Pasca pencabutan izin prinsip dan izin pelaksanaan 13 pulau reklamasi, pemerintah perlu memikirkan kelanjutan pembangunan tanggul pesisir terutama untuk melibatkan swasta.
Oleh
Helena F Nababan/Irene Sarwindaningrum
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin prinsip dan izin pelaksanaan 13 pulau reklamasi, pemerintah pusat mengkaji kembali konsep tanggul laut dalam Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD). Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian adalah persoalan pembangunan 120 km tanggul pesisir yang merupakan bagian NCICD.
Tanggul pesisir yang menjadi bagian Fase A NCICD mesti dituntaskan untuk menghadapi laju penurunan muka tanah terutama di pesisir pantau utara Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Penurunan laju muka tanah DKI Jakarta kini berkisar 7,5-10 cm per tahun. Jakarta juga menghadapi banjir rob yang berulang.
Tanggul pesisir ini direncanakan dibangun oleh sejumlah pihak yakni pemerintah pusat, pemda, BUMN, BUMD, serta swasta. Pihak swasta yang dilibatkan membangun tanggul pesisir ini mendapatkan kompensasi di pulau-pulau reklamasi.
"Di konsep tanggul laut raksasa yang lama (tanggul lepas pantai), yang berbentuk garuda, di dalamnya ada 17 pulau reklamasi. Sekarang update masterplan menyesuaikan perkembangan untuk mengadopsi seluruh kepentingan. Konsep desain tanggul laut itu masih bisa berubah untuk yang terbaik," jelas Kepala Satuan Kerja NCICD dari Direktorat Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sudarto, Jumat (28/9/2018).
Proses kajian tanggul laut ini melibatkan Kementerian PUPR, Kemenko Maritim, Kemenko Ekonomi, dan Bappenas.
Di Balai Kota Jakarta, Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, pihaknya meminta pemerintah pusat mengkaji ulang tanggul raksasa lepas pantai.
Anies menilai, di negara lain yang sudah mempraktikkannya, tanggul lepas pantai tersebut justru berdampak negatif dalam jangka panjang, yaitu menjadi tempat berkumpul air polutan dalam jumlah besar.
"Air dari mana-mana yang ada di situ. Air tidak mengalir ke laut lepas, tapi tertutup oleh tanggul raksasa di lepas pantai. Di situ letak masalah utamanya,” ujar dia.
Menurut Anies, hal ini sudah dibicarakan bersama timnya. Ia juga akan berdiskusi dengan Bappenas untuk membahas pembangunan tanggul agar tempat berkumpulnya air kotor akibat tanggul raksasa lepas pantai, tak terulang di Jakarta.
Dalam catatan Kompas, berdasarkan Roadmap Pengamanan dan Pengembangan Pesisir Jakarta dalam Konteks Regional dari Bappenas versi Oktober 2016, estimasi pendapatan dari pengadaan lahan 17 pulau reklamasi saja mencapai Rp 635 triliun, sekitar empat kali lipat dari biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan.
Menggunakan angka di kesepakatan DKI dengan investor tahun 2012, dengan pembagian 5 persen kontribusi tanah dan 15 persen kontribusi nilai jual objek pajak pulau reklamasi, bagian untuk pemerintah Rp 84 triliun.
Uang dari Teluk Jakarta yang nantinya menjadi tumpuan memperbaiki dampak pengambilan air tanah besar-besaran yang berujung amblesnya muka tanah. Dan ini berlanjut lagi ke peningkatan risiko banjir di daratan DKI.
Baru 4,5 km
Terkait tanggul pesisir, pemerintah pusat lewat Kementerian PUPR bertanggungjawab membangun 20 km. "Perkembangan kami sudah 100 persen untuk yang tahap II. Kemarin kami kontrak tahun 2015-2018 untuk membangun sepanjang 4,5 km, terdiri atas 2 paket yaitu paket I di Muarabaru 2,3 km dan paket II di Kalibaru 2,2 km," kata Sudarto.
Karena itu, Sudarto mengatakan, pembangunan tanggul pantai perlu percepatan oleh pemda, swasta, BUMN, dan BUMD. "Kalau pemda semua yang membangun, butuh triliunan rupiah. Maka perlu pelibatan swasta dan BUMN BUMD. Ini yang tengah disiapkan kajian termasuk regulasinya yang mengatur swasta," jelasnya.
Untuk tanggul pantai sisanya, lanjut Sudarto, seperti di wilayah Kamal Muara yang masuk Banten, KemenPUPR memerlukan amdal yang disesuaikan dengan RTRW Banten. "Pada 2019, kami melakukan amdal, lalu 2020 kita melakukan konstruksinya," kata Sudarto.
Dengan spesifikasi tanggul pantai dan laju penurunan muka tanah demikian, menurut Sudarto, diperkirakan tanggul pantai dan tanggul muara fase A akan bertahan sampai 2030. Apabila itu terus terjadi maka tanggul laut raksasa perlu dibangun.
Anies sepakat tanggul pesisir tetap diperlukan guna mencegah masuknya air rob.
Ia mengatakan, sebagian dari kawasan-kawasan di pesisir tersebut direncanakan akan dimanfaatkan untuk akses publik, terutama ke pantai. Ia juga menyebutkan kawasan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum akan ditetapkan sekitar 50 atau di atas 50 persen, sehingga kawasan untuk kegiatan masyarakat akan sangat luas.
Dalam perencanaan itu juga akan diatur kawasan yang akan menjadi jalan, perumahan, ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, kawasan untuk kegiatan komersial maupun kawasan hiburan. “Jadi itu tidak bisa kita seperti sekarang kosongan saja. Silakan mengerjakan apa saja, tidak begitu. Justru diatur dulu, baru silakan nanti bekerja sesuai dengan peta yang sudah dibuat di RTRW,” kata Anies.
Agung Praptono, Sekretaris Perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol, menjelaskan, untuk pembangunan tanggul pesisir itu, pihaknya masih mempelajari.
Regulasi di BKP
Anies mengatakan, saat ini pihaknya sedang menyusun pengaturan rencana zonasi wilayah pantai pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk itu, seluruh lahan di kawasan pesisir Jakarta itu tengah dikaji, setiap aktivitas hingga izinnya. Kawasan-kawasan itu di antaranya pemukiman nelayan, kawasan industri dan kawasan pelabuhan.
Hasil kajian adalah membentuk peta baru kawasan pesisir Jakarta yang nantinya diterjemahkan ke dalam bentuk pasal-pasal atau revisi rancangan peraturan daerah (Raperda) rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil DKI Jakarta.
“Jadi bukan sekadar merevisi satu-dua pasal, tapi membuat dulu petanya seperti apa. Dan kami akan tunjukan peta ini kepada warga Jakarta. Ini lho kira-kira gambaran wilayah pesisir di Jakarta di masa yang akan datang,” katanya.
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah yang dihubungi Kompas menjelaskan, untuk regulasi pembangunan tanggul pantai ada di Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (PKLH).
Vera R Sari, Kepala Biro PKLH, menyatakan, regulasi tanggul pantai ini dibahas Badan Koordinasi Pengelolaan (BKP) Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang diketuai Sekretaris Daerah DKI Jakarta.
Sudarto melanjutkan, selain pembangunan tanggul pantai maka upaya pengelolaan di wilayah hulu dan daratan perlu dilakukan. Salah satunya dengan melarang pengambilan air dalam dengan kedalaman 50 meter. Yaitu untuk mengurangi laju penurunan muka tanah.