JAKARTA, KOMPAS — Evakuasi korban yang tertimbun reruntuhan menjadi fokus utama penanganan bencana di wilayah sekitar Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Alat berat yang kurang memadai jumlahnya mempersulit upaya penemuan jenazah atau bahkan korban yang masih hidup.
Palang Merah Indonesia (PMI) memfokuskan bantuannya dengan melakukan upaya evakuasi dan penyelamatan terutama di beberapa wilayah yang cukup terisolasi di wilayah yang terdampak gempa dan tsunami.
”Saat ini, kita terus mengerahkan sumber daya yang ada dengan memfokuskan pelayanan di tiga wilayah yang terdampak cukup parah, yakni Palu, Sigi, dan Donggala, dalam melakukan proses penanganan bantuan tanggap darurat bencana gempa dan tsunami ini,” ujar Kepala Divisi Penanggulangan Bencana PMI Pusat Arifin M Hadi pada Senin (1/10/2018) di Jakarta.
Upaya evakuasi yang dilakukan PMI saat ini difokuskan di Hotel Roa-Roa dan perumahan Perumnas Balaroa. Upaya evakuasi ini dibantu dengan kendaraan multimedan Hagglunds BV206 untuk menembus puing-puing reruntuhan bangunan dan medan lumpur.
Saat ini ada 167 relawan PMI dari sejumlah daerah yang sudah berada di lokasi bencana. Kepala Sub-Tanggap Darurat PMI Ridwan Sobri Carman mengatakan, upaya evakuasi ini diperlukan dalam upaya restoring family link (pemulihan hubungan keluarga). ”Minimal bisa memberikan kabar kepada keluarga yang menunggu,” ujarnya.
Upaya evakuasi juga menjadi pertolongan yang paling utama diinginkan warga di daerah bencana, kata presiden lembaga nirlaba Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin. Akan tetapi, upaya ini terhambat ketiadaan alat berat di daerah Palu dan sekitarnya.
Ahyudin menyebutkan, alat berat yang tersedia di Gorontalo, misalnya, mobilisasinya terhambat jembatan yang putus, sedangkan alat berat di Kota Palu banyak yang rusak.
”Padahal, saya yakin, masih banyak sekali korban yang hidup dan terperangkap di bawah reruntuhan bangunan. Ini adalah pekerjaan yang mendesak sekali,” lanjutnya.
Ahyudin mengatakan, 253 relawan ACT yang berada di lokasi saat ini difokuskan dalam upaya evakuasi. ”Relawan-relawan berikutnya yang tiba di sana mungkin baru akan mengurusi dapur umum dan sebagainya,” ucapnya.
Harapkan dana
Dengan dibukanya keran bantuan internasional, PMI berharap bantuan dapat disampaikan dalam bentuk dana. Ridwan mengatakan, bantuan dalam bentuk dana akan mempermudah kesesuaian bantuan terhadap warga terdampak. Pembelian yang dilakukan di lokasi yang dekat dengan lokasi bencana akan membantu perekonomian secara langsung.
Akan tetapi, apabila harus memberikan dalam bentuk barang, bantuan yang diharapkan adalah alat-alat kesehatan, masker, dan kontainer air besar dengan kapasitas 200 liter. ”Ember-ember ini dibutuhkan untuk distribusi air bersih yang dibutuhkan sekali oleh warga,” kata Ridwan.
Patah tulang atau fraktur diperkirakan akan menjadi masalah kesehatan yang paling banyak ditemui diderita oleh warga terdampak di sekitar Palu dan Donggala. Dengan demikian, kruk dan kursi roda juga akan menjadi kebutuhan krusial dalam waktu dekat.
Apabila harus memberikan dalam bentuk barang, bantuan yang diharapkan adalah alat-alat kesehatan, masker, dan kontainer air besar dengan kapasitas 200 liter.
Sementara itu, Ridwan mengatakan, jumlah persediaan kantong darah hingga saat ini diperkirakan masih dapat dicukupi dari sejumlah cabang PMI di Sulawesi. Menurut dia, kebutuhan darah untuk Palu dan Donggala diperkirakan akan mencapai 2.500 kantong atau lebih dari dua kali yang dibutuhkan korban gempa Lombok pada Agustus 2018.
”Apabila kurang, baru akan kami kirimkan dari Surabaya atau daerah lain yang lebih dekat. Pengiriman kantong darah tidak sesederhana itu pula,” ujar Ridwan.