Jumat (28/9/2018) siang. Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City di Lantai 3 Gedung Balaikota DKI Jakarta ramai oleh sebagian orang yang berlalu lalang. Di sejumlah meja kerja, orang-orang duduk tekun menghadapi layar komputer masing-masing.
Tahun ini sudah sekitar empat tahun sejak UPT Jakarta Smart City (JSC) mulai beroperasi. JSC, seperti dikutip dari laman smartcity.jakarta.go.id memiliki enam pilar dalam operasionalnya. Masing-masing adalah Smart Governance, Smart People, Smart Living, Smart Mobility, Smart Economy, dan Smart Environment.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City Setiaji mengatakan, sejak 2016 layanan API (Application Programming Interface) mulai diberikan. API merupakan protokol berisikan instruksi-instruksi program yang digunakan pengembang teknologi untuk membangun aplikasi-aplikasi terkait dengan penyedia layanan, dalam hal ini adalah JSC.
Layanan API bagi pengembang, melengkapi open data terkait sejumlah topik pembangunan kota. Data terbuka ini dipergunakan sebagian pihak untuk membuat visualisasi dan analisis terkait.
Setiaji menambahkan, itu misalnya dipergunakan untuk membuat informasi-informasi yang mudah dikonsumsi publik yang berhubungan dengan sejumlah tema. Sebagian di antaranya adalah mengenai transportasi publik, pendidikan yang terkait data mengenai sekolah, dan sebagainya.
Relatif berbeda dengan pemanfaatan data terbuka yang cukup banyak, penggunaan layanan API oleh sebagian pengembang dalam membuat aplikasi mengenai layanan publik di Jakarta relatif masih sedikit. Setiaji menghitung, hanya ada sekitar 10 aplikasi terkait layanan JSC yang dibuat dengan memanfaatkan kanal API.
Menurut Setiaji, dengan tingkat kepadatan dalam wilayah geografis Jakarta yang relatif tinggi dan jumlah penduduk yang cenderung naik, idealnya memang terdapat sejumlah aplikasi tambahan. “(Tapi memang) harusnya kita (JSC) bisa lebih banyak memberikan data-data dalam betuk API,” ujar Setiaji.
Salah satu alasan mengapa hal tersebut belum dilakukan adalah fokus saat inilebih pada peningkatan infrastruktur dan kemampuan sumber daya manusia. Hal ini membuat data-data yang diberikan dalam API pada layanan JSC belum terlalu variatif.
Lebih jauh Setiaji menambahkan, JSC hingga saat ini belum memiliki pelantar inovasi yang bisa dibagikan ke sisi pengembang teknologi. Hal ini membuat layanan API untuk memberikan kesempatan bagi para pengembang teknologi mengembangkan aplikasi di atas layanan JSC relatif belum bisa dioptimalkan.
“Karena memang fokusnya (masih) pada hal-hal fundamental seperti (penggunaan) big data dan kemudian mengintegrasikan kanal pengaduan,” sebut Setiaji.
Data raksasa (big data) akan dioptimalkan penggunaannya di JSC pada tahun depan, guna implementasi teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Teknologi AI, di antaranya bakal dipergunakan untuk membuat analisis yang bersifat preskriptif atau memberikan petunjuk dan ketentuan terkait sejumlah kondisi tertentu dalam pengelolaan kota di masa depan.
Setiaji menyebutkan, sejauh ini yang akan dimaksimalkan untuk pemanfaatan teknologi AI adalah keberadaan sekitar 7.000 CCTV yang tersebar di seluruh penjuru Jakarta. Jumlah itu, imbuh Setiaji, relatif masih sangat kurang mengingat luas wilayah Jakarta. Ia membandingkan itu dengan keberadaan ratusan ribu CCTV di Singapura untuk tujuan serupa.
Karena itulah, mengingat teknologi AI cenderung “rakus” data, maka CCTV dari pihak swasta juga diharapkan bisa turut membantu asupan data bagi kebutuhan teknologi AI di JSC. Hal lain adalah, penambahan sejumlah sensor seperti pendeteksi banjir, sensor penggunaan energi dan air di gedung-gedung, dan sebagainya.
Hal lain yang juga penting adalah input data secara virtual. Untuk hal Ini, peran warga menjadi sangat penting karena menjadi ujung tombak pengumpulan data.
“Harapannya masyarakat mulai lagi laporkan kondisi-kondisi yang ada,” kata Setiaji. Ini di antaranya, bisa dilakukan dengan menggunakan sejumlah aplikasi teknologi yang sudah lebih dahulu ada.
Penguasaan Data
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Dr Irwansyah mengatakan, arah pengembangan teknologi pada saat ini terkait erat dengan penguasaan data. Hal ini terkait dengan aplikasi-aplikasi tertentu yang dipergunakan untuk berbagai kebutuhan dan meninggalkan jejak digital, atau dalam hal ini adalah data.
Hal lain yang juga penting menjadi perhatian, imbuh Irwansyah, adalah kolaborasi dengan basis ketertarikan dan kemampuan individual. Ia menggarisbawahi, pada model kolaborasi tersebut, posisi setara di antara pihak-pihak yang terlibat menjadi sangat penting.
Ini membawa konsekuensi untuk tidak menetapkan aturan secara hierakhis. Peraturan, dalam model kolaborasi tersebut, ideal dilakukan berdasarkan kemampuan sesuai porsi masing-masing dengan basis data. (INK)