Petaka Tsunami di Pesisir Teluk Palu
MAKASSAR, KOMPAS - Gempa bermagnitudo 7,4 yang berpusat di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) sore, yang disusul tsunami di pesisir Teluk Palu, hingga Jumat malam belum jelas benar dampaknya karena putusnya jalur telekomunikasi. Yang pasti, banyak warga Sulteng bersiaga di luar rumah, mengungsi ke daratan lebih tinggi karena khawatir gempa susulan dan tsunami.
Dari sejumlah video dan foto yang beredar, kerusakan bangunan dan fasilitas publik melanda Kota Palu, ibu kota Sulteng, yang berbatasan dengan Donggala.
Keterangan Zainuddin MN, warga Palu yang dihubungi via telepon, hingga pukul 22.15 Wita, seluruh kota gelap gulita. Warga berjaga di jalan-jalan di luar rumah. Sebagian mengungsi ke wilayah Kabupaten Sigi yang berada di ketinggian, sebagian lagi ke wilayah perbukitan di Palu.
“Sampai malam ini saya di jalan. Rumah retak dan kami khawatir terjadi gempa susulan. Saat ini semua gelap,” ujar dia.
Warga Palu juga menuju daerah Porame, karena tinggi. “Banyak sekali bangunan hancur,” ujarnya.
Dari sejumlah foto dan video yang beredar, kerusakan gempa dan tsunami di Palu dahsyat. Salah satu video menunjukkan saat air laut naik dan menyapu kios-kios di pesisir Teluk Palu atau Pantai Talise. Video lain memperlihatkan Jembatan Kuning, ikon Kota Palu, ambruk.
Gambar lain menunjukkan Mal Tatura Palu berlantai empat rusak parah. Gelombang air naik di sekitar Watusampu, Palu.
Selain Sulteng, guncangan gempa dirasakan di Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, hingga Sulawesi Selatan. Di Mamuju, Sulbar, yang berbatasan langsung dengan Sulteng, hingga Jumat malam ratusan warga mengungsi karena khawatir tsunami.
Getaran cukup keras dan isu tsunami membuat warga Mamuju berhamburan, mengungsi ke tempat tinggi. “Hingga malam ini banyak warga tidak mau pulang. Khawatir gempa susulan dan juga tsunami,” kata Husni, warga Mamuju.
Di Makassar, Sulsel, yang berjarak 900 kilometer dari pusat gempa, getaran sempat dirasakan beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan berlarian meninggalkan gedung.
Di Kota Palopo, Sulsel, guncangan membuat warga berlarian keluar rumah. “Kasur juga bergoyang. Kami semua lari keluar ke jalan karena kaget. Tapi, warga mulai tenang dan pulang,” kata Haikal, warga Palopo.
Gempa juga dirasakan hingga Kalimantan Timur, yakni Kota Samarinda. Warga berhamburan keluar gedung dan pusat perbelanjaan. Sebagian warga belum pernah merasa getaran itu.
Ardi (26) warga Samarinda, mengatakan, ia ada di lantai empat Hotel Aston Samarinda, pukul 18.00 Wita. Awalnya ia mengira kepalanya pusing.
Sesar Palu-Koro
Prediksi sejumlah ahli gempa, pusat gempa bumi pukul 17.02 Wib itu berasal dari jalur sesar Palu-Koro, 26 kilometer utara Kota Donggala. Hingga pukul 21.26 Wib terjadi sepuluh gempa susulan, masing-masing tercatat M6,3; M6,2; M6,2; M4,7; M5,6; M5,0; dan M6,1.
Peneliti sesar Palu-Koro dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mudrik Rahmawan Daryono mengatakan, berdasar kajiannya, gempa besar juga pernah melanda di sesar Palu-Koro tahun 1909. “Gempa tahun 1909 ini kemungkinan bersifat doublet, artinya gempa kuat beriringan di tempat berdekatan. Catatan Belanda menyebut gempa merusak di Donggala, sementara saya menemukan bukti gempa hasil paritan di segmen Saluki di daerah Kulawi,” kata dia.
