Kelompok Pertama Pemberontak Mulai Tinggalkan Idlib
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
Lembaga Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) pada Minggu (30/9/2018) menyatakan bahwa kelompok pemberontak Failaq al-Sham telah mulai menarik pasukan dan senjata berat dari zona demiliterisasi di Idlib, Suriah barat laut.
Rami Abdulrahman, Kepala SOHR yang berbasis di Inggris menjelaskan, kelompok pemberontak ini adalah yang pertama menjalankan persyaratan untuk meninggalkan zona penyangga demiliterisasi yang dibentuk oleh Turki dan Rusia. Zona demiliterisasi dibuat guna mencegah serangan tentara Suriah yang didukung Rusia.
Sumber dari kelompok pemberontak belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar. "Kelompok pemberontak menarik pasukan dan senjata berat dalam kelompok kecil dari pedesaan Aleppo selatan, berdekatan dengan provinsi Idlib, yang merupakan bagian dari zona demiliterisasi ke arah barat," ungkap Abdulrahman.
Zona demiliterisasi membentang 15 hingga 20 km di sepanjang garis kontak antara kelompok pemberontak dan pasukan pemerintah Suriah, dan dijaga oleh pasukan Turki serta Rusia. Kedua negara setuju pada pertengahan September 2018 untuk membentuk zona demiliterisasi di Provinsi Idlib. Dari wilayah ini, kelompok pemberontak diminta mundur hingga pertengahan bulan depan.
Failaq al-Sham adalah kelompok terbesar ketiga di antara kelompok-kelompok pemberontak di Suriah barat laut. Kelompok terbesar, Tahrir al-Sham, belum mengumumkan sikapnya mengenai kesepakatan tersebut.
Failaq al-Sham memiliki 8.500 hingga 10.000 milisi yang merupakan bagian dari aliansi yang didukung Turki yang dikenal sebagai Front Pembebasan Nasional (NLF). Dibentuk pada bulan Agustus, NLF menggabungkan kelompok Ahrar al-Sham dan Nureddine al-Zinki dengan faksi-faksi pemberontak lainnya yang didukung Turki.
Pembentukan NLF bertujuan melawan perkembangan kekuatan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang menguasai 60 persen wilayah Provinsi Idlib. NLF menguasai sisa Provinsi Idlib dan aktif di beberapa bagian di Provinsi Aleppo, Hama, dan Latakia yang berdekatan.
Pada 17 September, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan setuju untuk membentuk zona demiliterisasi setelah pembicaraan di resor Sochi, Rusia. Berdasarkan kesepakatan tersebut, koridor selebar 15-20 kilometer akan dibentuk pada 15 Oktober 2018. Artinya, semua pasukan kelompok pemberontak harus mundur, membuka jalan bagi patroli pasukan Turki dan Rusia di daerah tersebut.
Menurut Putin, hal ini akan mensyaratkan"penarikan semua pasukan pemberontak" dari Provinsi Idlib. Erdogan mengatakan tindakan itu akan "mencegah krisis kemanusiaan".
Semua pasukan kelompok pemberontak harus mundur, membuka jalan bagi patroli pasukan Turki dan Rusia di daerah tersebut.
Pasukan rezim Suriah yang didukung Rusia telah berkumpul di sekitar Provinsi Idlib dalam beberapa pekan terakhir. Hal tersebut memicu kekhawatiran akan ancaman serangan udara dan darat yang untuk merebut kembali wilayah Idlib dari kubu oposisi.
PBB yang dengan hati-hati mendukung kesepakatan Rusia-Turki memperingatkan bahwa serangan habis-habisan di Idlib akan memicu bencana kemanusiaan. Pertempuran di Idlib juga bisa menjadi salah satu pertempuran terburuk dalam perang di Suriah yang telah berlangsung selama tujuh tahun. (REUTERS/AFP)