Mayoritas rakyat bersedia mengubah nama negara Macedonia menjadi Republik Macedonia Utara. Hasil referendum di negara itu mendukung kesepakatan Yunani dan Macedonia, Juni lalu, yang berisi rencana perubahan nama Macedonia.
Jika nama Macedonia diganti, diharapkan akan bisa mulai membangun hubungan dengan negara-negara di Barat. Namun, Perdana Menteri Macedonia Zoran Zaev tidak berhasil mengamankan 50 persen suara dalam referendum. Ia berjanji akan tetap memperjuangkan aspirasi itu melalui voting di parlemen.
Lebih dari 91,4 persen dari hanya sepertiga jumlah pemilih yang mencapai 1,8 juta (36,8 persen) memberikan suara dalam referendum. Menurut kelompok oposisi, jumlah pemilih yang sedikit membuat hasil referendum tidak sah. Pemimpin oposisi sayap kanan, Partai VMRO-DPMNE, Hristijan Mickoski, menuding pemerintah sudah kehilangan legitimasi.
Meski belum sesuai harapan, bagi Yunani, hal ini sudah merupakan kesempatan yang baik untuk menuntaskan perselisihan di antara kedua negara gara-gara urusan nama Macedonia. Kesempatan ini tak boleh disia-siakan.
Juru bicara Pemerintah Yunani Dimitris Tzanakopoulos menyatakan, rakyat negara itu mendukung keputusan Zaev meski berarti akan ada pemilu sela. Jika hal tersebut terjadi, berarti proses ratifikasi kesepakatan kedua negara juga akan terhambat.
Yunani khawatir jumlah suara yang tidak sesuai harapan dalam referendum tidak bisa mengunci oposisi Macedonia secara politik. Tzanakopoulos berharap inisiatif Zaev untuk memperjuangkan reformasi konstitusi akan berhasil. ”Tidak ada batas waktu kapan ratifikasi harus selesai. Yang penting prioritas untuk perubahan konstitusi bisa tercapai. Kami akan membantu implementasi kesepakatan,” ujarnya.
Yunani khawatir jumlah suara yang tidak sesuai harapan dalam referendum tidak bisa mengunci oposisi Macedonia secara politik.
Keputusan untuk mengganti nama menjadi Macedonia Utara muncul karena Yunani protes dan menuntut Macedonia mengganti nama negara. Penyebabnya, sudah ada nama yang sama di salah satu provinsi di Yunani utara.
Athena menuding Macedonia sengaja mau memperluas wilayah. Karena berselisih, Yunani beberapa kali mengganjal langkah Macedonia yang ingin bergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa. Kalau Macedonia mau berganti nama, Yunani berjanji tidak mengganjal langkah negara itu lagi.
Kini Zaev harus bekerja keras mendapatkan dua pertiga suara di parlemen untuk bisa meratifikasi kesepakatan Macedonia dan Yunani. Ia sudah mengantongi dukungan dari kelompok etnis Albania yang tergabung dalam koalisinya.
Namun, Zaev masih membutuhkan suara dari kelompok oposisi. Ia mengakui, hasil referendum tidak memenuhi target jumlah pemilih, tetapi hal itu tidak masalah karena referendum sekadar bersifat konsultatif sehingga aturan jumlah suara tidak dibutuhkan.
Jika Zaev tidak berhasil, tidak ada pilihan, rakyat Macedonia harus kembali memberikan suara dalam pemilu, November mendatang. Pengamat politik negara-negara Balkan, Petar Arsovski, menilai hasil referendum justru akan memperparah perpecahan di Macedonia. ”Referendum makin membuat negara ini kacau,” ujarnya. (REUTERS/AFP/AP)