Almarhum maestro tari Bagong Kussudiardja tidak hanya meninggalkan karya seni, tetapi juga mewariskan banyak arsip terkait perjalanan hidupnya. Dari arsip-arsip itu, kita bisa mengenal dan memahami lebih dalam bagaimana proses berkesenian dan perkembangan pemikiran sang seniman besar tersebut.
Beragam arsip peninggalan Bagong bisa dilihat publik melalui pameran bertajuk ”Ruang Waktu Bagong Kussudiardja” yang dibuka Sabtu (29/9/2018) malam di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pameran itu menyajikan arsip dalam berbagai bentuk, misalnya foto, kliping koran, artikel tulisan Bagong, serta surat undangan dan surat keputusan dari beragam lembaga yang ditujukan kepada Bagong. Selain itu, ditampilkan pula pola lantai sejumlah karya tari yang pernah diciptakan Bagong.
Ketua Yayasan Bagong Kussudiardja Butet Kartaredjasa mengatakan, pameran arsip itu digelar untuk menampilkan kiprah Bagong sebagai seniman dalam era yang berbeda-beda. ”Kami ingin mengangkat seluruh lini masa beliau sebagai seniman dan mungkin sebagai budayawan. Dari pameran arsip ini, diharapkan orang bisa membayangkan lini masa seorang seniman bernama Bagong Kussudiardja yang mungkin hari ini tidak banyak orang yang tahu,” katanya dalam konferensi pers sebelum pembukaan pameran, Sabtu di PSBK.
Bagong Kussudiardja adalah maestro tari yang juga dikenal sebagai pelukis. Ia lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928, dan awalnya berproses sebagai penari Jawa klasik. Namun, dia kemudian mendalami tari modern saat mendapat kesempatan belajar di Amerika Serikat. Selama hidupnya, Bagong telah menciptakan sekitar 200 karya tari, baik dalam bentuk tarian tunggal maupun massal.
Bagong, yang meninggal pada 15 Juni 2004, juga mendirikan Pusat Latihan Tari (PLT) Bagong Kussudiardja pada 5 Maret 1958 serta PSBK pada 3 Oktober 1978. Pameran ”Ruang Waktu Bagong Kussudiardja” merupakan rangkaian acara yang digelar untuk memperingati 90 tahun usia sang maestro, sekaligus perayaan 60 tahun PLT Bagong Kussudiardja dan 40 tahun PSBK.
Dalam pameran yang akan berlangsung hingga 3 November 2018 itu, pengunjung bisa melihat arsip-arsip yang dikelompokkan berdasar periode tertentu. Periode pertama adalah tahun 1928-1949 yang disebut sebagai masa pembentukan Bagong sebagai seniman. Dalam periode ini, kita antara lain melihat foto dan catatan tentang masa awal Bagong saat belajar kesenian.
Periode kedua adalah tahun 1950-1965 atau masa Orde Lama. Di masa ini, Bagong terlibat dalam misi kesenian yang dikirimkan Pemerintah Indonesia ke sejumlah negara lain. Pada masa ini pula, Bagong sebagai seorang pelukis menyatakan keluar dari kelompok Pelukis Rakyat, lalu mendirikan Sanggar Pelukis Indonesia bersama sejumlah rekannya.
Periode selanjutnya adalah masa Orde Baru, yakni tahun 1966-1998. Dalam periode ini, Bagong bukan hanya menciptakan karya berdasar dorongan personalnya, melainkan juga mengerjakan sejumlah karya pesanan dari banyak institusi, misalnya pemerintah, dunia usaha, dan lembaga lainnya. Setelah periode ini, Bagong juga mengalami masa Reformasi sebelum akhirnya ia wafat pada tahun 2004.
Tarik-menarik
Butet mengatakan, pameran arsip itu juga berupaya menampilkan bagaimana Bagong yang awalnya merupakan penari tradisional harus mengalami tarik-menarik antara pengaruh tradisi dan seni modern saat ia belajar pada tokoh tari modern Martha Graham di New York, Amerika Serikat. Selain itu, pameran itu juga hendak menyajikan bagaimana Bagong hidup dalam berbagai era yang diwarnai perubahan politik, dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi.
”Semua itu terdokumentasi dalam kliping-kliping. Kebetulan beliau itu sudah rajin menyimpan kliping-kliping yang merekam perjalanan kesenian beliau. Kalau di Google, data seperti ini enggak akan ketemu,” ungkap Butet.
Kurator Pameran ”Ruang Waktu Bagong Kussudiardja”, Suwarno Wisetrotomo, mengatakan, berbeda dengan banyak seniman lain pada masanya, Bagong tidak hanya aktif berkarya, tetapi juga terus mengamati perkembangan kesenian. ”Pak Bagong itu berada dalam posisi memotret dan dipotret, menulis dan ditulis, mengamati dan diamati. Itu yang saya sebut sebagai anomali dan perkecualian dari sosok Bagong Kussudiardja,” katanya.
Suwarno juga berharap, arsip-arsip yang diwariskan Bagong itu bisa menjadi bahan riset bagi para akademisi atau peneliti. ”Kalau mau, teman-teman pengkaji seni bisa melahirkan tesis berbuku-buku dari arsip-arsip ini,” katanya.
Direktur Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Restu Gunawan mengatakan, pameran arsip tersebut sangat penting agar publik lebih bisa memahami perjalanan kesenian dan pemikiran Bagong Kussudiardja. ”Pameran ini sangat penting untuk melihat perkembangan karya dan pemikiran seorang seniman besar. Mudah-mudahan pameran arsip ini bisa memberi inspirasi bagi kita semua untuk berkarya lebih baik,” katanya saat membuka pameran ”Ruang Waktu Bagong Kussudiardja”.