pariwisata nasional, yakni melalui kerja sama dengan badan usaha dan investasi non-anggaran. Pembiayaan alternatif diutamakan guna mempercepat pengembangan destinasi dan penerimaan devisa dari sektor pariwisata.
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah dan pelaku usaha bekerja sama mempercepat pengembangan destinasi wisata, terutama 10 destinasi prioritas yang ditargetkan menjadi ”Bali Baru”. Gejolak ekonomi global tujuh bulan terakhir mempertegas pentingnya peningkatan ekspor dalam waktu cepat. Sejauh ini ekspor melalui pengembangan pariwisata dinilai paling memungkinkan.
Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia, kontribusi sektor pariwisata terhadap total ekspor jasa mencapai 50,39 persen hingga Juli 2018. Target kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) juga meningkat dari 4,5 persen tahun 2016 menjadi 5,25 persen tahun 2018. Pariwisata menjadi satu-satunya sektor jasa penghasil devisa pada komoditas primer.
Darmin menjelaskan, pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar selain minyak sawit, batubara, minyak, dan karet. Devisa dari sektor pariwisata terus naik, setidaknya tiga tahun terakhir. Pada 2017, pariwisata menyumbang devisa 15,24 miliar dollar AS, sementara tahun ini ditargetkan 17 miliar dollar AS. Pariwisata diproyeksikan menyumbang devisa 20 miliar dollar AS pada 2019.
”Sektor pariwisata dinilai paling cepat menghasilkan devisa walau tak bisa dibilang murah. Oleh karena itu, dibutuhkan skema pembiayaan alternatif,” kata Darmin dalam Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata di Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/PPN Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, pemerintah sudah menyusun rencana pembangunan pariwisata nasional tahun 2018-2019. Pembangunan sektor pariwisata mengandalkan pembiayaan alternatif dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan pembiayaan investasi non-APBN (PINA).
Skema KPBU dan PINA memuat kajian komprehensif tentang studi kelayakan, masterplan kawasan, proyeksi finansial, dan mitigasi risiko. Pembiayaan alternatif ini menjadi hal krusial dalam pengembangan kawasan pariwisata. Selama ini alokasi dana dari APBN dan APBD hanya menanggung sebagian kecil dari total kebutuhan.
Fasilitas pendukung
Menurut hitungan Bappenas, investasi pembangunan infrastruktur pada 2015-2019 mencapai Rp 4.796 triliun, sekitar 35 persen dari total investasi didanai swasta. ”KPBU dan PINA dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan lapangan kerja,” kata Bambang.
”Sekarang giliran badan usaha membangun fasilitas pariwisata, seperti hotel, resor, dan restoran,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya seusai menandatangani nota kesepahaman kerja sama bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dengan kerja sama itu, Kementerian Keuangan menyetujui institusi pembiayaan di bawah naungannya membantu kredit kepada siapa saja yang akan membangun di bidang pariwisata. Adapun badan usaha yang bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan itu adalah perusahaan yang sudah mendapat referensi dari Kementerian Pariwisata.
Dalam pidatonya, Sri Mulyani mengatakan, dari segi devisa, penciptaan lapangan kerja, pelestarian lingkungan, dan pariwisata sudah memberikan bukti nyata. Oleh karena itu, seluruh kemampuan yang bisa dihasilkan APBN difokuskan untuk menunjang pariwisata.
Di APBN, pariwisata didukung banyak bidang, seperti pembangunan infrastruktur, yaitu bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Namun, butuh peran swasta untuk membangun fasilitas seperti hotel, akomodasi, dan tempat pertunjukan.
Terkait pariwisata, maskapai Garuda Indonesia menyatakan akan memperbanyak pameran perjalanan di luar negeri untuk mendorong lebih banyak lagi wisatawan datang ke Indonesia. ”Supaya devisa yang masuk semakin banyak. Kalau (pameran) di dalam negeri justru membuat lebih banyak orang Indonesia ke luar negeri,” kata Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah, di Jakarta, kemarin.
Respons pasar di luar negeri dinilai positif. Pada pameran di Shanghai, China, dua minggu lalu, misalnya, Garuda berhasil membukukan penjualan hingga 8,5 juta yuan.