KOMPAS, MATARAM - Realisasi pembangunan rumah tahan gempa dengan konsep Rumah Instan, Sehat, dan Sederhana atau Risha di daerah terdampak gempa Lombok, NTB, berjalan lamban. Bahan material bangunan dari pabrik di Jawa terlambat dikirim.
“Terjebak dengan konsep rumah model Risha yang menggunakan material tertentu. Itulah salah satu yang membuat realisasi pembangunan terlambat. Kami bebaskan warga memilih material, asal memenuhi standar tahan gempa seperti diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional,” kata Bupati Lombok Barat, Fauzan Khalid, Senin (1/10/2018) di Mataram.
Rumah model Risha dengan konsep merakit (knockdowon) menggabungkan panel beton dengan mur-baut. Dindingnya bisa menggunakan batubata, kayu, multiplek, gypsum, kalsiboard, dengan atap rangka baja ringan. Ketidaksiapan menyediakan material itu berdampak lamban.
Oleh karena masalah material, baru 40 unit rumah rusak berat –dari 13.494 rumah rusak berat dibangun dengan Risha. Bupati meletakkan batu pertama pembangunan 40 unit Risha di Dusun Batu Kantar, Desa Narmada, Lombok Barat, Senin pagi.
Ketidaksiapan material itu, membuat Bupati Lombok Barat memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lombok Barat membuat desain rumah berstandar tahan gempa sebagai acuan warga membangun tempat tinggalnya.
Risha yang dibangun ukuran 6 meter x 6 meter (type 36) dengan biaya total pembangunan Rp 70,2 juta tiap unitnya, di atas dana stimulan pemerintah Rp 50 juta. Untuk dana itu, warga harus memiliki rekening, membuat kelompok yang bertugas menyusun program kerja, selain menunjuk Kuasa Penggguna Anggaran.
Proses itu berlangsung hampir tiga bulan sejak kunjungan Presiden Joko Widodo ke Lombok, karena harus melalui validasi kerusakan rumah. “Dengan dana Rp 50 juta, rumah sudah layak huni, dan penyempurnaannya sambil jalan. Yang penting, warga bisa menempati rumahnya, tidak lagi mengungsi,” kata Fauzan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Lombok Barat I Made Arthadana mengatakan, validasi data Tim Verifikasi Lombok Barat menyebut, 72.223 rumah rusak akibat gempa (45.613 rusak ringan, 12.668 rusak sedang, dan 13.942 rusak berat).
Huntara
Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy mengatakan, pihaknya telah mengalokasikan dana pembangunan rumah rusak berat dari APBD Perubahan tahun 2018 sebesar Rp 56 miliar. Dana itu untuk pembangunan hunian sementara/huntara.
“Dewan (DPRD) sudah ketuk palu, usulan anggaran sudah dikirim ke Pemprov NTB. Dua minggu lagi usulan anggaran itu mendapat persetujuan, sehingga kami bisa mulai membangun huntara guna mengantisi musim hujan, sedangkan rumah penduduk rusak,” ujarnya.
Perihal dana stimulan sebesar Rp 50 juta per keluarga, menurut Bupati Sukiman, sudah masuk ke rekening bank warga, meskipun belum bisa dicairkan. Hasil verifikasi sementara, 13.756 rumah rusak di Lombok Timiur, yang sekitar 3.000 di antaranya rusak berat.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah, saat acara peletakan batu pembangunan Hunian Tetap yang dihadiri Panglima Pos Komando Operasi Satuan Tugas Bersama Tahap Transisi Darurat ke Pemulihan dan Rehab-Rekon Pascagempa NTB, Selasa pekan lalu di Dusun Lokok Beru, Desa Salut, Lombok Utara, meyakinkan warga agar tidak khawatir. Rumah dengan konsep Risha telah melalui ujicoba oleh para pakar dan ahli bangunan.