Hasto: Kubu Prabowo Politisasi Kasus yang Tak Jelas
Oleh
A Ponco Anggoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banyak pihak mengecam upaya politisasi terhadap dugaan penganiayaan Ratna Sarumpaet, juru kampanye capres Prabowo Subianto-cawapres Sandiaga Uno. Politisasi berita bohong sangat tak etis, justru terjadi saat Indonesia sedang berduka akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.
”Upaya memolitisasi kasus penganiayaan yang belum jelas terhadap Ratna Sarumpaet pada saat seluruh warga bangsa berduka dan berbela rasa akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, sungguh tidak tepat. Tindakan tim Prabowo tersebut menunjukkan kepentingan politik lebih dominan daripada mendengarkan suara kemanusiaan untuk membantu korban bencana alam,” ujar Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Rabu (3/10/2018).
Kasus dugaan penganiayaan terhadap Ratna memang belum jelas karena Ratna hingga kini belum juga menjelaskan kejadian yang menimpa dirinya. Ratna pun memilih tidak lapor ke polisi. Sementara di media sosial sudah banyak muncul keraguan terhadap kasus Ratna.
Salah satunya, dia masih rajin mencuit di akun Twitter-nya di tanggal dia disebut dianiaya, 21 September, dan keesokannya, 22 September. Selain itu, keraguan muncul karena hasil penelusuran kepolisian, tidak ada rumah sakit di Cimahi yang pernah merawat Ratna. Padahal, dia disebut dirawat di salah satu rumah sakit di Cimahi setelah penganiayaan yang dialaminya.
Hasto pun mendesak kubu Prabowo-Sandiaga segera melaporkan kasus Ratna itu ke kepolisian. ”Kita ini negara hukum. Jika tim pemenangan Prabowo-Sandi betul-betul memiliki bukti otentik atas penganiayaan tersebut, segera laporkan kepada polisi. Tempuh jalur hukum dan minta visum et repertum sehingga publik mendapatkan kejelasan atas persoalan tersebut,” katanya.
”Apa yang dipertontonkan dengan memolitisasi kasus kekerasan secara sepihak tanpa adanya laporan ke polisi dan keterangan resmi dari rumah sakit hanya menghadirkan atraksi playing victim yang tidak etis dan telah mengusik rasa kemanusiaan kita. Sebab, saat ini perhatian seluruh bangsa ditujukan pada upaya menolong rakyat yang menjadi korban bencana. Kehadiran Pak Joko Widodo hari ini kembali ke Palu karena suara hati kemanusiaan itu,” lanjutnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, berbagai penggiringan opini seolah terjadi kekerasan atas Ratna dan kemudian menuduhkan hal itu pada tanggung jawab Jokowi sangat tidak elok dan menyerang kecerdasan publik. ”Rakyat tahu bahwa Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf tidak memiliki tradisi kekerasan sama sekali,” tambahnya.
Pengamat politik dari Universitas Mercu Buana Jakarta, Maksimus Ramses Lalongkoe, mengatakan, jika informasi penganiayaan terhadap juru kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet, bohong, cara itu dapat dikatakan sebagai skenario politik untuk menjatuhkan lawan politik.
”Saya kira, jika informasi itu ternyata bohong, hal itu dapat dikatakan sebagai sebuah skenario politik untuk menjatuhkan lawan politik,” kata Ramses.
Menurut Ramses, skenario politik dengan cara seolah-olah dianiaya dan diikuti dengan gerakan serangan terhadap lawan politik merupakan suatu kejahatan politik dalam arena demokrasi sehingga aparat harus bertindak dan mencari dalang intelektual yang menskenariokan peristiwa itu agar tak menjadi preseden buruk terhadap nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
"Kalau itu dilakukan dengan tujuan skenario politik, itu suatu kejahatan politik, apalagi skenario itu diikuti dengan serangan terhadap lawan politik, maka aparat harus mencari dalangnya agar tidak menjadi preseden buruk terhadap demokrasi di Indonesia,” ujar Ramses.
Lebih lanjut, Ramses mengatakan, aparat juga harus menelusuri pihak-pihak yang ikut menghujat lawan politik, apalagi peristiwa penganiayaan itu merupakan kebohongan publik.
Cara-cara politik demikian, kata Ramses, sangat tidak baik untuk pendidikan politik bagi generasi ke depannya karena dapat merusak nilai-nilai demokrasi.
”Iya, harus dicari juga pihak-pihak yang sudah menghujat dan menuduh lawan politik secara terang-terang, apalagi penganiayaan itu merupakan kebohongan publik,” ucap Ramses.
Diketahui, polisi melakukan penyelidikan untuk memastikan benar-tidaknya Ratna dianiaya di Bandung pada 21 September. Polisi menyatakan, Ratna diketahui memang mendatangi di rumah sakit, tetapi bukan karena adanya laporan penganiayaan.
”Bahwa benar Ratna Sarumpaet dirawat pada 21-24 September 2018 di RS Khusus Bedah Bina Estetika,” ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Dari hasil penyelidikan polisi diketahui, Ratna menjalani operasi plastik di RS Khusus Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat. Dari keterangan ini, informasi yang menyatakan Ratna berada di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September tidak terbukti.
Polisi mendapatkan bukti keberadaan Ratna di rumah sakit tersebut. Menurut polisi, Ratna dirawat di ruang B.1 lantai 3 selama berada di RS Khusus Bedah Bina Estetika.
"Berdasarkan rekaman CCTV, Ratna keluar RS Bina Estetika pada Senin tanggal 24 September pukul 21.28 menggunakan taksi Blue Bird,” ujarnya.
Kubu Prabowo-Sandiaga sebelumnya mengungkapkan, Ratna dianiaya saat berada di Bandung pada 21 September 2018. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon bahkan menyebut Ratna dianiaya 2-3 pria.
”Penganiayaan itu dilakukan oleh mungkin 2-3 laki-laki, di parkiran di luar mobil. Namun, mengenai detailnya, saya belum tahu,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/10/2018).