SEOUL, SELASA — Pakta perdamaian perang Korea yang terjadi pada 1950-1953 bukan alat tawar-menawar yang bisa dimanfaatkan untuk melucuti nuklir Korea Utara. Kantor berita Korea Utara, KCNA, Selasa (2/10/2018), menyebutkan, pakta perdamaian yang seharusnya sudah bisa diselesaikan 50 tahun lalu itu merupakan proses paling dasar untuk menjalin hubungan baru antara Amerika Serikat dan Korea Utara.
Pakta tersebut juga berfungsi untuk mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea.
Pada waktu bertemu Kim di Singapura, Juni lalu, Presiden AS Donald Trump sepakat mewujudkan rezim damai dan stabil di Semenanjung Korea. Namun, Trump meminta Korut terlebih dahulu menyediakan daftar komplet terkait program persenjataannya dan melenyapkan simpanan nuklir untuk selamanya.
KCNA menyebutkan, fasilitas nuklir Yongbyon merupakan kompleks paling penting dalam program pengembangan nuklir Korut. Pengoperasian fasilitas ini telah dihentikan. ”Korut sudah mengambil langkah paling penting dalam pelaksanaan pernyataan bersama pertemuan AS-Korut. Namun, AS masih saja berusaha menekan dengan sanksi-sanksi,” sebut KCNA.
Tiga pejabat senior AS yang terlibat dalam penyusunan kebijakan Korut mengaku tidak ada perkembangan penting untuk menghentikan nuklir dan rudal Korut setelah pertemuan kedua negara di Singapura. Penghentian operasional kompleks Yongbyon memang akan memperlambat produksi material fisil, tetapi tidak mengurangi jumlah simpanan plutonium dan uranium yang sudah ada atau tempat produksi nuklir yang masih dirahasiakan Korut.
Pengamat di Institut Keamanan Nasional di Seoul, Korea Selatan, Cho Sung-ryul, menilai, Korut melalui media massa seperti berusaha membatasi ruang manuver AS. ”Korut berusaha mengurangi nilai penting perundingan pakta perdamaian dengan AS itu,” kata Cho kepada kantor berita Korsel, Yonhap.
Ranjau
Sesuai hasil kesepakatan Korut dan Korsel, pasukan Korsel mulai membersihkan daerah di sepanjang perbatasan (250 kilometer) dari ranjau-ranjau darat. Langkah ini salah satu upaya untuk mengurangi ketegangan dan saling membangun kepercayaan di antara mereka.
Hasil pertemuan Moon dan Kim, bulan lalu, di Pyongyang, Korut, menyebutkan, kedua pihak sepakat mencabut semua ranjau selama 20 hari ke depan. Namun, belum ada konfirmasi apakah pasukan Korut juga sudah melakukan hal yang sama.
Lebih dari 1 juta ranjau disebar di perbatasan, termasuk di zona demiliterisasi. Banyak tentara dan warga sipil yang diperkirakan terluka atau tewas akibat ranjau itu. Pada 2015, dua tentara Korsel terluka parah dan cacat gara-gara terkena ledakan ranjau Korut. Namun, Korut membantah tuduhan itu.
Selain pembersihan ranjau, pasukan penjaga perbatasan juga tidak akan dipersenjatai seperti sekarang. Setelah perang Korea berakhir dengan gencatan senjata, sedikitnya terdapat sembilan tentara yang tewas saat terjadi kontak senjata dengan tentara Korut, termasuk dua tentara AS yang tewas dibunuh Korut dengan kapak pada 1976. Pada November 2017, pasukan Korut juga menembak mati salah seorang tentara yang mencoba lima kali melarikan diri ke Korsel. (REUTERS/AFP)