PEKALONGAN, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah terpencil melalui pergelaran seni dan budaya. Festival Rogojembangan di Petungkriyono Jumat-Minggu (28-30/9/2018) diharapkan memperkuat potensi wisata di kawasan perbukitan dan hutan alam tersebut.
Festival Rogojembangan menampilkan sejumlah kesenian lokal yang dikolaborasikan dengan sentuhan kontemporer. Sejumlah seni tradisi mulai dari ronggeng hingga kuda lumping ditampilkan bersama musik akustik dan jazz.
Seluruh acara dihelat mulai pagi hingga malam di Lapangan Sigeger, Desa Kasimpar sekitar 1.250 meter di atas permukaan laut. Rogojembangan adalah nama gunung di sana.
“Selain seni tradisi, kami juga kaya hasil bumi seperti gula aren hingga kopi. Hutan alam Petungkriyono juga kaya flora dan fauna menarik seperti owa jawa yang nyaris punah,” tutur Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Pekalongan, Muhammad Bambang Irianto, kemarin. Festival Rogojembangan baru pertama kali digelar.
Puncak Festival Rogojembangan digelar Sabtu, dimulai prosesi kirab. Sebanyak sembilan gunungan hasil bumi dari sembilan desa di Kecamatan Petungkriyono diarak bersama sepasang pohon aren dan gula aren.
Untuk mengenalkan kopi Petungkriyono, 1.000 cangkir kopi dibagikan bersama cimplung, sejenis penganan berbahan dasar singkong dilumuri gula aren. Pada hari terakhir festival, pada Minggu dilakukan aksi resik gunung dan kegiatan mengunjungi sejumlah obyek wisata di Petungkriyono.
Bambang mengatakan, Petungkriyono menyimpan puluhan curug (air terjun) indah. Sebagian di antaranya sudah dikelola sebagai obyek wisata. Adapun kopi dan aren akan semakin dikembangkan.
Kirab hasil bumi desa di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah diarak dalam Festival Regojembangan, Sabtu (29/9/2018) yang dipusatkan di Lapangan Sigeger, Kecamatan Petungkriyono.“Kami sudah membuat nota kesepahaman dengan Universitas Gajahmada dan Perum Perhutani. Tahap pertama akan dikembangkan di lahan 100 hektar dari 1.000 hektar lahan yang ditawarkan," kata dia.
Akses infrastruktur
Pantauan Kompas, akses infrastruktur dan transportasi menuju Petungkriyono yang ada di kawasan Dieng utara masih jadi kendala utama. Berada 20 kilometer di selatan pusat kota Pekalongan, jalur ke Petungkriyono sempit dan berbahaya.
Jalur curam, melintasi hutan alam tanpa penerangan memadai. Bahkan, sekitar 4 kilometer sebelum Petungkriyono dari arah Kecamatan Doro, jalur rusak parah. Akses transportasi umum juga hanya mengandalkan angkutan lokal dari mobil bak terbuka yang dimodifikasi.
Bupati Pekalongan Asip Kholbihi mengakui, akses infrastruktur masih jadi hambatan utama optimalisasi potensi Petungkriyono. Dari sisi konservasi, daerah itu satu-satunya tempat pelestarian owa jawa.
Pemkab Pekalongan mengalokasikan Rp 10 miliar guna memperbaiki akses. “Tahun depan kami harap jalan rusak menuju Petungkriyono selesai diperbaiki,” kata Asip.
Asip menargetkan, tahun depan kawasan Petungkriyono bisa menjadi salah satu ikon wisata Jateng. Daerah itu mulai banyak pengunjung, termasuk dari Jakarta. Tidaak jarang turis asing juga berkunjung ke lokasi tersebut.
“Kami sudah menandatangani nota kesepakatan pemanfaatan hutan dengan Perhutani Pekalongan Timur. Masyarakat bisa memanfaatkan hutan, namun tidak boleh merusak,” tegasnya.