Penyebab Gempa Donggala Diperkirakan Akibat Pergeseran Patahan Palu-Koro
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sri Hidayati mengatakan gempa bumi yang terjadi di Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018), diperkirakan berasosiasi dengan Patahan Palu-Koro.
Gempa bumi utama dengan kekuatan Magnitudo 7,4 pukul 17:02:44 WIB, dengan kedalaman 10 km, yang diawali dengan kejadian gempa bumi awal dan diikuti oleh serangkaian kejadian gempa bumi susulan. Berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempa bumi, maka kejadian tersebut disebabkan oleh pergeseran sesar aktif pada zona sesar Palu-Koro yang berarah Barat Laut – Tenggara.
Kepala Sub-Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Timur PVMBG, M Arifin Joko Pradipto, mengatakan, karakteristik gempa di daerah Timur Indonesia cenderung bermagnitudo besar karena strukturnya rumit dan banyak sesar atau patahan.
Menurut Arifin, gempa yang terjadi di Donggala tidak ada kaitannya dengan gempa yang terjadi di Lombok pada Juli lalu. Hal itu disebabkan oleh rangkaian zona yang terlalu jauh dan masing-masing lempengan memiliki sumber serta segmen yang berbeda.
Gempa di Donggala terasa hingga Kalimantan Timur. Getaran terasa paling kuat di Samarinda. Hingga petang ini, tidak ada laporan korban tewas ataupun bangunan rusak. Tim SAR di Kalimantan TImur, juga Kalimantan Utara, dalam kondisi siap siaga penuh. (Kompas.id, 28/9/2018)
Sementara itu, Arifin menjelaskan lebih lanjut, gempa yang terasa sampai Samarinda merupakan efek guncangan karena gelombang getaran yang bergerak merambat ke arah Kalimantan. Meski demikian secara teori, Kalimantan tidak punya sesar atau patahan sehingga kemungkinan gempa tidak terjadi di sana.
“Rangkaian gempa susulan diperkirakan akan terus berlangsung sampai tercapai kestabilan pada pergeseran di patahan,” kata Arifin.
Tim Tanggap Darurat (TTD) PVMBG akan segera diberangkatkan ke lokasi bencana besuk Sabtu (29/9/2018). Mereka akan mengidentifikasi sumber gempa langsung di lokasi selama seminggu.
Peneliti sekaligus Ketua TTD PVMBG gempa bumi Donggala Supartoyo memaparkan, kegiatan yang dilakukan timnya, pertama mengidentifikasi dampak dari kejadian gempa bumi diwujudkan dalam peta instensitas gempa bumi (dampak guncangan, analisis pergesaran tanah, keretakan tanah, likuifaksi) untuk diplot ke dalam peta.
Kedua, data tersebut diplot pada peta untuk menjadi informasi data dasar pemetaan dampak dan intensitas. Ketiga, jika terjadi indikasi tsunami maka ada identifikasi tinggi tsunami dan tinggi genangan, serta jarak landaan tsunami dari pantai ke arah darat.
“Data-data itu berguna untuk menunjang kegiatan pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Juga memberi rekomendasi teknis ke pemerintah,” kata Supartoyo.
Alat yang dibawa oleh tim yaitu, seismograf portable satu unit dan peralatan survei geologi standar yang meliputi GPS tipe navigasi, kompas geologi, meteran. Tujuan alat-alat itu untuk mengukur keretakan yang terjadi dan jika terjadi sesar permukaan. (MELATI MEWANGI)