Kendaraan Listrik Bakal Jadi Bintang dalam Paris Motor Show
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
PARIS, SELASA — Pameran otomotif Paris Motor Show digelar pada Kamis (4/10/2018) hingga 14 Oktober 2018. Para eksekutif industri otomotif hingga lusinan pakar teknologi bakal meramaikan ajang pameran itu. Kendaraan listrik adalah bintang dari pameran tahun ini, bersanding dengan usaha rintisan mobil-mobil tanpa pengemudi.
”Setiap mobil baru ini membutuhkan 100 juta baris kode; hal itu berarti lima sampai enam kali lebih banyak daripada Boeing,” kata Luc Chatel, Kepala Asosiasi Industri Otomotif Perancis, Senin (1/10/2018).
Sebagian antusiasme terhadap revolusi berupa kendaraan listrik karena kebutuhan. Hal itu terkait dengan regulator dan pejabat lokal yang mencoba mengurangi kabut asap yang menghantam banyak kota besar.
Di Eropa, pembuat mobil berlomba mematuhi batasan Uni Eropa (UE) yang keras pada emisi CO2 yang mulai berlaku pada tahun 2021 dan pengenalan standar pengujian emisi yang lebih ketat di setelah skandal kecurangan ”dieselgate”. Lebih andal dengan mesin penggerak lebih sedikit daripada mesin pembakaran, kendaraan listrik juga membutuhkan pekerja yang jauh lebih sedikit jumlahnya.
Namun, para pemimpin industri tahu bahwa mereka tidak akan mampu mengembangkan potensi penuh dari masa depan yang dialiri listrik dan selalu terhubung dengan sendirinya. Google, Nokia, dan spesialis TI Prancis, Atos, adalah kelompok teknologi yang mengirim staf mereka ke acara Paris dengan janji membantu pembuat mobil menavigasi industri mereka.
”Tentunya setiap perusahaan akan senang melakukan semuanya sendiri,” kata Carlos Ghosn, Kepala Aliansi Renault-Nissan-Mitsubishi, dalam pidatonya. ”Ada ledakan di sekitar layanan mobilitas, di mana pembuat mobil akan memainkan peran dalam kemitraan dengan orang lain.”
Ghosn berharap kelompoknya menjual 14 juta mobil pada akhir tahun 2022, di mana 10 persennya adalah mobil listrik.
Namun, bergabung dengan perusahaan teknologi berarti menyerahkan sebagian laba bagi para produsen itu. Kondisi itu tentu bukan prospek yang baik untuk industri yang baru-baru ini kembali pada pijakan yang kuat setelah bertahun-tahun mengalami turbulensi pascakrisis ekonomi 2008.
Mobil juga bergulat dengan biaya baterai litium-ion yang menjaga harga kendaraan listrik jauh di atas mobil-mobil tradisional. Terkait produksi model-model baru mobil-mobil tradisional, dilaporkan kebanyakan perusahaan masih merugi.
Mike David, analis Intelijen Bloomberg, meramalkan bahwa harga tidak akan turun ke tingkat kompetitif hingga 2025. Maka, mereka yang muncul dengan teknologi baru pun berkesempatan melonjak sebagaimana ditunjukkan dengan kapitalisasi pasar Tesla yang lebih besar daripada Renault dan PSA.
Hal yang menarik lagi untuk dilihat adalah selera konsumen terkini. Semakin banyak orang sekarang tinggal di pusat perkotaan. Dalam situasi itu, moda transportasi alternatif dari bersepeda ke skuter berkembang di tengah semangat nonemisi. Banyak yang tidak lagi melihat kebutuhan untuk memiliki mobil, baik mobil listrik maupun tidak.
”Kendaraan sekali pakai boros,” kata Ian Simmons dari Magna International, pembuat komponen yang mengkhususkan diri dalam ”mobilitas hijau”. Layanan car-sharing dan ride-hailing, seperti Uber dan Lyft—yang berlomba maju dengan penelitian mengemudi otonom mereka sendiri—akan membutuhkan investasi teknologi berat dalam mobil dan infrastruktur kota, katanya.
Namun, melihat Audi dan Mercedes memamerkan SUV elektrik sepenuhnya minggu ini—tak lama setelah Ferrari mengumumkan rencana ambisius untuk hibrida—lebih banyak pembeli mungkin yakin para produsen itu juga berambisi di teknologi terbaru ini. (AFP)