Partai politik juga menghentikan sementara kampanye pemilu legislatif di Sulawesi Tengah. Kampanye yang disertai pemberian bantuan di lokasi bencana merupakan pelanggaran.
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah partai politik yang menjadi peserta Pemilu Legislatif 2019 mengikuti langkah dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang menyatakan menghentikan sementara kampanye pemilihan presiden di Sulawesi Tengah. Selain agar konsentrasi dapat lebih difokuskan untuk menangani korban gempa dan tsunami di daerah itu, hal itu juga untuk menghindari tercederainya rasa kemanusiaan.
Inisiatif untuk menghentikan sementara kampanye di Sulawesi Tengah (Sulteng) sudah dilakukan dua pasang kandidat dalam Pemilihan Presiden 2019, yaitu Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Terkait hal itu, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Selasa (2/10/2018), saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, partainya juga tidak memikirkan urusan kampanye pemilu legislatif selama masa penanganan pascagempa dan tsunami di Sulteng. Golkar baru akan intensif berkampanye sekitar empat bulan menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2019.
”Bagi Golkar, masa kampanye ini masih panjang. Jadi, sekarang kami konsentrasi membantu saudara-saudara kami dulu. Kami tidak berpikir untuk kampanye saat ini,” katanya.
Hal serupa disampaikan Ketua DPP Partai Gerindra Supratman Andi Agtas, yang juga calon anggota legislatif dari daerah pemilihan Sulteng. Partai Gerindra, lanjutnya, sudah memberi arahan untuk semua calegnya di Sulteng untuk menghentikan sementara kampanye sampai penanganan pascabencana di Palu dan Donggala diselesaikan.
Rasa kemanusiaan
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, menuturkan, kampanye di daerah yang dilanda bencana alam, seperti Sulteng, bisa mencederai rasa kemanusiaan. Oleh karena itu, KPU mengapresiasi sikap peserta pemilu yang memutuskan menghentikan sementara kampanye di Sulteng.
Menurut Wahyu, KPU hanya bisa mengimbau agar ada kesadaran dari peserta pemilu untuk menghentikan sementara kampanye pemilu. Ini karena KPU tidak bisa menghentikan tahapan kampanye yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, dia juga mengingatkan, kampanye yang bercampur pemberian bantuan di lokasi bencana bisa berujung pada pelanggaran kampanye.
Pasal 280 Ayat (1) huruf J UU No 7/2017 tentang Pemilu, misalnya, menyatakan bahwa peserta pemilu dilarang memberikan janji, uang, atau materi lain kepada peserta kampanye pemilu. Sementara itu, kampanye pemilu dimaknai sebagai penyampaian visi, misi, program, dan atau citra diri.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan, antisipasi terhadap pelanggaran kampanye itu akan didiskusikan Bawaslu bersama dengan KPU dan perwakilan peserta Pemilu 2019. Aspek kemanusiaan tetap akan menjadi titik berat pengawas dalam melihat potensi pelanggaran kampanye di daerah bencana. ” Penampungan barang (bantuan) di kantor cabang partai boleh saja. Tetapi, misalnya, mobil yang digunakan (untuk distribusi bantuan) tidak ada citra diri peserta pemilu. Benda-benda yang dibagikan juga agar tidak ada logo peserta pemilu,” katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Sunanto juga mendorong agar sumbangan yang diberikan kepada korban bencana tidak menampilkan alat peraga kampanye sehingga bantuan itu benar-benar disalurkan atas dasar kemanusiaan.