Asia dan Eropa Terdampak
Pertumbuhan aktivitas pabrik di Asia dan Eropa melambat sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Pertumbuhan ekonomi global pun terancam.
BENGALURU, SENIN -Perlambatan aktivitas dan laju ekspansi pabrik-pabrik di Asia dan Eropa itu tergambar dalam survei bisnis yang dirilis pada Minggu (30/9/2018) dan Senin (1/10). Paling tidak sampai akhir tahun ini diproyeksi kecil kemungkinan ada pembalikan arah tren dari pelemahan menjadi penguatan aktivitas keindustrian.
Di tengah meruncingnya konflik perdagangan antara AS dan China, yang menjadi faktor utama pelemahan aktivitas industri di Asia dan Eropa ini, muncul harapan dengan tercapainya kesepakatan perdagangan antara AS dan Kanada. Namun, pasar akan menunggu sejauh mana kesepakatan untuk menyelamatkan Area Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) itu sampai pada tataran praktis.
Konflik dagang yang terus memanas antara Washington dan Beijing pantas membuat para pelaku usaha global khawatir. Penerapan tarif terbaru yang mungkin saja berlanjut dengan penerapan tarif-tarif baru akan memaksa para usahawan bertindak cepat dan cermat, baik mengantisipasi maupun merespons perkembangan yang ada.
Dua survei manufaktur dari China pada Minggu menunjukkan melemahnya sektor manufaktur negara itu secara luas. Jajak pendapat pribadi menunjukkan, pertumbuhan pabrik terhenti setelah 15 bulan ekspansi, sementara data resmi yang dirilis menegaskan sektor manufaktur di negeri itu telah kehilangan tenaga di bawah beratnya penyusutan pesanan untuk pasar ekspor.
Sepanjang September, China mengalami kondisi kehilangan momentum karena permintaan domestik yang melemah dan penerapan tarif oleh AS kembali dilakukan. Kombinasi ini dinilai bakal mendorong Beijing meluncurkan langkah-langkah dukungan terhadap pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang. Meskipun demikian, para analis melihat stimulus tambahan itu tidak bakal diadakan paling tidak hingga awal tahun depan.
Di luar China, nyatanya sektor manufaktur juga terpantau melambat di sejumlah negara, seperti Vietnam, Taiwan, dan Indonesia, pada September. Survei yang dirilis pada Senin menunjukkan kinerja pabrik-pabrik di Taiwan mengalami laju paling lambat dalam dua tahun terakhir akibat pesanan ekspor yang lesu.
Negara dengan perekonomian lebih besar, seperti Jepang dan Korea Selatan, meski terlihat relatif bertahan secara umum dari kondisi perang dagang AS-China, pesanan ekspor mereka juga terlihat tertekan. Meningkatnya proteksionisme dan kekhawatiran melambatnya permintaan dari China terlihat mulai membebani ekonomi Asia.
”Pertumbuhan global sekarang terasa melambat yang, menurut kami, membebani permintaan luar negeri atas barang-barang dari China sebagai dampak dari penerapan tarif,” demikian catatan analisis dari tim ekonomi Capital Economics, sebagaimana dibagikan kepada klien-klien mereka.
Kondisi di Uni Eropa pun mirip. Data IHS Markit menunjukkan, pertumbuhan sektor manufaktur di zona euro melempem ke level terendah dalam dua tahun pada akhir triwulan III-2018. ”Secara umum, gambaran sektor manufaktur pada triwulan ketiga tahun ini masih belum kuat, demikian juga proyeksinya hingga akhir tahun ini,” kata senior ekonom Oxford Economics, Nicola Nobile.
”Perlambatan perdagangan global dan berlanjutnya kekhawatiran atas eskalasi perang dagang antara AS dan China telah membebani sentimen di sektor manufaktur,” ujar Nobile.
Di Eropa, pelemahan manufaktur itu terlihat di Jerman, Perancis, dan Italia. Di Jerman, misalnya, pertumbuhan sektor manufakturnya melemah melampaui periode dua tahunan. Sementara di Perancis, secara berturut-turut, manufakturnya melemah mencapai level terendah dalam kurun tiga bulan terakhir, sedangkan di Italia cenderung stagnan.
Pertumbuhan pesanan ekspor yang melemah sebelumnya menjadi semacam penegas sekaligus penjelasan yang melatarbelakangi pelemahan aktivitas ekonomi di seluruh wilayah Uni Eropa. Di sisi lain, aktivitas pabrik-pabrik di Inggris secara tidak terduga dilaporkan naik hingga mengakhiri periode pelemahan yang terjadi dalam tiga bulan terakhir. Kondisi itu menarik perhatian analis hanya enam bulan menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Pujian Trump
Presiden AS Donald Trump menyatakan, tercapainya kesepakatan trilateral dalam area perdagangan bebas antara AS, Meksiko, dan Kanada adalah kesepakatan bagus. Melalui media Twitter, ia memuji kesepakatan itu sebagai sebuah hasil negosiasi yang saling menguntungkan bagi ketiga negara.
”Kemarin malam, tepat menjelang batas akhir, kami mencapai sebuah kesepakatan dagang baru dengan Kanada yang menambah kesepakatan serupa antara AS-Meksiko. Ini adalah sebuah kesepakatan yang bagus bagi ketiga negara,” tutur Trump.
Ia mengklaim kesepakatan baru itu menjadi solusi atas sejumlah perbedaan pandangan dan juga kesalahan atas kesepakatan NAFTA sebelumnya. Optimisme baru atas AS pun diharapkan muncul. (AFP/AP/REUTERS/BEN)