Anak Muda Semakin Rentan Terkena Penyakit Jantung Koroner
Oleh
Evy Rachmawati
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit jantung koroner biasanya dianggap penyakit kalangan usia lanjut. Namun, beberapa tahun belakangan kalangan muda makin rentan mengidap penyakit ini. Untuk itu, pola makanan dan gaya hidup sehat harus dijaga untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner merupakan gangguan fungsi jantung akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Itu menyebabkan otot jantung kekurangan darah. Gejala dari penyakit ini, antara lain nyeri atau rasa tidak nyaman di dada dan dada terasa tertekan berat ketika sedang beraktivitas berat.
Dokter sepsialis jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional/ Rumah Sakit Harapan Kita Bambang Dwiputra menyampaikan hal itu, dalam temu media Peringatan Hari Jantung Sedunia di Jakarta, Jumat (28/9/2018). Menurut dia, beberapa tahun terakhir terjadi transisi epidemiologis pengidap penyakit jantung koroner.
“Dulu orang yang terkena serangan jantung di usia muda amat jarang, mungkin satu atau dua. Lima tahun belakangan, penyakit atau serangan jantung di bawah usia 50 tahun lumrah ditemukan. Hampir setiap hari di UGD (Unit Gawat Darurat) Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita mudah ditemukan pasien penyakit jantung usia muda,” kata Bambang.
Berdasarkan data Pusat Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2015, dari 4.525 pasien penyakit jantung koroner baru, 224 pasien di antaranya atau 5,4 persen berusia di bawah 40 tahun. Sementara berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi pengidap penyakit jantung koroner usia 15-44 tahun sekitar 2,9 persen, meningkat dibandingkan Riskesdas 2007 sekitar 1,8 persen.
Menurut Bambang, meningkatnya pengidap penyakit jantung koroner dari kalangan muda disebabkan pola makan dan gaya hidup makin tidak sehat. Masyarakat terbiasa mengonsumsi makanan yang mengandung gula, garam, atau lemak yang berlebihan, jarang berolah raga, dan merokok.
Kebiasaan itu bisa memicu kolesterol tinggi, hipertensi, dan diabetes melitus yang merupakan beberapa faktor risiko penyakit jantung koroner. Faktor risiko lainnya, yaitu usia dan riwayat keluarga.
Faktor risiko yang dimiliki pasien baru di Pusat Jantung Nasional Rumah Sakit Harapan Kita (2015), yaitu merokok 2.921 pasien (64 persen), hipertensi 2.452 pasien (54 persen), diabetes melitus 1.351 pasien (30 persen), dislipidemia 1.831 pasien (40 persen), dan riwayat keluarga 929 pasien (20 persen). “Pengidap penyakit jantung koroner bisa memiliki lebih dari satu faktor risiko,” kata Bambang.
Jangan diremehkan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan, penyakit jantung koroner tidak bisa dianggap sepele. Penyakit tersebut termasuk jenis penyakit paling mematikan di dunia, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, 70 persen kematian di dunia disebabkan penyakit tidak menular. Dari jumlah tersebut, 45 persennya disebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah yakni 17,7 juta dari 39,5 juta kematian.
Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, penyakit jantung koroner (12,9 persen) merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah stroke (21,1 persen) dari semua penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Adapun prevalensinya sekitar 1,5 persen (Riskesdas 2013).
“Penyakit jantung koroner merupakan penyakit pengambil pembiayaan BPJS Kesehatan terbesar, yaitu Rp 6,7 triliun pada 2015, Rp 7,9 t pada 2016, dan Rp 9,4 triliun pada 2017. Data ini menunjukkan bahwa prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun,” kata Cut.
Bisa dicegah
Bambang menjelaskan, penyakit jantung koroner tidak datang begitu saja. Proses penyumbatan pada pembuluh darah koroner berlangsung belasan hingga puluhan tahun. Oleh karena itu, penyakit ini sangat mungkin untuk dicegah.
Langkah mencegah penyakit jantung koroner, yaitu menghentikan merokok, mengontrol tekanan darah, mengontrol gula darah, menurunkan kolesterol, olahraga teratur, dan menjaga pola makan sehat.
Cut menambahkan, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, bisa dicegah. Namun, itu sulit dilakukan karena terkait perilaku. Warga diimbau agar memulai pola makan dan gaya hidup sehat agar terhindar dari penyakit jantung koroner. “Lebih baik kita mencegah dari awal. Kalau sudah terlanjur, penyakit jantung koroner tidak dapat disembuhkan,” ujarnya. (YOLA SASTRA)