Mengutip catatan geolog Belanda, Abendanon, Mudrik menyebut dalam desertasinya, gempa 1909 itu menghancurkan desa-desa di Sulawesi Tengah. Rumah hancur ditinggalkan penghuni. Bahkan, daun dan buah kelapa muda berjatuhan yang menandakan kekuatan gempa. Kemungkinan di atas M 7. “Jika memang gempa 1909 bersifat doublet seperti baru-baru ini di Lombok, masih perlu waspada,” kata Mudrik.
Menurut dia, sesar Palu-Koro yang membelah Pulau Sulawesi dari Teluk Palu ke Teluk Bone merupakan sesar yang pergerakannya paling cepat di Indonesia, yaitu dengan pergeseran 41-45 milimeter per tahun (Socquet dkk, 2006). Ini lebih besar dibandingkan pergeseran sesar di Jawa yang hanya 3 mm per tahun dan sesar Sumatera yang hanya 10 mm per tahun.
Dalam Peta Sumber Gempa Nasional terbaru yang disusun Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) tahun 2017, disebutkan 48 sesar atau sumber gempa di Pulau Sulawesi. Sebagian sesar ini melintas di kota padat. Berdasarkan ancamannya, yang perlu dikhawatirkan adalah Kota Palu yang dilalui Sesar Palu-Koro di segmen Palu dan segmen Saluki.
Terkait peringatan dini tsunami, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwi Korita mengatakan, BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami lima menit setelah gempa. Data yang dirilis menyebut, peringatan dini tsunami (PDT) dengan level tertinggi di Donggala Barat diperkirakan 0,58 meter dan waktu tiba pukul 17.22 WIB. Setelah pengecekan terhadap hasil observasi tide gauge di Mamuju, tercatat perubahan kenaikan muka air laut setinggi 6 cm pukul 17.27 WIB.
Berdasar hasil update mekanisme sumber gempa yang bertipe mendatar (strike slip) dan hasil observasi ketinggian gelombang tsunami, serta telah terlewatinya perkiraan waktu kedatangan tsunami, BMKG mengakhiri PDT pukul 17.36.12 WIB.
Namun demikian, tsunami yang diperkirakan setinggi lebih dari 1,5 meter ternyata melanda pesisir Kota Palu, meski hingga pukul 22.00 WIB belum ada data resmi ketinggian tsunami dan seberapa parah dampaknya.
Peringatan dini
Ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Abdul Muhari mengatakan, pengakhiran peringatan dini tsunami terlalu cepat. Apalagi, tide gauge di Mamuju berjarak sekitar 300 kilometer dari pusat gempa sehingga sulit menjadi patokan peringatan. Sedangkan, tide gauge di Kota Palu dalam kondisi tidak online sehingga sulit mengonfirmasi ketinggian tsunami di kawasan ini.
Padahal, menurut Muhari, karakter Teluk Palu berpotensi mengamplifikasi ketinggian tsunami. “Berdasarkan kaji kami, saat tsunami kiriman Jepang tahun 2011, tinggi tsunami di mulut Teluk Jayapura hanya 60 cm, namun landaan tsunami di pesisir di dalam teluk menjadi 3,8 meter. Teluk Palu lebih sempit, sehingga kemungkinan amplifikasinya lebih tinggi,” kata Muhari.
Selain itu, menurut Muhari, kemungkinan tingginya tsunami di Teluk Palu juga bisa disebabkan terjadinya longsoran bawah laut. “Perlu survei lebih lanjut, tapi menurut kami ini harusnya menjadi evaluasi sistem peringatan dini tsunami kita,” kata dia.
Mengenai dampak gempa dan tsunami di wilayah pesisir Teluk Palu, hingga kini belum bisa dipastikan. “Komunikasi masih lumpuh, belum bisa menghubungi BPBD, TNI, Polri, Basarnas, maupun Pemda. Jadi belum bisa konfirmasi ketinggian tsunami,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
Hingga saat ini, belum ada data tentang korban meninggal, terluka, jumlah pengungsi, dan bangunan rusak atau hancur. Pihak BNPB menyatakan segera mengirim tim menuju lokasi gempa dan tsunami di sejumlah wilayah di pesisir Teluk Palu. (ENG/TAM/PRA/NCA/AIK)